Adab Penuntut Ilmu Kepada Guru

 

  1. Mengambil ilmu dari guru yang beraqidah lurus dan berakhlaq mulia.

Memilih seorang guru sangatlah penting karena sangat berpengaruh dalam mewarnai keyakinan , akhlak dan tingkah laku muridnya.

Seorang ulama tabi’in Muhammad bin Sirin berkata:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

 “Ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.” ( Riwayat Muslim ).

 

  1. Menghormati guru.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,

ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,

هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا

“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.

Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,

ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن الأمير

“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,

مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ

“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.

Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,

تواضعوا لمن تعلمون منه

“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.

Al Imam As Syafi’i berkata,

كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئلا يسمع وقعها

“Dulu aku membolak balikkan kertas  di depan  Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.

Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).

 

  1. Rendah hati dan sopan.

            Seorang penuntut ilmu harus rendah hati dan tidak sombong kepada gurunya karena beliau yang telah berjasa besar mengajarkan ilmu dan akhlaq kepadanya. Sikap rendah hati merupakan sebab untuk mendapatkan ilmu. Sebagaimana seorang penyair berkata :

                   العلم حرب للفتى المتعالي     كالسيل حرب للمكان العالي

           

Ilmu itu tidak mungkin mencapai seseorang yang sombong, sebagaimana air tidak mungkin meluncur ke tempat yang tinggi. ( Hilyah Tholibul ilmi : 24 ).

 

 

  1. Menjaga adab di majalis ilmu dengan bersikap santun.

 

Syaikh Sholeh Al Ushaimi berkata : “ Wajib bagi seorang penuntut ilmu mengetahui hak – hak majelis ilmu , maka ia duduk dengan adab seorang  penuntut ilmu, mendengar penjelasan guru dengan melihat kepadanya, maka ia tidak berpaling  (menoleh) darinya kecuali kalau ada kebutuhan atau darurat, tidak banyak gerak karen akegaduhan yang didengar, tidak bermain dengan kedua tangan dan kakinya, tidak bersandar sedangkan gurunya ada, tidak bersandar /bertelekan dengan tangannya, tidak banyak berdehem dan bergerak, tidak berbicara denga teman disampingnya, apabila bersin merendahkan suaranya, dan apabila menguap menutup mulutnya setelah ia menolaknya dengan segenap kemampuan. (Khulashoh Ta’dhim ilmi : 44).

 

  1. Sabar atas sifat kasar atau ketegasan seorang guru.

         

Seorang penyair berkata :

“ Barangsiapa tidak tahan merasakan kehinaan sesaat, Maka dia melalui seluruh hidupnya dalam keadaan hina “.

“Barangsiapa tidak sabar menghadapi kehinaan ketika belajar, maka sepanjang hidupnya tetap dalam kebodohan. Dan barangsiapa yang sabar menghadapinya, maka dia akan mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat.”

Dan atsar masyhur dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu : “

“Aku menjadi hina sebagai penuntut ilmu dan menjadi mulia sebagai guru.”

 

Semoga Bermanfaat. Pesantren ”Al Ukhuwah” Joho Sukoharjo, Jawa Tengah.

Jum’at, 18 Jumadil Akhir 1438 H / 17 Maret 2017 M.

Back to top button