Akhlaq: Menyantuni Anak Yatim (Bagian Ketiga)

Bersedekah kepada Anak Yatim dan Orang-Orang Miskin

عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَتْ كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏”‏ تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ ‏”‏‏.‏ وَكَانَتْ زَيْنَبُ تُنْفِقُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ وَأَيْتَامٍ فِي حَجْرِهَا، قَالَ فَقَالَتْ لِعَبْدِ اللَّهِ سَلْ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَيْكَ وَعَلَى أَيْتَامِي فِي حَجْرِي مِنَ الصَّدَقَةِ فَقَالَ سَلِي أَنْتِ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم‏.‏ فَانْطَلَقْتُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم‏.‏ فَوَجَدْتُ امْرَأَةً مِنَ الأَنْصَارِ عَلَى الْبَابِ، حَاجَتُهَا مِثْلُ حَاجَتِي، فَمَرَّ عَلَيْنَا بِلاَلٌ فَقُلْنَا سَلِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَيَجْزِي عَنِّي أَنْ أُنْفِقَ عَلَى زَوْجِي وَأَيْتَامٍ لِي فِي حَجْرِي وَقُلْنَا لاَ تُخْبِرْ بِنَا‏.‏ فَدَخَلَ فَسَأَلَهُ فَقَالَ ‏”‏ مَنْ هُمَا ‏”‏‏.‏ قَالَ زَيْنَبُ قَالَ ‏”‏ أَىُّ الزَّيَانِبِ ‏”‏‏.‏ قَالَ امْرَأَةُ عَبْدِ اللَّهِ‏.‏ قَالَ ‏”‏ نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ ‏”‏‏.‏

Zainab, istri `Abdullah berkata, “Saya berada di masjid dan melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Hai wanita! Berikan sedekah kalian bahkan sekalipun dari perhiasan kalian.’ Zainab biasa menafkahi `Abdullah dan anak-anak yatim yang berada di bawah perlindungannya. Jadi dia berkata kepada `Abdullah, “Maukah kamu bertanya kepada Rasulullah ﷺ apakah cukup bagiku untuk mengeluarkan sebagian zakat untukmu dan anak-anak yatim yang berada di bawah perlindunganku?” Dia menjawab, “Maukah kamu sendiri bertanya kepada Rasulullah ﷺ?”

Zainab menambahkan : Jadi saya pergi ke Nabi dan saya melihat ada seorang wanita Anshar yang berdiri di pintu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan masalah yang sama seperti saya. Bilal melewati kami dan kami bertanya kepadanya, ‘Tanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apakah diperbolehkan bagi saya untuk menafkahkan (Zakat) untuk suami saya dan anak-anak yatim di bawah perlindungan saya.’ Dan kami meminta Bilal untuk tidak memberitahu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kami. Jadi Bilal masuk ke dalam dan bertanya kepada Nabi ﷺ tentang masalah kami.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Siapakah mereka berdua?” Bilal menjawab bahwa dia adalah Zainab. Nabi ﷺ berkata, “Zainab yang mana?” Bilal berkata, “Istri `Abdullah bin Mas’ud.” Nabi berkata, “Ya, cukup baginya dan dia akan menerima dua pahala (untuk itu) : Satu untuk membantu kerabat, dan yang lainnya untuk memberikan zakat.” (HR. Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 1000) [1]HR. Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 1000

Pahala Merawat Anak Yatim

Seorang wanita yang ditinggal wafat suaminya dan memiliki anak-anak darinya kemudian wanita ini mencurahkan perhatian kepada mereka, menanggung mereka, menafkahi mereka, berbuat baik kepada mereka, mendidik dan mengajari adab kepada mereka, maka ini adalah ladang pahala yang besar disisi Allah ta’ala karena telah merawat mereka.

Maka berkumpullah dua pahala baginya ; pertama, pahala shodaqoh bagi mereka sebagai anak-anak yatim dan ini bentuk taqarrub kepada Allah dengan amal sholih dan kedua, pahala menyambung silaturahim dan berbuat baik kepada mereka.

Dari Salman bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. An Nasai, no. 2583; Tirmidzi no. 658; Ibnu Majah, no. 1844. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Barangsiapa yang mampu menggabungkan dua sifat ini yatim dan kerabat lalu memberikan nafkah kepada mereka maka ini adalah sebuah perjalanan yang sukar lagi mendaki, apalagi jika hal ini terjadi di waktu kelaparan yang luar biasa. Allah berfirman :

فَلَا ٱقْتَحَمَ ٱلْعَقَبَةَ. وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا ٱلْعَقَبَةُ. فَكُّ رَقَبَةٍ. أَوْ إِطْعَٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ. يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ. أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ

“Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir”. (Al balad : 11-16)

Kasih Sayang Seorang Ibu kepada Anak-Anaknya

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ.

“Saya didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak gadisnya. Lalu saya memberikan makanan kepada mereka berupa tiga buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu kepada kedua anaknya, dan sebuah lagi diangkat lagi ke mulutnya. Namun kedua anaknya itu meminta kurma yang hendak dimakannya tersebut. Kemudian wanita tadi memotong buah kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua bagian, dan diberikan pada kedua anaknya.

Keadaan wanita itu membuat saya takjub. Maka saya beritahukan perihal wanita itu kepada Rasulullah ﷺ. Lantas beliau ﷺ pun bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya Surga karena perbuatannya, dan membebaskannya dari Neraka. [HR. Muslim no. 2630]

Dalam riwayat Bukhari : dari Aisyah radhiyallahu ‘anha istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengatakan:

جَاءَتْنِيْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ تَسْأَلُنِيْ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِيْ غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثْتُهُ، فَقَالَ: مَنْ يَلِي مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ شَيْئًا فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنْ النَّارِ

“Pernah ada seorang wanita bersama dengan dua anak perempuannya masuk menemui ku, ia meminta sesuatu kepadaku, namun aku tak mendapati sesuatu untuk diberikan kepadanya melainkan sebutir kurma. Maka, aku pun kemudian memberikan kurma tersebut kepada wanita tersebut, lalu ia membelah kurma tersebut menjadi dua dan memberikan kepada kedua anaknya masing-masing seluruhnya. Wanita tersebut tak sedikitpun mengkonsumsi kurma tersebut. Kemudian, wanita tersebut keluar. Lalu, Nabi masuk rumah, beliau beruluk salam kepada kami. Lalu, aku memberitahu beliau (tentang wanita tersebut). Lalu, beliau bersabda : “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu pada anak-anak perempuan lalu ia berlaku baik kepada mereka, maka mereka dapat menjadi penghalang yang menghalangi dari siksa Neraka”. (HR. Al-Bukhari, No.1418, 5995 dan Muslim, No.2629) [2]HR. Al-Bukhari, No.1418, 5995 dan Muslim, No.2629

Sabda Nabi : ”Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu pada anak-anak perempuan…”. Yaitu barangsiapa yang mau sebagai walinya, mau mengurusi anak-anak perempuan itu, memperhatikannya, mengurusnya dan menafkahinya. Disebutkan secara khusus anak wanita karena mereka adalah makhluk yang bengkok dan lemah. Dan dia secara umum termasuk yang mendapatkan apa-apa dari bagian anak-anaknya baik dari sisi perhatian, pendidikan dan kebaikan. Demikian pula anak-anak perempuan yang menjadi yatim, mereka berhak diperhatikan, dididik dan di nafkahi.

Termasuk pula dalam hal ini ada janda yang menanggung anak-anaknya yang yatim sebagaimana dalam riwayat ini. Oleh karena itu imam Bukhari membuat bab dalam kitabnya Adabul Mufrad : “Bab Keutamaan orang yang mengurusi anak yatimnya sendiri”. (Adabul Mufrad halaman 59)

Menjaga Harta Anak Yatim

Sungguh Allah telah memerintahkan agar menjaga harta anak yatim dan mewanti-wanti memasaknya dengan cara dhalim dan Allah mengurutkannya dengan azab yang pedih. Allah berfirman di dua tempat dalam Al Qur’an :

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”. (Al-An’am : 152 dan Al-Isra’: 34) [3]Al-An’am : 152 dan Al-Isra’: 34

Allah juga berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala ; neraka”. (An-Nisa : 10) [4]An-Nisa : 10

Tatkala ayat ini turun maka hal itu menjadikan berat bagi bagi para sahabat. Maka mereka pun memisahkan antara makanan mereka sendiri dengan makanan anak-anak yatim. Karena mereka takut dan khawatir jika makanan anak yatim itu termakan oleh mereka. Walaupun dalam keadaan ini, secara kebiasaan harta mereka telah tercampur dan ini memberatkan mereka sampai mereka bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bersambung insyaallah…

Referensi :

Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzahullahu ta’ala, halaman 120-123.

Diterjemahkan oleh Ahmad Imron Al Fanghony

Referensi

Referensi
1 HR. Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 1000
2 HR. Al-Bukhari, No.1418, 5995 dan Muslim, No.2629
3 Al-An’am : 152 dan Al-Isra’: 34
4 An-Nisa : 10
Back to top button