Mengenal Lebih Dekat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha
Suaminya adalah seorang Nabi, ayah dan ibunya adalah orang-orang yang pertama-tama masuk Islam, keluarganya adalah keluarga muslim pertama dalam sejarah, dan pernah mendapatkan pembelaan langsung dari Allah ketika nama baiknya dirusak orang-orang munafik, dia adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
:: Mengapa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha?
Istri-istri Nabi, semuanya adalah orang-orang yang mulia dan terhormat, namun orang-orang munafik di zaman Nabi berusaha keras merusak nama baik ‘Aisyah dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan dan fitnah-fitnah.
Orang-orang munafik ketika merusak nama baik ‘Aisyah, sebenarnya mereka memiliki tujuan utama, yaitu:
- Dengan merusak nama baik ‘Aisyah, secara tidak langsung nama baik Nabi Muhammad juga akan rusak, dan jika nama baik Nabi rusak maka dengan sendirinya agama Islam juga rusak.
- Dengan merusak nama baik ‘Aisyah, secara tidak langsung syari’at Islam juga akan rusak. Karena ‘Aisyah menghafal dan meriwayatkan hadits-hadits Nabi dalam jumlah yang sangat banyak.
Hingga disebutkan dalam kitab ‘Fathul Bari’ bahwa seperempat ajaran Islam, diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Sedangkan kita tahu bahwa salah satu sumber ajaran Islam adalah hadits. Jika ‘penghafal hadits’ dirusak nama baiknya, maka hadits-hadits yang disampaikannya juga akan rusak, sehingga, ajaran Islam juga rusak.
Inilah sebenarnya yang diinginkan orang-orang munafik ketika mereka merusak nama baik ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Meskipun demikian, ‘usaha’ orang-orang munafik itu sia-sia saja. Allah berfirman:
إِنَّ الذينَ جاءُوْ بالإِفْك عُصْبَةٌ مِنْكُم لا تَحْسبُوه شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُو خَيرٌ لَكُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu.” [An-Nuur, 11]
Dan inilah diantara alasan kenapa kita sangat butuh kepada riwayat hidup ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang penuh dengan kemuliaan dan kehormatan, tidak seperti yang ‘dituduhkan’ orang-orang munafik dan orang-orang yang mengikuti orang-orang munafik dari zaman ke zaman.
:: Hukum Menghina ‘Aisyah dan Menuduhnya Berselingkuh
Menghina orang yang beriman adalah perbuatan fasik, dosa besar, terlebih lagi yang dihina adalah istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu dosanya jauh lebih besar dari menghina orang yang beriman secara umum.
Hingga ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa menghina ‘Aisyah, menuduhnya berselingkuh, seperti yang dituduhkan orang-orang munafik di zaman dahulu, dia kafir dengan sebab tuduhannya itu. Ibnu ‘Abidin rahimahullah berkata:
“Adapun menuduh ‘Aisyah berselingkuh, maka (tuduhan semacam ini) adalah kekafiran, tanpa adanya perbedaan pendapat ulama.”
Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah berkata:
“Siapa yang menuduh ‘Aisyah dengan suatu tuduhan yang telah Allah bersihkan ‘Aisyah dari tuduhan itu, maka dia kafir, tanpa ada perbedaan pendapat ulama, dan tidak hanya satu ulama telah menyatakan adanya kesepakatan tentang hal ini, dan tidak hanya satu ulama telah menegaskan hukum ini.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Umat Islam telah sepakat akan kafirnya orang yang menuduh ‘Aisyah berselingkuh.”
Imam Ibnu Katsir juga mengatakan hal yang sama dengan ulama-ulama sebelumnya, dan menjelaskan bahwa, sebab kafirnya orang yang menuduh ‘Aisyah berselingkuh adalah karena orang tersebut sama saja menolak ayat Al-Quran yang menerangkan kebohongan tuduhan itu.
:: Sebutan (Kunyah) ‘Aisyah Radhiyallhu ‘anha:
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha memiliki sebutan lain, yang di dalam bahasa ‘Arab diistilahkan dengan ‘Kunyah’, dan sebutan ‘Aisyah adalah Ummu ‘Abdillah. Sebutan ini berasal dari Nabi Muhammad, ketika ‘Aisyah meminta kepada beliau untuk memberinya ‘kunyah’ atau sebutan sebagaimana istri-istri yang lain. Lalu Nabi memberinya kunyah (sebutan) Ummu ‘Abdillah.
:: Julukan-julukan (Laqab) ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha
‘Aisyah juga memiliki julukan-julukan yang menunjukkan kemuliaan dan kehormatannya;
- Ummul Mukminin (Ibundanya orang-orang yang beriman)
Yang sangat menakjubkan adalah sebutan ini didapatkan langsung dari Allah, yaitu ketika Allah berfirman:
وَ أَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُكُم
“Dan istri-istrinya (istri Nabi Muhammad) adalah ibu-ibu kalian (orang-orang yang beriman).” [QS. Al-Ahzab, 6]
Ini adalah julukan ‘Aisyah yang paling terkenal, dan istri-istri Nabi yang lainnya juga dijuluki dengan julukan ini.
- Habibatu Rasulillah (Wanita yang sangat dicintai Rasulullah)
Suatu ketika Nabi ditanya: “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Nabi menjawab: “’Aisyah”. [HR. Bukhari Muslim]
‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya dia (‘Aisyah) adalah ‘Habibatu Rasulillah’ (wanita yang sangat dicintai Rasulullah).”
- Al-Mubarra-ah (Wanita yang dibersihkan dari tuduhan)
Julukan ini berasal dari ayat Al-Qur’an yang berisi pembelaan Allah kepada ‘Aisyah yang saat itu dituduh berselingkuh oleh orang-orang munafik. Yaitu firman Allah:
وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ
“Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula), mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu), bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” [An-Nuur, 26]
Di dalam ayat ini ada sebuah celaan bagi orang-orang yang menuduh ‘Aisyah saat itu, dan pujian bagi orang-orang yang membantah tuduhan-tuduhan itu. [Fathul Qadir, Imam Syaukany]
Hingga, salah seorang perawi hadits yang bernama ‘Masruq’, setiap kali meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah, masruq mengatakan: “Telah menyampaikan hadits kepadaku: ‘Ash-Shiddiqah (‘Aisyah) binti Ash-Shiddiq (Abu Bakar), Habibatu Habibillah (Nabi Muhammad), Al-Mubarra-ah.”
- Ath-Thayyibah (Wanita yang baik)
Allah telah memberi persaksian akan kesucian ‘Aisyah melalui firman Nya:
وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ
“Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula), mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu), bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” [An-Nuur, 26]
- Ash-Shiddiqah (Wanita yang sangat jujur)
Imam Masruq, Hakim dan Ibnu Hajar memberi julukan kepada ‘Aisyah dengan Ash-Shiddiqah.
- Al-Humairaa’
Nabi pernah memanggil ‘Aisyah dengan mengatakan: “Wahai Humairaa’”, dan kata ‘Humairaa’ berasal dari kata ‘Ahmar’ yang artinya ‘merah’. Namun, bukan berarti kulit ‘Aisyah warnanya merah, akan tetapi maksudnya adalah kulit ‘Aisyah berwarna putih yang bercampur dengan warna kemerahan. Dan warna seperti ini adalah warna yang paling indah. Dan orang Arab biasa menggunakan kata ‘merah’ untuk mengungkapkan warna putih pada kulit.
- Al-Muwaffaqah (Wanita yang diberi hidayah)
Nabi juga pernah memanggil ‘Aisyah dengan mengatakan: “Wahai Muwaffaqah.” Berdasarkan hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzy, dan sanad haditsnya dinilai shahih oleh syaikh Ahmad Syakir.
:: Mengenal Beberapa Keluarganya
Ayahnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, khalifah pertama, sekaligus yang pertama masuk Islam, sedangkan ibunya adalah Ummu Ruman radhiyallahu ‘anha.
‘Aisyah memiliki beberapa saudara, yaitu ‘Abdurrahman, ‘Abdullah, Asma’, Ummu Kultsum, dan Muhammad.
Semua bibinya adalah ‘shahabiyat’ (wanita yang bertemu dengan Nabi, beriman kepada Nabi dan meninggal di atas iman), yaitu Ummu ‘Amir, Quraibah dan Ummu Farwah.
:: Lahir di Masa Islam di Tengah-tengah Keluarga Muslim
‘Aisyah lahir di Mekah, sekitar empat atau lima tahun setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang Nabi. Keistimewaan dari ‘Aisyah dalam hal ini adalah beliau lahir di masa Islam, bukan di masa Jahiliyah, sehingga ‘Aisyah tidak pernah mengalami masa jahiliyah.
Selain itu, ‘Aisyah dilahirkan dari dua orang muslim yang termasuk orang-orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, yaitu Abu Bakar dan Ummu Ruman. Sehingga keluarga di mana ‘Aisyah lahir dan tumbuh berkembang adalah ‘keluarga muslim pertama’.
:: Ibadahnya
Jika kita membaca riwayat yang menceritakan tentang ibadah ‘Aisyah Ummul Mu’minin, niscaya tanpa ragu sedikitpun kita akan mengatakan bahwa ‘Aisyah adalah ‘ahli ibadah.
Dan berikut ini beberapa contohnya:
Salah satu keponakan ‘Aisyah yang bernama Al-Qasim menceritakan: “Aku punya kebiasaan jika keluar rumah aku mulai dengan mendatangi rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, aku beri salam kepadanya. Pada suatu hari, aku keluar rumah, ternyata ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sedang berdiri, shalat sunnah dan membaca firman Allah surat Ath-Thur, 28:
فَمَنَّ اللهُ عَلَيْنا و وَقَانا عَذابَ السَّمُوم
Sambil berdoa dan menangis, mengulang-ulanginya. Aku berdiri menunggu ‘Aisyah selesai shalat, hingga aku sendiri kelelahan, lalu aku pergi ke pasar untuk keperluanku, kemudian aku kembali dari pasar, ternyata ‘Aisyah masih berdiri seperti sebelumnya, shalat sambil menangis.”
[Dari kitab yang berjudul “‘Aisyah Ummul Mukminin”, sebuah ‘ensiklopedi’ yang khusus membahas ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang asalnya adalah kumpulan beberapa karya ilmiah terkait dengan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang diterbitkan yayasan ‘Ad-Durar As-Saniyyah’, Saudi]Oleh : Fajri NS