Akhlaq: Kasih Sayang Kepada Anak-Anak bagian Pertama

Agama Islam adalah agama kasih sayang. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang penuh dengan kasih sayang. Allah berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنٰاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعٰالَمِيْنَ

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia”. (Al Anbiya : 107) [1]Surat Al Anbiya: 107

Di dalam riwayat Muslim Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَنَا مُحَمّدٌ ، وَ أَحْمَدُ ، وَ المُقَفِّي ، وَ الحَاشِرُ ، وَ نَبِيُّ التَّوْبَةِ، وَ نَبِيُّ الرَّحْمَةِ

“Aku Muhammad, Ahmad, Al Muqaffi, Al Hasyir, Nabiyyur Rahmah, Nabiyyut Taubah”. (HR. Muslim 2355) [2]HR. Muslim 2355

Dan dalam riwayat Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di sayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di langit”. (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925) [3]HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925

Dalam shahihain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabada :

إِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang”. (HR Bukhori no. 1284, 6655, 7377, 7448 dan Muslim no. 923) [4]HR Bukhori no. 1284, 6655, 7377, 7448 dan Muslim no. 923

Dalam shahihain juga, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhori no. 5997 dan Muslim no. 2318) [5]HR. Bukhori no. 5997 dan Muslim no. 2318

Kasih sayang Islam adalah kasih sayang yang menyeluruh dan mencakup seluruh alam.

Pembicaraan kita kali ini adalah terkait tentang salah satu hal yang penting dan perkara besar dari bab kasih sayang, yaitu kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Sifat kasih sayang adalah asas dan pondasi sifat kedua orang tua. Sifat ini juga menjadi acuan dan porosnya pendidikan orang tua kepada anak-anaknya. Apabila kasih sayang ini ada pada para ayah dan ibu, maka akan bermunculan kebaikan-kebaikan, teraihnya keberkahan, terwujudnya maslahat-maslahat dan manfaat-manfaat yang besar.

Baik secara baktinya anak, kesetiaan anak, kebaikan anak dan keistiqomahan anak diatas ketaatan-ketaatan kepada Allah dengan izin Allah Robb langit dan bumi. Namun jika kasih sayang ini dicabut dari orang tua, maka akan terjadi kesengsaraan, kekerasan, anak-anak akan terpecah belah dan akan menyebar sifat kasar dan keras hati.

Di dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لاَ تُنْزَعُ الرَّحْمَةُ إِلاَّ مِنْ شَقِيٍّ

“Tidaklah sifat kasih sayang dicabut kecuali dari orang yang keras hati”. (HR. Abu Dawud no. 4942 dan Tirmidzi no. 1923 dan di hasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala) [6]HR. Abu Dawud no. 4942 dan Tirmidzi no. 1923 dan di hasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala

Di dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa apabila sifat kasih sayang dicabut maka akan menghasilkan kesengsaraan dan sebab kehalalannya (perkara-perkara disebabkan kesengsaraan). Oleh karena itu perkara yang besar dalam bab mengajari adab dan mendidik anak adalah di dasarkan kepada sifat kasih sayang, belas kasih, santun, lemah lembut dan berbuat baik kepada anak-anak. Ini adalah pilar dan penopang yang besar serta dasar dan pondasi yang kuat yang mau tidak mau harus ada dalam dunia pendidikan.

Dalam kisah dari ‘Aisyah semoga Allah meridhoinya, ia berkata :

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

“Datang seorang arab badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki? Kami tidak mencium mereka”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat atau kasih sayang dari hatimu”. (HR. Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317) [7]HR. Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan :

قَبَّلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ، وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيميُّ، جَالِسًا فَقَالَ الأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الْولَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencium cucunya, Al-Hasan bin ‘Ali di dekat Al-Aqra’ bin Haabis At-Tamimi yang sedang duduk. Lalu Al-Aqra’ mengatakan, “Sungguh aku memiliki 10 orang anak, namun aku tidak pernah mencium salah seorang pun dari mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menatapnya lalu bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhori no. 5997 dan Muslim no. 2318) [8]HR. Bukhori no. 5997 dan Muslim no. 2318

Sesungguhnya mencium anak-anak, bersikap lembut, memeluk, menggendong dan bermain dengan anak-anak adalah termasuk sikap kasih sayang kepada mereka. Hal ini juga bagian dari memberikan rasa gembira ke dalam hati dan sanubari mereka. Sehingga sifat ini memiliki tempat (keutamaan) dalam Islam.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu telah mengisahkan :

دَخَلْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَبِي سَيْفٍ الْقَيْنِ وَكَانَ ظِئْرًا لِإِبْرَاهِيمَ فَأَخَذَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِبْرَاهِيمَ فَقَبَّلَهُ وَشَمَّهُ

“Kami  pergi bersama Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam menuju rumah Abu Saif Al-Qayyin (sang pandai besi).  Dia ini adalah bapak susu Ibrahim (karena istri Abu Saif menyusui putra Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengambil Ibrahim, lalu menciumnya dengan mulut (bibir) dan hidung beliau.” (HR. Bukhari no. 1303) [9]HR. Bukhari no. 1303

عَنِ البَرَّاءِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ رَسوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعًا الحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ عَلَى عَاتِقِهِ، وَهُوَ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ إنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ.

Dari Al barra’ radhiyaallahu ‘anhu, beliau berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan Al Hasan bin Ali diatas pundaknya, lalu beliau berdoa : “Ya Allah sesungguhnya aku menyayanginya, maka sayangilah dia”. (HR. Bukhari no. 3749 dan Muslim no. 2322) [10]HR. Bukhari no. 3749 dan Muslim no. 2322

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pernah bertutur juga :

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِى عَوَالِى الْمَدِينَةِ فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ ثُمَّ يَرْجِعُ. قَالَ عَمْرٌو فَلَمَّا تُوُفِّىَ إِبْرَاهِيمُ قَالَ رَسوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ إِبْرَاهِيمَ ابْنِى وَإِنَّهُ مَاتَ فِى الثَّدْىِ وَإِنَّ لَهُ لَظِئْرَيْنِ تُكَمِّلاَنِ رَضَاعَهُ فِى الْجَنَّةِ

“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih penyayang kepada anak-anak melebihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dahulu Ibrahim disusukan di suatu daerah yang bernama ‘Iwal Madinah (daerah perbukitan yang letaknya lebih kurang 10 km dari masjid Nabawi). Suatu hari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pergi menjenguknya dan kami pun bersama beliau. Lalu beliau masuk ke rumah tersebut dan pada saat itu benar-benar banyak asap sebab suami ibu susu ini adalah seorang pandai besi. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil Ibrahim, menciumnya, dan kemudian pulang. ‘Amr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Ketika Ibrahim wafat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sesungguhnya Ibrahim adalah putraku. Sesungguhnya dia telah wafat di usia masih disusui (belum genap usia dua tahun dan makanan pokoknya masih ASI). Sesungguhnya kelak akan ada dua orang (wanita) yang akan menggenapkan susuannya di Surga.” (HR. Muslim no. 2316) [11]HR. Muslim no. 2316

Dari Ibnu Umar radhiyaallahu ‘anhuma beliau berkata : Aku pernah mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

هُمَا رَيْحَانَتَايَ مِنَ الدُّنْيَا. رواه البخاري

“Keduanya (Al-Hasan dan Al-Husain) adalah dua buah tangkai bungaku di dunia.” (HR. al-Bukhari no. 3753, 5994) [12]HR. al-Bukhari no. 3753, 5994

Perkataan orang Badui : “Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki? Kami tidak mencium mereka”. Dia mengatakan ini disebabkan karena heran dan takjub dari apa yang dia lihat dengan adanya manusia yang mencium anak-anak. Sehingga dia pun bertanya terkait hal ini dan memberitahukan keadaannya bahwa mereka tidak bisa menciumi anak-anak. Mereka menganggap bahwa mencium anak-anak tidak selayaknya dilakukan bagi mereka dan dapat mengurangi kewibawaan mereka.

Sedangkan sabda Nabi : “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat atau kasih sayang dari hatimu”. Maksudnya adalah, Jika Allah berkehendak bahwa rasa kasih sayang itu di cabut dari hatimu maka aku tidak mampu menolak hal itu. Perkaranya Allah sudah Allah tetapkan sebelum dan sesudahnya.

Di dalam hadits ini menunjukkan akan kengerian perkara yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kabarkan terkait laki-laki ini dan kaumnya. Dengan ketiadaan sifat kasih sayang yang harus ada padanya sebagai orang tua yang hendaknya ditujukan kepada anak-anak.

Dalam hadits ini juga menunjukkan adanya hubungan antar yang dhahir dengan yang batin, yaitu rasa kasih sayang dan mencium anak-anak. Tatkala laki-laki ini mengatakan bahwasanya mereka tidak mencium anak-anak, menunjukkan bahwa amalan dhahir mereka demikian yang sekaligus menunjukkan bahwa di dalam hati mereka tidak ada rasa sifat kasih sayang. Karena mencium anak-anak adalah perbuatan yang mengikuti sifat kasih sayang dan jika kasih sayang ini masih ada dalam hati maka pasti akan ada bekas-bekasnya.

Hadits ini juga menunjukkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah hati..” (HR. Bukhari no. 52 dan  Muslim no. 1599) [13]HR. Bukhari no. 52 dan  Muslim no. 1599

Oleh karena itu jika batin menjadi baik dengan sifat kasih sayang, lemah lembut, dan lainnya maka pasti ada bekas-bekasnya dan diantara bekas itu adalah seseorang suka mencium anak-anak.

Dan semisal ini adalah kisah Al Aqro’ bin Habis yang tatkala melihat Nabi mencium Al Hasan beliau berkata : “Sungguh aku memiliki 10 orang anak, namun aku tidak pernah mencium salah seorang pun dari mereka.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menatapnya dan bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.”

Maksudnya adalah apabila tidak ada sifat kasih sayang pada diri seseorang, maka balasan itu sesuai dengan perbuatan.

Maka marilah kita perhatikan kedudukan ini, agar kita tahu besarnya kedudukan perkara ini dalam rangka mengajarkan adab dan pendidikan anak. Allah berfirman :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran: 159) [14]QS. Ali Imran: 159

Demikian pula sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :

إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ مِثْلُ الوَالِدِ لِوَلَدِهِ

“Sesungguhnya permisalan diriku bagi kalian adalah sebagaimana kedudukan seorang ayah kepada anaknya”. (HR. Ibnu Majah no. 313 dan di Hasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala) [15]HR. Ibnu Majah no. 313 dan di Hasankan oleh Syaikh Al Albani rohimahullahu ta’ala

Oleh karena itu kebanyakan ulama’ ahli tafsir membawakan hadits ini dibawah ayat diatas (Ali Imran: 159) untuk menjelaskannya. Sekaligus sebagai peringatan akan agungnya kedudukan sifat kasih sayang dalam mengajarkan adab dan pendidikan kepada anak-anak. Dan sesungguhnya dicabutnya sifat kasih sayang akan membawa kepada keganasan, kekerasan dan kesengsaraan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat kasih sayang kepada anak-anak maka wajib mendapatkan kasih sayang dari Allah ta’ala. Karena barangsiapa yang tidak mengasihi maka dia tidak dikasihani.

Dan sifat kasih sayang kepada anak-anak ini diantaranya adalah mencium mereka, maka hal ini memiliki pengaruh-pengaruhnya, baik secara pendidikan maupun pertumbuhan anak-anak. Dan sebaliknya jika sifat kasih sayang ini dicabut maka akan memberikan pengaruh seperti permusuhan dan kejelekan. Oleh karena itu datang sebuah riwayat akan perintah berbuat adil kepada anak sekalipun dalam hal mencium, mendudukkan, memeluk dan memikul diatas pundak.

Bersambung insyaallah…

Referensi :

Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzohullahu ta’ala Halaman 82-86.

Diringkas oleh Ahmad Imron Al Fanghony

Artikel Ilmiyah Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Surat Al Anbiya: 107
2 HR. Muslim 2355
3 HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925
4 HR Bukhori no. 1284, 6655, 7377, 7448 dan Muslim no. 923
5, 8 HR. Bukhori no. 5997 dan Muslim no. 2318
6 HR. Abu Dawud no. 4942 dan Tirmidzi no. 1923 dan di hasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala
7 HR. Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317
9 HR. Bukhari no. 1303
10 HR. Bukhari no. 3749 dan Muslim no. 2322
11 HR. Muslim no. 2316
12 HR. al-Bukhari no. 3753, 5994
13 HR. Bukhari no. 52 dan  Muslim no. 1599
14 QS. Ali Imran: 159
15 HR. Ibnu Majah no. 313 dan di Hasankan oleh Syaikh Al Albani rohimahullahu ta’ala
Back to top button