Akhlak: Rukun-Rukun Akhlak Yang Baik

Rukun-Rukun Akhlak Yang Baik

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita semua adab yang mulia dan akhlak yang lurus lagi baik. Yang mana, beradab mulia dan berakhlak yang baik adalah petunjuk dari panutan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam. Tentang hal ini, Allah berfirman:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam : 4)[1]Surat Al Qalam : 4

Demikian pula, semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita akhlak yang baik yang tidak ada yang bisa memperbaikinya kecuali Dia. Dan semoga Allah memalingkan jeleknya akhlak, yang tidak ada yang bisa memalingkannya dari kita, kecuali Dia.

A. Akhlak yang Baik adalah Tanda Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Sesungguhnya akhlak dan adab yang baik adalah tanda keberhasilan seseorang. Selain itu, akhlak dan adab yang baik termasuk juga dalam tanda kebahagiaan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Dan tidak ada amalan yang dapat membuahkan kebaikan-kebaikan yang utama dan adab yang mulia serta agama keseluruhannya, kecuali akhlak yang baik. Maka barangsiapa yang telah menambah baiknya akhlak kepadamu, sesungguhnya dia telah menambahkan agama kepadamu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ . وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih)[2]HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih

Maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang baik sebagai salah satu sebab yang dapat memasukkan ke dalam surga. Dan beliau juga menggabungkan atau menggandengkannya dengan takwa, yang mana, takwa adalah wasiat terbesar.

Berkata Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu ta’ala : “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan antara takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah, karena takwa dapat memperbaiki hubungan seorang hamba dengan Rabbnya, sedangkan akhlak yang baik dapat memperbaiki antara Allah dengan makhluk-makhluk-Nya. Oleh karena itu, dengan takwa, akan meraih kecintaan Allah dan dengan akhlak yang baik, akan meraih kecintaan makhluk.” (Al Fawaaid Libnil Qoyyim hal. 54).[3]Al Fawaaid Libnil Qoyyim hal. 54

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201)[4]HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201

Oleh karena itu, semakin bagus dan baik akhlak seseorang, maka akan semakin dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tempat duduknya di Hari Kiamat dibandingkan dengan yang lainnya. Sebaliknya, semakin jelek akhlak seseorang, maka tempat duduknya akan semakin jauh dengan Nabi di Hari Kiamat.

B. Berbuat Baik kepada Manusia dengan Akhlak yang Baik

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

إِنَّكُمْ لَنْ تَسَعُوْا النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ ، وَلٰكِنْ يَسَعُهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الوَجْهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ

Sesungguhnya kalian tidak mampu mencukupi seluruh manusia dengan harta yang kalian miliki, namun mereka seluruhnya bisa mendapatkan (kalian bisa memberikan mereka semuanya) senyuman dan akhlaq baik dari kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2018 dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani)[5]HR. Tirmidzi no. 2018 dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani

Yang dimaksud dari hadits di atas adalah, tidak mungkin mencukupi seluruh manusia dengan cara memberi dan mencurahkan bantuan kepada mereka, sekalipun dengan harta melimpah. Karena mencurahkan kepada mereka dengan berbuat baik secara perbuatan adalah perkara yang tidak mungkin. Oleh karena itu, cukupi mereka dengan akhlak yg baik dan adab yang indah, dan ini adalah perkara yang tidak sulit.

C. Akhlak yang Baik adalah Pemberian dari Allah

Akhlak yang baik adalah pemberian, kelebihan dan karunia yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari para hamba-Nya.

قال طَاوُسٍ بن كيسان رحمه الله : إِنَّ هَذِهِ الْأَخْلَاقَ مَنَائِحُ يَمْنَحُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَبْدٍ خَيْرًا مَنَحَهُ مِنْهَا خُلُقًا صَالِحًا. مكارم الأخلاق لابن أبي الدنيا

Thawus bin Kaisan rahimahullah berkata; “Sesungguhnya akhlak merupakan pemberian dari Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya, jika Allah azza wa jalla menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah akan memberikan akhlak yang shalih.” (Makarimul Akhlaq oleh Ibnu Abi Dunyaa 32)[6]Makarimul Akhlaq oleh Ibnu Abi Dunyaa 32

Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membagi akhlak (yang terpuji) kepada kalian, sebagaimana Allah membagi rezeki kepada kalian.” (H.R Bukhari dalam Adabul Mufrad)[7]H.R Bukhari dalam Adabul Mufrad

Akhlak yang terpuji adalah anugerah dan pembagian dari Allah, serta merupakan bentuk keutamaan yang Allah berikan untuk hamba. Allah yang menganugerahi rezeki, Dia pulalah yang menganugerahi akhlak yang terpuji.

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:

فَإِنَّ الأَخْلَاقَ مَوَاهِبٌ يَهَبُ اللهُ مِنْهَا مَا يَشَاءُ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah anugerah yang Allah berikan kepada para hamba sesuai dengan kehendak-Nya.

Dalam masalah mendapatkan rezeki, ada dua perkara yang harus ada, yaitu bersandarnya hati seorang hamba kepada Allah dan menyerahkan seluruh urusan rezekinya kepada Allah, serta berusaha mencari rezeki tersebut dengan usaha yang diperbolehkan oleh syariat. Maka demikian pula, seseorang hendaknya bersandar kepada Allah dalam mendapatkan akhlak dan adab yang terpuji disertai dengan usaha melawan dan menundukkan hawa nafsu untuk mendapatkannya.

D. Rukun-Rukun Akhlak yang Baik

Sesungguhnya akhlak yang baik berdiri di atas empat rukun, yaitu:

1. Menjaga lisan.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)[8]Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47

Maka, barangsiapa yang tidak mampu menjaga lisannya, berarti dia bukan termasuk orang yang berakhlak dengan baik.

Maksudnya adalah menjaga dan menahan lisan dari suatu pembicaraan, kecuali jika di dalamnya mengandung faedah. Sabda Nabi : “… maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” Di dalamnya mengandung ajakan agar seorang Muslim berpikir terlebih dahulu sebelum mengucapkan sesuatu.

2. Menjauhi sikap kecurigaan dan sesuatu yang tidak bermanfaat.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)[9]HR. Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

Orang yang penuh dengan  kecurigaan adalah orang yang tidak memiliki adab dan akhlak yang baik. Karena kecurigaan dan melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat lainnya bagi dirinya sendiri, telah mengeluarkannya dari keistimewaan adab yang baik.

3. Adanya metode yang disertai reaksi pencegahan, terutama saat marah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَالَ : لَا تَغْضَبْ

Janganlah kamu marah!” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6116)[10]Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6116

Ketika seseorang sedang marah, maka hendaknya dia tidak berbicara atau berbuat apapun. Karena jika hal itu dilakukan,  seringkali ucapan dan perbuatannya akan mengeluarkan seseorang itu dari akhlak yang baik.

Oleh karena itu, disebutkan dalam sebuah ucapan terkait jeleknya marah adalah:

الغَضَبُ أَوَّلُهُ جُنُوْنٌ وَأٰخِرُهُ نَدَمٌ

Marah itu awalnya perbuatan kegilaan dan pada akhirnya adalah sebuah penyesalan.

Hal itu terjadi karena saat marah ucapan dan tindakan yang dilakukan umumnya di luar kontrol. Maka bagi seseorang yang sedang marah, hendaknya memiliki pola dan metode untuk mencegahnya. Semisal yang disarankan Nabi dalam haditsnya, yaitu jika marah dalam keadaan berdiri, maka hendaknya duduk. Jika marahnya dalam posisi duduk, maka hendaknya berbaring. Dan dalam riwayat lain, ketika sedang marah, hendaknya diam.

4. Selamatnya hati.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Al Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)[11]HR. Al Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45

Hadits ini dijadikan sandaran oleh para ulama dalam bab akhlak, yaitu hendaknya hati seseorang itu selamat dari sifat-sifat yang tidak terpuji, baik berupa dengki, hasad dan berbagai macam penyakit hati yang lain. Oleh karena itu, selamatnya hati adalah sandaran utama dari tegaknya akhlak yang baik. Adapun bagi seseorang yang di dalam hatinya ada penyakit-penyakit yang jelek serta isi batin yang rusak, maka tidak akan mungkin akan bisa menjadi orang yang berakhlak baik, karena rusak dan melencengnya hati akan tampak pada sisi lahirnya.

Referensi: Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzahullahu ta’ala halaman 7 – 20.

Diringkas oleh Ahmad Imron Al Fanghony

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Surat Al Qalam : 4
2 HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih
3 Al Fawaaid Libnil Qoyyim hal. 54
4 HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201
5 HR. Tirmidzi no. 2018 dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani
6 Makarimul Akhlaq oleh Ibnu Abi Dunyaa 32
7 H.R Bukhari dalam Adabul Mufrad
8 Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47
9 HR. Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
10 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6116
11 HR. Al Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45
Back to top button