Bersegera Waqaf
Bersegera Waqaf
Sebagian manusia mengakhirkan sedekahnya dengan niat sebagai amalan yang mendekatkan diri kepada Allah untuk bekal setelah kematiannya, sehingga ia menjadikannya sebagai wasiat yang akan ditunaikan oleh penerima wasiat tersebut setelah kematiannya, hal ini meskipun suatu bentuk kebaikan yang besar, hanya saja waqaf pada saat masih hidup lebih utama karena beberapa hal :
- Bahwasanya hal tersebut adalah perbuatan Nabi sholallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia radhiyallahu anhum, yang mana waqaf itu dilakukan pada waktu mereka masih hidup, dan barang siapa yang merenungi sunnah dan siroh perjalanan hidup Nabi sholallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia maka akan mendapatkan realita yang menggambarkan bersegeranya Nabi sholallahu alaihi wa sallam dan para sahabat untuk berwaqaf pada saat mereka masih hidup.
- Sesungguhnya bersegera untuk berwaqaf merupakan suatu bentuk bersegera memenuhi panggilan Allah yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan ridho Allah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman :
.( طه : 84 ) (وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ)
Artinya : “ dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku).” ( QS Thoha : 84 ).
Dan bersegera untuk waqaf juga termasuk bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan, sebagaimana Allah telah berfirman :
.( آل عمران : 133) ( وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ )
Artinya : “ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa “. (Ali Imran : 133).
- Sesungguhnya waqaf yang ditunaikan ( pada waktu masih hidup ) pahalanya lebih besar karena pewaqaf ia bersedekah dalam keadaaan berjihad melawan hawa nafsunya untuk mencurahkan apa yang ia miliki dalam keadaan cinta kepada harta dan sangat menginginkan untuk memperolehnya. Dan sedekah dalam keadaan ini termasuk sebaik – baiknya sedekah, sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata : “ Seseorang datang kepada Nabi sholallahu alihi wa sallam, kemudian berkata : “ Wahai Rasulullah sedekah apa yang paling besar pahalanya ? Beliau menjawab : Engkau bersedekah dalam keadaan dalam keadaan sehat, kikir, takut fakir dan ingin kaya, dan janganlah menunda sehingga apabila ajal telah sampai pada tenggorokan engkau berkata : ini untuk si fulan, dan ini untuk si fulan, padahal harta tersebut telah menjadi milik orang lain. ( HR. Bukhori dan Muslim ).
- Waqaf yang ditunaikan ( Pada waktu masih hidup ) pahala akan diperoleh semenjak ditunaikannya waqaf tersebut, maka lebih besar dan lebih banyak pahalanya dari pada waqaf yang digantungkan pelaksanaannya setelah meninggal dunia.
- Waqaf yang ditunaikan ( Pada waktu masih hidup ) lebih besar manfaatnya untuk makhluk dari pada waqaf yang digantungkan pelaksanaannya setelah meninggal dunia. Betapa banyak masjid yang digunakan untuk sholat, para faqir diberi makan, penuntut ilmu mendapat pelajaran, orang sakit memperoleh pengobatan, anak yatim yang diasuh apabila waqaf ditunaikan pada waktu pewaqaf masih hidup sebelum meninggal dunia.
- Waqaf yang ditunaikan ( Pada waktu masih hidup ) dilihat oleh pewaqaf, sehingga hatinya merasa bahagia dan gembira atas kebaikan dan apa yang ia usahakan.
- Seseorang tatkala dalam keadaan lapang dan kaya, maka lebih utama baginya untuk bersegera karena ia tidak tahu apa yang akan menimpanya pada waktu yang akan datang, bisa jadi berubah keadaannya ia menjadi orang yang tidak mampu. Bahkan terkadang bersegera untuk waqaf termasuk sebab kecukupan dan kekayaan dalam memenuhi kebutuhannya tatkala waqaf tersebut atau sebagiannya disyaratkan untuk dirinya dan orang yang keadaan hidupnya sangat membutuhkannya, dan pewaqaf berhak untuk menyegerakan hasilnya untuk dirinya atau disyaratkan hal tersebut tatkala ia membutuhkan. Anas bin malik telah mewaqafkan sebuah rumah di Madinah, sehingga tatkala berhaji dan melewati Madinah beliau singgah di rumah tersebut.
- Waqaf yang ditunaikan langsung pada waktu pewaqaf masih hidup lebih maslahat dan bermanfaat, ia dapat mengaturnya sesuai dengan keinginannya, dan waqaf yang diwakilkan kepada orang lain perhatiannya tidak sama dengan perhatian pemilik waqaf, bahkan terkadang waqaf tersebut terlambat ditunaikan apabila yang diwakilkan melaksanakannya sesuka hati dan beranggapan yang penting kewajiban terlaksanakan, terlebih lagi terkadang amanah tersebut diabaikan dan disia–siakan yang mana itu merupakan tabiat orang yang menerima wasiat, kecuali orang yang dirohmati Allah, bahkan meskipun seandainya yang mendapatkan wasiat tersebut adalah anak pewaqaf yang merupakan manusia yang paling ia cintai. Dan barangsiapa yang merenungi realita ini maka ia akan mendapatkan hal tersebut.
Diambil dari kitab ( “الوقف حكم وأحكام” ) Waqaf Ditinjau Dari Hikmah Dan Hukumnya ( Syaikh Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Ibrahim Al Awiid, Pengajar kuliah syariah di Jami’ah Qasim).
Diterjemahkan oleh : Ust. Beni Setyawan S.Ag.
( Pesantren ”Al Ukhuwah” Joho Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kamis, 01 Desember 2016 M ).