Sate Jamu, Halalkah ?
Sate Jamu, Halalkah…?.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Tertulis di pinggir jalan sebuah kota “ Sate Jamu “, sebuah kata yang mengandung pertanyaan , apakah sate jamu itu ?. Dan ternyata jawabannya adalah sate anjing atau biasa dikenal dengan “ sate guk – guk “. Sebuah realita yang membuat kita bertanya- tanya, karena sebagian penjualnya adalah seorang muslim, demikian pula tidak sedikit seorang muslim yang membelinya.
Padahal sudah dimaklumi dikalangan masyarakat muslim tentang hukum memakan daging anjing, lalu mengapa ada sebagian dari kaum muslimin yang terbiasa makan daging anjing, apakah mereka memandang halal hukumnya makan anjing ?. Ataukah berpendapat hukum makan daging anjing hanya makruh saja ?. Sebenarnya bagaimanakah hukumnya menurut syariat ?, dan bagaimana hukumnya menurut para imam madzhab ?.
Berikut kita paparkan dalil – dalil yang berkaitan dengan hukum makan daging anjing :
Pertama : Dalil tentang hukum makan binatang yang bertaring.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
An Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Syarh Muslim,
قَالَ أَصْحَابنَا : الْمُرَاد بِذِي النَّاب مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَاد
“Yang dimaksud dengan memiliki taring adalah –menurut ulama Syafi’iyah-, taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa). (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 13/83).
Dan sudah kita ketahui bahwa anjing adalah hewan bertaring dan menggunakan taringnya untuk berburu, maka dari sini dapat disimpulkan haramnya mengkonsumsi daging anjing.
Kedua : Dalil tentang binatang yang fasik.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)
An Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan, “Makna fasik dalam bahasa Arab adalah al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram dan ketika ihram. ( Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/114).
Sedangkan yang dimaksud dengan “kalb aqur” sebenarnya bukan maksudnya untuk anjing semata, inilah yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Namun sebenarnya kalb aqur yang dimaksudkan adalah setiap hewan yang pemangsa (penerkam) seperti binatang buas,macan, serigala, singa, dan lainnya. Inilah yang dikatakan oleh Zaid bin Aslam, Sufyan Ats Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan selainnya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/114-115 ).
Ketiga: Dalil tentang hasil dari jual beli anjing.
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari upah jual beli anjing, upah pelacur dan upah tukang ramal.” (HR. Bukhari no. 2237).
Dan dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
“Sungguh jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk mengkonsumsi sesuatu, Allah pun melarang upah hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud no. 3488 dan Ahmad 1/247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari sini dapat disimpulkan adanya larangan mengambil upah dari jual beli anjing menunjukkan haramnya memakan daging anjing atau dengan kata lain jika harganya terlarang, maka dagingnya pun haram, karena adanya sebuah kaedah : “Jika Allah melarang memakan sesuatu, maka pasti upah hasil jual belinya haram “.
Keempat : Dalil tentang najisnya anjing.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِ كُم فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لِيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ
Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka tumpahkanlah, lalu cucilah 7 kali. [HR al-Bukhâri no 418, Muslim no. 422.]
Dalam riwayat lain:
طَهُروْرُ إِنَاَءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Sucinya bejana kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali, salah satunya dengan tanah” [HR Muslim no. 420 dan Ahmad 2/427]
Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al bassam berkata : “ Faedah yang diambil hadist adalah najisnya anjing, demikian pula seluruh bagian tubuhnya dan apa yang keluar darinya adalah najis “. (Taudhihul ahkam min bulughil maram, hal : 135 ).
Dan ada sebuah kaedah yang menjelaskan bahwa : “ Setiap yang najis itu haram dimakan, tapi tidak setiap yang haram itu najis “.
Kaedah ini dijelaskan oleh beberapa ulama, diantaranya Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata,
كُلُّ نَجِسٍ مُحَرَّمَ الْأَكْلِ وَلَيْسَ كُلُّ مُحَرَّمِ الْأَكْلِ نَجِسًا
“Setiap najis diharamkan untuk dimakan, namun tidak setiap yang haram dimakan itu najis.” (Majmu’atul Fatawa, 21: 16).
Dari sini dapat disimpulkan bahwasanya najisnya anjing menunjukkan haramnya makan daging anjing. Demikian pula apabila ditinjau dari najisnya daging anjing maka Prof. Thabârah dalam kitab Rûh ad-Dîn al-Islâmi menyatakan, “Di antara hukum Islam bagi perlindungan badan adalah penetapan najisnya anjing. Ini adalah mu’jizat ilmiyah yang dimiliki Islam yang mendahului kedokteran modern. Kedokteran modern menetapkan bahwa anjing menyebarkan banyak penyakit kepada manusia, karena anjing mengandung cacing pita yang menularkannya kepada manusia dan menjadi sebab manusia terjangkit penyakit yang berbahaya, bisa sampai mematikan. Sudah ditetapkan bahwa seluruh anjing tidak lepas dari cacing pita sehingga wajib menjauhkannya dari semua yang berhubungan dengan makanan dan minuman manusia. [Taudhihul ahkam min bulughil maram, hal : 1/137].
(Pesantren ”Al Ukhuwah” Joho Sukoharjo, Jawa Tengah. Rabu, 11 2016 M ).