Muliakanlah Gurumu
Adab Penuntut Ilmu Kepada Guru
Adab adalah prioritas, terlebih kepada seorang guru yang telah berjasa dalam kehidupan seorang penuntut ilmu. Dengannya seorang penuntut ilmu sukses dan mendapatkan keberkahan dari ilmu yang dipelajari. Sehingga harus diperhatikan bagaimanakah adab seorang murid kepada gurunya ?
Diantara adab seorang murid kepada gurunya yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Mengambil ilmu dari guru yang berilmu, beraqidah lurus dan berakhlaq mulia.
Memilih seorang guru sangatlah penting karena sangat berpengaruh dalam mewarnai keyakinan, akhlak dan tingkah laku muridnya. Seorang ulama tabi’in Muhammad bin Sirin berkata:
إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.” (HR. Muslim). [1]HR. Muslim
Artinya, janganlah kamu mengambil ilmu agama dari sembarang orang, kecuali orang yang telah kamu yakini keahlian dan kepantasannya untuk menjadi tempat mengambil ilmu. (Imam al-Munawi, Faidhul Qadîr , 2/545). [2]Imam al-Munawi, Faidhul Qadîr , 2/545
Terutama di zaman sekarang ini banyak penceramah, tetapi sangat sedikit sekali orang yang benar-benar berilmu, sebagaimana sahabat yang mulia Abdullah bin mas’ud pernah berkata di hadapan murid-muridnya para Tabi’in, “Sesungguhnya kalian (saat ini) berada di zaman yang banyak terdapat orang-orang yang (benar-benar) berilmu, tapi sedikit yang pandai berkhutbah atau berceramah, dan akan datang setelah kalian nanti suatu jaman yang (pada waktu itu) banyak orang yang pandai berceramah tapi sedikit orang yang (benar-benar) berilmu. (Imam al-Bukhari, al-Adabul Mufrad, 789). [3]Imam al-Bukhari, al-Adabul Mufrad, 789
2. Menghormati dan memuliakan guru.
Guru adalah orang tua yang harus dihormati dan di muliakan, karena memuliakannya adalah bentuk memuliakan ilmu yang menjadi kunci keberhasilan dalam menuntut ilmu, sehingga janganlah seperti orang yang tidak mengetahui hak seorang guru. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَم ْيُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami). [4]HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami
Para sahabat adalah sebaik-baik contoh bagaimana seorang penuntut ilmu beradab memuliakan gurunya, sebagaimana sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنَّا جُلُوْساً فِيْ المَسْجِدِ إِذْ خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ فَجَلَسَ إِلَيْنَا فَكَأَنَّ عَلَى رُؤُوْسُنِا الطَيْر لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari). [5]HR. Bukhari
Demikian pula contoh suri teladan dari Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu berkata,
هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا
“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”. (Tadzkiratus sami wal mutakallim : 41). [6]Tadzkiratus sami wal mutakallim : 41
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
مَا كَانَ إِنْسَانٌ يَجْتَرِئُ عَلَى سَعِيْدِ بْنِ المُسيّب يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ حَتَّى يَسْتَأْذِنَهُ كَمَا يَسْتَأْذِنُ الأَمِيْرَ
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”. (Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi : 1/400) [7]Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi : 1/350
Ar-Rabi’ bin Sulaiman juga berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”. (Sunan Kubra Al Baihaqi : 552)
Al Imam As Syafi’i berkata,
كُنْتُ أُصَفِّحُ الوَرَقَةَ بَيْنَ يَدَي مَالِكٍ صَفْحًا رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلَا يَسْمَعُ وَقْعَهَا
“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”. (Al majmu’ : 1/36) [8]Al majmu’ : 1/36
3. Rendah hati dan sopan.
Seorang penuntut ilmu harus rendah hati dan tidak sombong kepada gurunya karena beliau yang telah berjasa besar mengajarkan ilmu dan akhlaq kepadanya. Sikap rendah hati merupakan sebab untuk mendapatkan ilmu. Sebagaimana seorang penyair berkata :
العِلْمُ حَرْبٌ لِلفَتَى المُتَعَالِي كَالسَّيْلِ حَرْبٌ لِلْمَكَانِ العَالِي
Ilmu itu tidak mungkin mencapai seseorang yang sombong, sebagaimana air tidak mungkin meluncur ke tempat yang tinggi. (Hilyah Tholibul ilmi : 24). [9]Hilyah Tholibul ilmi : 24
Dan diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
تَوَاضَعُوْا لِمَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْه
“Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”. (Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi : 1/350) [10]Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi : 1/350
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5). [11]QS. Al Hujurat: 5
4. Menjaga adab di majalis ilmu dengan bersikap santun.
Majelis Ilmu adalah salah satu teman surga yang harus dimuliakan, sebagaimana Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Jika kalian melewati taman syurga maka berhentilah. Mereka bertanya,”Apakah taman syurga itu?” Beliau menjawab,”Halaqoh dzikir (majlis Ilmu). (Riwayat At Tirmidzi dan dishahihkan Syeikh Salim bin Ied Al Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar 4/4). [12]Riwayat At Tirmidzi dan dishahihkan Syeikh Salim bin Ied Al Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar 4/4
Ahmad ibn Sinan rahimahullah menggambarkan apa yang beliau lihat di majelis ilmunya Abdurrahman ibn Mahdi. Beliau menuturkan:
“Di majelisnya Abdurrahman, mereka tidak ada yang saling bicara, tidak ada yang menyerut pena, tidak ada seorang pun yang tersenyum, tidak ada seorang pun yang berdiri. Kepala mereka semua seakan-akan terdapat burung atau seakan-akan sedang shalat (gambaran saking tenangnya). Jika beliau melihat seseorang dari mereka ada yang tersenyum atau bicara (becanda atau ngobrol), maka beliau segera memakai sendalnya dan pergi meninggalkan majelis.” (Imam adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala 9/201-202). [13]Imam adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala 9/201-202
Syaikh Sholeh Al Ushaimi berkata :
“Wajib bagi seorang penuntut ilmu mengetahui hak – hak majelis ilmu , maka ia duduk dengan adab seorang penuntut ilmu, mendengar penjelasan guru dengan melihat kepadanya, maka ia tidak berpaling (menoleh) darinya kecuali kalau ada kebutuhan atau darurat, tidak banyak gerak karen akegaduhan yang didengar, tidak bermain dengan kedua tangan dan kakinya, tidak bersandar sedangkan gurunya ada, tidak bersandar /bertelekan dengan tangannya, tidak banyak berdehem dan bergerak, tidak berbicara denga teman disampingnya, apabila bersin merendahkan suaranya, dan apabila menguap menutup mulutnya setelah ia menolaknya dengan segenap kemampuan.” (Khulashoh Ta’dhim ilmi : 44). [14]Khulashoh Ta’dhim ilmi : 44
5. Sabar atas sifat kasar atau ketegasan seorang guru.
Allah Ta’ala berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” ( QS. Al Kahfi:28 ). [15]QS. Al Kahfi:28
Dan termasuk bersabar yang terbaik adalah bersabar bersama para guru kita ahli ilmu untuk menimba ilmu dari mereka .
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan,
اصْبِرْ عَلَى مُرٍّ مِنْ الجَفَا مُعَلَم
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru“
فَإِنَّ رُسُوْبَ العِلْمِ فِيْ نُفْرَاتِهِ
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Seorang penyair berkata :
“Barangsiapa tidak tahan merasakan kehinaan sesaat, Maka dia melalui seluruh hidupnya dalam keadaan hina“.
“Barangsiapa tidak sabar menghadapi kehinaan ketika belajar, maka sepanjang hidupnya tetap dalam kebodohan. Dan barangsiapa yang sabar menghadapinya, maka dia akan mendapat kemuliaan di dunia dan akhirat.”
6. Selalu mendoakan dengan kebaikan.
Termasuk orang yang paling berjasa dalam hidup kita adalah para guru, sehingga kita pun dianjurkan untuk membalas kebaikan mereka semampu kita, salah satunya adalah dengan senantiasa mendoakan kebaikan untuk dunia dan akhirat mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ أَتَى إِليْكُم مَعْروفاً فَكَافِئُوه فَإِنْ لَمْ تَجِدوا فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى يَعلَمَ أن قَد كَافَئْتُمُوه
“Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah dengan balasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.”(HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no. 216). [16]HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no. 216
Ibnu Jama’ah rahimahullah menjelaskan:
وَيَنْبَغِيْ أَنْ يَدْعُوَ لَهُ مُدَّةَ حَيَاتِهِ وَيَرْعَى ذُرِّيَتَهُ وَأَقَارِبَهُ وَأودّاءه بَعْد وَفَاتِهِ
“Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunya sepanjang waktu. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat” (Tadzkirah Sami’ hal. 91). [17]Tadzkirah Sami’ hal. 91
Semoga kita mendapatkan keberkahan dari ilmu yang telah dipelajari dengan senantisa menjaga adab seorang penuntut ilmu terhadap gurunya. Aamiin.
Disusun Oleh Hanif Beni Setyawan, M.H
Artikel Alukhuwah.Com
Referensi
1 | HR. Muslim |
---|---|
2 | Imam al-Munawi, Faidhul Qadîr , 2/545 |
3 | Imam al-Bukhari, al-Adabul Mufrad, 789 |
4 | HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami |
5 | HR. Bukhari |
6 | Tadzkiratus sami wal mutakallim : 41 |
7, 10 | Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi : 1/350 |
8 | Al majmu’ : 1/36 |
9 | Hilyah Tholibul ilmi : 24 |
11 | QS. Al Hujurat: 5 |
12 | Riwayat At Tirmidzi dan dishahihkan Syeikh Salim bin Ied Al Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar 4/4 |
13 | Imam adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala 9/201-202 |
14 | Khulashoh Ta’dhim ilmi : 44 |
15 | QS. Al Kahfi:28 |
16 | HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no. 216 |
17 | Tadzkirah Sami’ hal. 91 |