Penyembelihan Hewan Qurban

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari qiyamat.

Berkenaan dengan akan datangnya hari raya Idul Adha, pada edisi kali ini kami membahas beberapa hal berkaitan dengan penyembelihan hewan kurban (udhiyah). Semoga Alloh senantiasa memberikan taufiq kepada kita untuk ikhlas dalam mengerjakan amalan-amalan yang diridhoi-Nya dan untuk berpegang teguh dengan sunnah-sunnah Nabi-Nya.

Pengertian Udhiyah

Udhiyah adalah nama untuk hewan baik onta, sapi, atau kambing yang disembelih pada hari raya idul adha dan hari-hari tasyrik untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Alloh disebabkan karena datangnya hari raya idul adha.

Penamaan udhiyah diambil dari kata dhohwah (waktu dhuha), karena  awal waktu dalam penyembelihan hewan kurban adalah waktu dhuha pada hari raya idul adha.

Dalil Disyariyatkannya Udhihah

Penyembelihan hewan kurban (udhiyah) disyariatkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’. Adapun dalil dari Al Qur’an, Alloh berfirman :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al Kautsar : 2) [1]QS Al Kautsar : 2

Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini beliau berkata : “Yaitu sembelihlah hewan kurban pada hari nahr (tanggal 10 Dzulhijah)”. (At Tafsir Al MukhtashorAs Shohih: 637) [2]At Tafsir Al MukhtashorAs Shohih: 637

Adapun dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah hadits riwayat Bukhori dan Muslim :

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ, ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ , وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. (رواه البخاي ومسلم)

Dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata :

“Nabi Shalallahu alaihi wa sallam menyembelih dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, dengan menyebut nama Alloh dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau  pada sisi badan  kedua domba  tersebut.” (HR Bukhori Muslim) [3]HR Bukhori Muslim

Adapun dalil dari ijma’, maka kaum muslimin sejak zaman Nabi sampai sekarang telah bersepakat tentang disyari’atkannya penyembelihan hewan kurban tersebut.

Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata : “Kaum muslimin telah bersepakat tentang disyari’atkannya udhiyah.” (Al Mughni : 8/617) [4]Al Mughni : 8/617

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkata : “Tidak ada khilaf tentang keberadaan udhiyah termasuk dalam syari’at agama” (Fathul Bari : 10/3) [5]Fathul Bari : 10/3

Hukum Udhiyah

Para ulama’ berbeda pendapat tentang hukum menyembelih hewan kurban (udhiyah). Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkadah. Ini adalah pendapat jumhur ahlu ‘ilmi. Ada pula yang menyatakan bahwa hukumnya wajib bagi setiap orang muslim yang mempunyai kemampuan untuk menyembelih.

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata :

“Para ulama’ telah berbeda pendapat tentang hukum udhiyah, apakah  wajib ataukah sunnah ? Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkadah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk menyembelih, dan sebagian ahlul ilmi berpendapat bahwa hukumnya wajib. Dan masing-masing mempunyai dalil yang  tidak mampu ditentukan secara pasti mana yang lebih rojih antara kedua pendapat tersebut oleh orang yang mencermati dalil-dalil tersebut. Adapun sikap yang lebih hati-hati bagi seseorang dalam permasalah semacam ini adalah seyogyanya untuk tidak meninggalkan penyembelihan hewan kurban sedangkan ia mampu untuk mengerjakannya, karena dengan mengerjakannya maka memastikan lepasnya tanggung jawab darinya, dan keluar dari  lingkup tuntutan adalah sikap yang lebih berhati-hati.” (Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamist Tasyriq : 71) [6]Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamist Tasyriq : 71

Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan hewan kurban dimulai sejak selesainya sholat Idul Adha sampai tenggelamnya matahari pada hari terakhir dari hari-hari tasyriq. Maka waktu penyembelihan hewan kurban adalah empat hari, yaitu hari raya idul adha (tanggal 10 Dzulhijah) dan tiga hari setelahnya (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah).  Oleh karena itu, orang yang menyembelih hewan kurban sebelum selesainya sholat idul adha atau menyembelih setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijah maka sembelihannya tersebut tidak sah sebagai udhiyah.

 عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ : ((  مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ … )). (رواه البخاري ومسلم)

Dari Anas ia berkata : Nabi bersabda pada hari Nahr:

“Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban sebelum sholat idul adha maka hendaklah ia mengulanginya.“ (HR Bukari Muslim) [7]HR Bukari Muslim

Diperbolehkan menyembelih hewan kurban pada waktu siang ataupun malam hari. Akan tetapi, menyembelih pada waktu siang lebih utama. Dan semakin awal seseorang melaksanakan penyembelihan maka semakin utama baginya, karena menyegerakan dalam menyembelih berarti  bersegera dalam mengerjakan ketaatan. Oleh karena itu, menyembelih hewan kurban pada hari raya idul adha lebih utama daripada menyembelih pada tanggal 11 Dzulhijah,  dan menyembelih pada tanggal 11 Dzulhijah lebih utama daripada menyembelih pada tanggal 12 Dzulhijah, dan seterusnya.

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata :

“Mereka (para ulama’) telah bersepakat tentang disyariatkannya   menyembelih pada waktu malam sebagaimana disyariatkan menyembelih pada waktu siang, kecuali satu riwayat dari Imam Malik dan Imam Ahmad.” (Fathul Bari : 10/8) [8]Fathul Bari : 10/8

Tempat Penyembelihan

Disunnahkan untuk menyembelih hewan kurban di musholla (tanah lapang tempat dilaksanakannya sholat idul adha) dalam rangka menampakkan syiar islam.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَذْبَحُ وَ يَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى. (رواه البخاري)

Dari Ibnu Umar ia berkata : “Sesungguhnya Nabi dahulu melakukan penyembelihan di tanah lapang.” (HR Bukhari) [9]HR. Bukhari

Imam Muhammad bin ‘Ali As-Syaukani berkata : “Dan melaksanakan penyembelihan di mushola (tanah lapang) adalah lebih utama.” (Ad Durorul Bahiyyah : 109) [10]Ad Durorul Bahiyyah : 109

Yang Mencukupi dalam Udhiyah

Satu sembelihan berupa kambing telah mencukupi untuk satu orang beserta keluarganya. Berdasarkan hadits dari shahabat Abu Ayyub Al Anshari ketika ditanya tentang penyembelihan hewan kurban pada masa Rosululloh صلى الله عليه وسلم, maka ia berkata :

كَانَ الرَّجُُل يُضَحِّيْ بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُوْنَ وَيُطْعِمُوْنَ …الحديث. (رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح)

“Dahulu seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya. Kemudian  mereka makan dan memberikan makan kepada orang lain (dari daging hewan kurban tersebut).” (HR. Tirmidzi dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih) [11]HR. Tirmidzi dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih

Satu ekor unta atau sapi cukup untuk kurban tujuh orang yang berserikat. Oleh karena itu, jika seorang  muslim menyembelih onta atau sapi dengan berserikat dengan enam orang lainnya dan masing-masing meniatkan untuk dirinya dan keluarganya maka hal ini diperbolehkan. Berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah bahwasannya ia berkata :

نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ عَامَ الْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. (رواه مسلم)

“Kami menyembelih bersama Rasululloh pada tahun Hudaibiyah , satu ekor unta untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk tujuh orang.” (HR. Muslim) [12]HR. Muslim

Syarat-syarat Udhiyah

Disyaratkan untuk hewan yang akan disembelih terpenuhinya beberapa syarat. Tidak sah suatu sembelihan  sebagai udhiyah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat terebut, di antaranya adalah:

  • Hewan tersebut termasuk binatang ternak, yaitu onta, sapi, domba, atau kambing.
  • Telah memasuki umur minimal yang ditentukan syari’at, dan tidak boleh kurang darinya. Yaitu :
  • Domba (biri-biri) yang telah memasuki usia setengah tahun
  • Onta yang telah memasuki usia lima tahun
  • Sapi yang telah memasuki usia dua tahun
  • Kambing yang telah memasuki usia satu tahun

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ , فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ. (رواه مسلم)

Dari Jabir ia berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Janganlah kalian menyembelih hewan kurban selain musinnah, kecuali jika kalian sulit untuk mendapatkannya, (jika demikian) maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (HR Muslim) [13]HR Muslim

Yang dimaksud dengan musinnah pada hadits ini adalah jenis hewan kurban yang telah memenuhi persyaratan umur sebagaimana empat perincian di atas. Dan yang dimaksud dengan jadza’ah adalah  domba yang telah berumur enam bulan. (Lihat Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamit Tasyriq : 78-79) [14]Lihat Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamit Tasyriq : 78-79

  • Tidak terdapat padanya kekurangan yang mencegah dari sahnya hewan tersebut dijadikan udhiyah. Di antaranya adalah :
  • Buta sebelah matanya
  • Sakit yang nampak benar sakitnya
  • Pincang yang jelas pincangnya
  • Terlalu kurus yang menyebabkan tulangnya tidak bersumsum

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : (( أَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِي اْلأَضَاحِي – وَفِي رِوَايَةٍ : ((  لاَ تُجْزِؤُ  )) –  العَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا , وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا , وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعُهَا , وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِيْ  ))   (رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود رقم 2431)

Dari Al Baro’ bin ‘Azib ia berkata : Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- berdiri di hadapan kami lalu beliau bersabda : “ Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan sebagai udhiyah –dalam riwayat lain beliau bersabda : “Tidak sah (jika dijadikan udhiyah)” –  : Hewan yang buta sebelah yang jelas butanya, hewan yang sakit yang nampak sakitnya, hewan yang pincang yang jelas pincangnya, dan hewan yang kurus yang tidak mempunyai sumsum.” (HR Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud No. 2431) [15]HR Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud No. 2431

Termasuk dalam hal ini juga adalah kekurangan-kekurangan lain semisalnya atau yang lebih parah darinya. Maka, tidak sah jika seseorang menyembelih hewan yang buta kedua matanya, atau kakinya terpotong, atau hewan yang berjalannya menyapu tanah karena terlalu lemah, atau semisalnya.

  • Hewan tersebut adalah milik orang yang akan menyembelih itu sendiri atau milik orang lain namun ia telah diizinkan untuk menyembelihnya. Maka, tidak sah sembelihan dari hasil mencuri atau dari hewan yang dimilikinya bersama orang lain tanpa izin orang lain tersebut.
  • Hewan tersebut tidak berhubungan dengan hak orang lain. Oleh karena itu, tidak sah sembelihan dari hewan yang masih dalam status gadai, demikian pula warisan yang belum dibagi untuk ahli warisnya.

Yang Afdhol Dalam Udhiyah dan Yang Makruh Darinya

Urutan keutamaan dalam penyembelihan hewan kurban dari yang paling utama kemudian yang keutamaannya lebih rendah darinya adalah sebagai berikut :

  1. Unta jika disembelih tanpa diserikatkan dengan orang lain
  2. Sapi jika disembelih tanpa diserikatkan dengan orang lain
  3. Domba
  4. Kambing
  5. Unta yang diserikatkan oleh tujuh orang
  6. Sapi yang diserikatkan oleh tujuh orang

Yang afdhol pada hewan sembelihan kurban adalah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan untuk hewan ternak. Di antaranya adalah yang gemuk, dagingnya banyak, bentuknya bagus, dan mahal harganya.

Adapun hewan ternak yang makruh untuk dijadikan udhiyah di antaranya adalah :

  1. Hewan yang terpotong telinganya atau tanduknya. Adapun hewan yang memang tidak memiliki tanduk sejak asalnya  maka boleh untuk dijadikan udhiyah tanpa dimakruhkan.
  2. Unta, sapi, atau kambing yang terpotong ekornya. Adapun domba yang terpotong ekornya maka tidak sah untuk dijadikan sebagai udhiyah karena termasuk  cacat yang jelas pada bagian pokok yang dimaksudkan dari hewan tersebut.
  3. Hewan yang  telinganya robek, baik robek secara memanjang ataupun melebar. Demikian pula hewan yang daun telinganya terlubangi.
  4. Hewan yang kelaminnya terpotong.
  5. Hewan yang sebagian giginya telah jatuh.

Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban

Dianjurkan bagi orang yang berkurban untuk menyembelih hewan kurbannya sendiri dan tidak mewakilkan penyembelihannya kepada orang lain. Hal ini dikarenakan menyembelih hewan kurban adalah suatu bentuk taqarrub (pendekatkan diri kepada Allah) sehingga melaksanakan taqarrub dengan dirinya sendiri secara langsung adalah lebih utama daripada mewakilkan kepada orang lain.

Imam Al Bukhori berkata : “Abu Musa telah memerintahkan anak-anak perempuannya untuk menyembelih hewan kurban dengan tangan mereka sendiri.“ (Fathul Bari :10/19) [16]Fathul Bari :10/19

Namun demikian, jika seseorang mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya kepada orang lain maka diperbolehkan, sebagaimana Nabi juga pernah mewakilkan penyembelihan onta beliau kepada ‘Ali.

Dalam penyembelihan hewan kurban hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Berbuat ihsan terhadap hewan kurban. Di antaranya adalah dengan menggunakan pisau yang tajam ketika menyembelih, tidak memperlihatkan penyembelihan salah satu hewan kurban kepada hewan yang lain, serta tidak memperlihatkan pengasahan pisau kepada hewan kurban.
  2. Jika hewan kurban tersebut seekor onta, maka disembelih dalam keadaan berdiri, dengan diikat kaki depannya yang sebelah kiri. Adapun jika hewan kurban tersebut selain onta maka disembelih dalam keadaan dibaringkan pada sisi badannya yang sebelah kiri.  Lalu, orang yang menyembelih menginjakkan kakinya pada leher hewan tersebut supaya tidak banyak bergerak.
  3. Menghadapkan hewan tersebut ke arah kiblat..
  4. Wajib membaca basmalah ketika hendak menyembelih, yaitu dengan mengucapkan بِسْمِ اللهِ
  5. Disunnahkan juga untuk membaca takbir setelah membaca basmalah. Yaitu dengan membaca اللهُ أَكْبَرُ
  6. Disunnahkan untuk menyebutkan nama orang yang berkurban dan berdo’a supaya ibadah kurban tersebut diterima oleh Alloh. 
    Misalnya, jika seseorang menyembelih sendiri hewan kurbannya ia berdo’a :

    اَللَّهُمَّ هَذِهِ أُضْحِيَةٌ عَنْ …… فَتَقَبَّلْ مِنِّي
    “Ya Alloh ini adalah sembelihan dari …(menyebutkan namanya sendiri)… maka terimalah sembelihan ini dariku.”

    Dan jika menyembelih hewan kurban untuk orang lain, maka ia berdo’a :

    اَللَّهُمَّ هَذِهِ أُضْحِيَةٌ عَنْ …… فَتَقَبَّلْ مِنْهُ
    “Ya Alloh ini adalah sembelihan dari…(menyebutkan nama orang yang berkurban)… maka terimalah sembelihan ini darinya.”
  7. Dalam menyembelih diharuskan untuk mengalirkan darah, yaitu dengan memutuskan tiga bagian dari hewan kurban  :
    • Wadajain, yaitu dua urat leher (pembuluh darah) hewan tersebut
    • Hulqum, yaitu batang tenggorokan tempat mengalirnya udara
    • Marii’, yaitu kerongkongan tempat lewatnya makanan
  8. Tidak diperbolehkan meguliti hewan kurban tersebut atau memotong sebagiannya sebelum benar-benar keluar ruhnya. Oleh karena itu, jika akan memulai menguliti kemudian hewan itu bergerak, maka ditunggu sampai benar-benar yakin bahwa hewan tersebut telah mati.

Pembagian Hewan Kurban

Disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk makan dari hewan sembelihannya itu, menyedekahkannya, dan memberikan hadiah darinya. Adapun kadarnya, maka terdapat keluasan dalam hal ini. Namun demikian, kebanyakan ahlul ilmi berpendapat bahwa orang yang berkurban memakan sepertiga dari hewan kurbannya, meyedekahkan sepertiganya kepada fakir miskin, dan menghadiahkan sepertiganya kepada karib kerabat dan tetangganya.

Tidak diperbolehkan bagi orang yang berkurban untuk menjual sedikitpun dari hewan kurbannya, baik dagingnya, kulitnya, ataupun bulunya. Tidak diperbolehkan pula memberikan upah kepada orang yang menyembelihkan hewan kurbannya dengan sebagian hewan kurban tersebut karena ini bermakna jual beli.

Yang Dituntut dari Orang yang Berkurban

Jika seorang muslim telah berniat untuk berkurban, maka tidak diperbolehkan baginya untuk memotong sedikitpun dari kuku dan rambutnya sejak memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sampai disembelihnya hewan kurbannya tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ummu Salamah, bahwasannya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ. (رواه مسلم)

“Jika salah seorang dari kalian telah melihat hilal bulan Dzulhijjah  sedangkan ia telah berniat untuk menyembelih hewan kurban maka janganlah ia mengambil sedikitpun dari rambut dan kukunya sampai ia menyembelih (hewan kurbannya tersebut).” (HR. Muslim) [17]HR Muslim

Demikian pembahasan tentang udhiyah dan beberapa hukum yang berkaitan dengannya. Semoga Alloh senantiasa memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat, membimbing kita untuk mengamalkan ilmu tersebut, mendakwahkannya, serta bersabar di dalamnya. Amiin Ya Robbal ‘Alamin.

Wallohu a’lam bis showab. Wa akhiru da’wana anil hamdu lillahi Rabbil ‘Alamin.

Disusun oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 QS Al Kautsar : 2
2 At Tafsir Al MukhtashorAs Shohih: 637
3 HR Bukhori Muslim
4 Al Mughni : 8/617
5 Fathul Bari : 10/3
6 Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamist Tasyriq : 71
7 HR Bukari Muslim
8 Fathul Bari : 10/8
9 HR. Bukhari
10 Ad Durorul Bahiyyah : 109
11 HR. Tirmidzi dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih
12 HR. Muslim
13, 17 HR Muslim
14 Lihat Majalis ‘Asyri Dzil Hijjah Wa Ayyamit Tasyriq : 78-79
15 HR Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud No. 2431
16 Fathul Bari :10/19
Back to top button