Yaumul Mizan Hari Ditimbangnya Amal Perbuatan
Harus menjadi keyakinan paten seorang mukmin bahwa, kelak besok di hari kiamat akan ada penimbangan amal perbuatan, yang mana semua amalan akan ditimbang dengan timbangan tersebut. al Mizan (timbangan) yang dimaksud menurut Syeikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
وَهُوَ لُغَةً: مَا تَقَدَّرُ بِهِ الأَشْيَاءُ خِفَّةً وثِقَلاً وَشَرْعاً: مَا يَضَعُهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِوَزْنِ أَعْمَالِ الْعِبَادِ
“Secara bahasa adalah alat yang dengannya terukur berat dan ringan sesuatu. Adapun al Mizan secara syar’i (di akherat) adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya.” [Syarah Lum’atul I’tiqaad, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal. 77]
oleh karena urgennya pembahasan ini dengan memohon pertolongan kepada Allah, kami ingin sedikit berkontribusi lewat buletin ini semoga bermanfaat. Selamat membaca !
DALIL-DALIL ADANYA AL MIZAN
Banyak sekali dalil yang menerangkan kepastian adanya al Mizan (timbangan) kelak di hari kiyamat diantaranya firman Allah ta’ala:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” [QS:Al-Anbiyaa : 47]
Syeikh Sholih Al Fauzan berkata,
وَهُوَ مِيْزَانٌ حَقِيْقِيٌّ لَهُ لِسَانٌ وَكَفَّتَانِ، وَهُوَ مِنْ أُمُوْرِ الآخِرَةِ نُؤْمِنُ بهِ كَمَا جَاءَ وَلاَ نَبْحَثُ عَنْ كَيْفِيَّتِهِ إِلاَّ عَلَى ضَوْءِ مَا وَرَدَ مِنَ النُّصُوْصِ. وَالْحِكْمَةُ فِيْ وَزْنِ الأَعْمَالِ إِظْهَارُ مَقَادِيْرِهَا لِيَكُوْنَ الجَزَاءُ بِحَسْبِهِ
“Timbangan tersebut adalah timbangan yang haqiqi, ia memiliki lisan (indikator ketepatan) dan dua anak timbangan. Hal ini termasuk perkara akhirat, maka kita mengimaninya sebagaimana adanya tanpa membagaimanakan kaifiyahnya kecuali dengan petunjuk nash (dalil). Adapun hikmah ditimbangnya amalan adalah untuk menampakkan ukuran berat amalan tersebut secara nyata agar supaya balasan atas amalan tersebut sesuai dengan apa yang diperbuat.” [Syarh Aqidah wasithiyah]
Allah juga berfirman,
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (102) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangan(kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam.” [QS: Al-Mu’minuun : 102-103].
Dua ayat di atas dan yang sejenis menerangkan kepada kita akan kepastian adanya timbangan yang digunakan untuk mengadili kita kelak.
APA SAJA YANG DITIMBANG ?
Yang akan ditimbang kelak ada tiga: amal perbutan, orang yang beramal dan catatan amal perbuatan.
- Amal perbuatan akan ditimbang. Berdasarkan hadits,
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” [Shahih al-Adab al-Mufrad, no. 204]
Hadits di atas secara tegas menjelaskan bahwa akhlak mulia berat timbangannya kelak di akherat, sedangkan akhlak seseorang terimplementasikan dari perbuatan seorang hamba. Dari sini diambil benang merah bahwa perbuatan hamba yang nota bene pahala/dosanya bersifat abstrak di dunia akan dihadirkan dalam bentuk real untuk ditimbang kelak pada hari kiamat. Allah berfirman,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ () وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” [QS. Al Zalzalah: 7-8]
- Pelaku perbuatan. Hal kedua yang juga ditimbang kelak adalah si pelaku amal perbuatan. Hal ini berdasarkan hadits :
إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah..
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). [HR. Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785]
Hadits di atas secara tekstual menegaskn bahwa badan orang yang beramal juga ditimbang. Namun hadits di atas juga menegaskan bahwa berat ringannya timbangan badan bukan karena besar kecilnya tubuh seseorang namun tergantung amalannya dahulu di dunia. Hal ini juga didukung riwayat bahwa ‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat betisnya kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apa yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” [As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 3192].
- Catatan (lembaran-lembaran) amal perbuatan. Berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah bithoqoh (kartu) yang di dalamnya terdapat kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.” [Shohih At Tirmidzi, no. 2639].
AMALAN YANG PAHALANYA BERAT DI TIMBANGAN
- Menunaikan segala macam kewajiban Syareat. Hal ini dikarenakan amalan yang paling Allah cintai adalah amalan yang bersifat wajib baru kemudian yang amalan-amalan sunnah. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Hal yang mana paling aku cintai tatkala hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengannya adalah amalan-amalan yang telah Aku wajibkan.” [HR. Bukhari, no. 6502]
- Mentauhidkan Allah. Berdasarkan hadits,
إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَفَلَكَ عُذْرٌ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فَيَقُولُ احْضُرْ وَزْنَكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ فَقَالَ إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ قَالَ فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ شَيْءٌ
“Sesungguhnya, Allah akan menempatkan seorang lelaki dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat. Akan dibentangkan padanya 99 lembaran (catatan amal keburukan), tiap-tiap lembaran seukuran sejauh pandangan mata. Kemudian Allah bertanya, “Apakah engkau mengingkari sesuatu dari lembaran (catatan amal keburukan) ini? Apakah para (malaikat) penulis–Ku al-Hafizhun (yang mencatat) menzhalimimu?”
Maka, hamba tadi menjawab, “Tidak wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah engkau memilik alasan?” Maka, hamba tadi menjawab, “Tidak wahai Rabb-ku.” Maka, Allah berfirman, “Benar, sesungguhnya di sisi Kami engkau memiliki satu kebaikan. Sesungguhnya pada hari ini engkau tidak akan dizhalimi. Kemudian, dikeluarkan sebuah bithaqah (selembar kartu) yang bertuliskan: Asyhadu alla ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah adalah hambaNya dan Rasul-Nya). Allah berfirman, “Datangkanlah timbanganmu.” Hamba tadi berkata, “Wahai Rabb-ku, apa (pengaruh) selembar kartu ini terhadap lembaran-lembaran ini.” Maka, Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizhalimi.” Rasulullah bersabda, “Maka, lembaran-lembaran itu diletakkan di atas satu daun timbangan, dan selembar kartu tersebut diletakkan di atas satu daun timbangan yang lain. Maka, menjadi ringanlah lembaran-lembaran (catatan amal keburukan)itu, dan beratlah selembar kartu tersebut. Maka, sesuatupun tidak berat ditimbang dengan nama Alah.” [Shohih At Tirmidzi, no. 2639].
- Akhlak yang mulia. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasllam- bersabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” [Shahih al-Adab al-Mufrad, no. 204]
- Tahlil, tasbih, tahmid dan takbir. Berdasarkan Sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-
بَخٍ بَخٍ لِخمسٍ ما أثقلَهُنَّ في الميزانِ : لا إلهَ إلَّا اللهُ ، وسبحانَ اللهِ ، والحمدُ للهِ ، واللهُ أكبرُ ، والولَدُ الصالِحُ ، يُتوَفَّى للمرْءِ المسلِمِ فيَحتَسِبُهُ
“Wah wah, betapa beratnya timbangan lima perkara berikut : laa ilaaha illallah, Subhanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar serta anak sholeh seorang muslim kemudian meninggal lalu orangtuanya bersabar mengharap pahala dari ujian tersebut.” [Shohih Al Jami’, no. 2817]
- Kesabaran seorang muslim ketika anaknya yang sholeh meninggal dunia. Berdasar hadits pada point (d) di atas.
- Kalimat thoyyibah ringan di lisan berat di timbangan. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasllam- bersabda,
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” [HR. Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694].
- Banyak diam (bila yang akan dia katakan tidak mengandung kebaikan). Nabi –shallallahu ‘alaihi wasllam- bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ ، ” أَلا أَدُلُّكَ عَلَى خَصْلَتَيْنِ ، هُمَا أَخَفُّ عَلَى الظَّهْرِ ، وَأَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ غَيْرِهِمَا ؟ ” ، قَالَ : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : ” عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْخُلُقِ وَطُولِ الصَّمْتِ ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ مَا عَمِلَ الْخَلائِقُ بِمِثْلِهِمَا ”
“Wahai Abu Dzar maukah engkau aku tunjukkan dua perangai, keduanya ringan di punggung namun paling berat di timbangan (akherat) dari selainnya ? Abu Dzar menjawab : “Tentu wahai Rasulallah”. Beliau bersabda : “Berakhlaklah yang baik dan perbanyaklah diam, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, (kebanyakan) makhluk tidak bisa (susah) melakukan keduanya.” [Majma’ Az Zawaid 8/25]
- Menyolatkan dan menghantarkan jenazah ke pekuburan. Nabi –shallallahu ‘alaihi wasllam- bersabda,
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dishalatkan, maka dia memperoleh satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikannya hingga dikuburkan, maka dia memperoleh dua qirath,”.kemudian Beliau ditanya: “Apa yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab,”Seperti dua gunung yang besar.” [HR Muslim, no. 945].
Kesimpulan
Dari sekelumit pembahasan yang kami sajikan di atas dapat kita simpulkan bahwa,
- Mengimani adanya al Mizan (timbangan) amal para hamba adalah wajib.
- Kelak yang akan ditimbang pada hari kimat ada tiga: amal perbuatan, orang yang berbuat dan lembaran catatan amal.
- Diantara amalan yang berat timbangannya di hari kiyamat adalah : Tauhid, amal-amal yang wajib, akhlak yang mulia, kalimat thoyyibah dan dzikir, sabar ketika anak sholehnya wafat, banyak diam karena menhindari perkataan yang tidak baik dan mengiringi jenazah.
Demikian semoga Allah menjadikan amalkebaikan kita kelak di al Mizan berat timbangannya.
Allah a’lam bisshowwob
Ibnu ram 130217