Meraih Kejayaan Umat Islam
Sejarah Kejayaan Umat Islam.
Tinta sejarah telah mengisahkan bagaimana Islam meruntuhkan kekuasaan Romawi dan Persia. Islam dengan gagahnya membuat dua kekuatan adidaya itu bertekuk lutut.
Tinta sejarah pun dengan rapi mencatat betapa majunya peradaban islam di segala bidang, baik itu keagamaan, ekonomi, sosial, militer, ilmu pengetahuan, dan arsitektur.
Dahulu negeri Islam adalah kiblat ilmu pengetahuan dunia. Putra-putri terbaik dari seluruh penjuru dunia dahulu diutus oleh orang tua mereka untuk menimba ilmu di negeri-negeri kaum muslimin.
Lembaran-lembaran bisu sejarah-lah saksinya, saksi betapa Islam dihormati dan disegani kala itu.
Dimulai dari semenjak diutusnya Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam untuk menyampaikan risalah, semburat cahaya Islam menyebar menerangi jazirah Arab.
Tatkala beliau wafat, tanah Mekah, Khaibar, Bahrain, Yaman, dan bagian jazirah Arab lainnya telah Allah taklukkan untuk kaum Muslimin.
Kemudian diangkatlah Abu Bakar sebagai khalifah pertama, melanjutkan estafet dakwah dan memimpin umat. Melaluinya Allah perluas wilayah kekuasaan kaum Muslimin.
Abu Bakar mengutus pasukan ke Persia, dengan Khalid bin Walid sebagai panglimanya sehingga mereka menaklukkan sebagian wilayah Persia. Abu Bakar juga mengutus dua utusan lain dengan komando Abu Ubaidah ke dataran Syam dan Amr bin Ash ke negeri Mesir.
Setelah Abu Bakar wafat, naiklah Umar bin Khattab sebagai khalifah. Melaluinya Allah taklukkan untuk kaum muslimin seluruh wilayah Syam, Mesir, dan sebagian besar wilayah Persia, serta memukul mundur kaisar Romawi dari tanah Syam ke Konstantinopel.
Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, wilayah kaum Muslimin semakin membentang dari timur ke barat. Cahaya Islam tersebar sampai ke Andalusia dan Cina.
Islam perlahan tapi pasti terus berkembang sepeninggal khalifah yang empat. Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang memimpin setelah mereka, menaklukkan lebih banyak lagi bagian dari bumi Allah ini. Maka tersebarlah wilayah Islam sejauh mata memandang.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda :“Sesungguhnya Allah telah melipat bumi bagiku hingga kulihat timur dan baratnya, dan kekuasaan umatku akan meliputi apa yang dilipat untukku.” (HR Bukhari).
Ketika kita berkaca pada sejarah indah Islam di masa lampau, tentu akan menyisakan sesak dan kesedihan bila membandingkannya dengan realita umat Islam dewasa ini. Dimana umat Islam sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam permisalkan layaknya buih di lautan, menjadi mangsa santapan umat-umat yang lain.
Dua point yang akan kita bahas :
1. Sebab-sebab kemunduran umat islam.
2. Kunci kembali meraih kejayaan.
Sebab-sebab Kemunduran Umat Islam
Pelajaran Dari Jatuhnya Andalusia
Bagi kaum muslimin, negeri Andalusia adalah sepenggal kenangan yang selalu hinggap dalam ingatan.
Kenangan tentang betapa kaum muslimin dan risalah Islam yang dibawanya, pernah menguasai sebuah wilayah di benua Eropa selama kurang lebih 800 tahun atau 8 abad lamanya.
Sebuah rentang waktu yang cukup lama, dan meninggalkan kesan yang cukup mendalam.
Andalusia, negeri indah dan eksotis, tunduk dalam pemerintahan Islam dari tahun 92 H/711 M hingga tahun 797 H/1492 M.
Kekhilafahan Islam dan dinasti-dinasti kaum muslimin, berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan kaum muslimin.
Umat Islam mengisinya dengan tinta emas kejayaan dan keunggulan peradabannya…
Ketika wilayah Andalusia, yang saat ini terletak di Spanyol dan sebagian kecil Portugal berada di bawah kekuasaan kaum muslimin, jejak-jejak kecermelangan peradaban mereka menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa.
Bangunan-bangunan dengan estetika dan kemegahan tegak berdiri. Ilmu pengetahuan dan penelitian berkembang pesat.
Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak menceritakan bagaimana umat Islam yang bercokol di wilayah itu berhasil memberikan sumbangsih bagi peradaban dan ilmu pengetahuan ke segala penjuru Eropa.
Jika hari ini kita mengenal kota-kota indah seperti Barcelona, Madrid, Valencia, Sevilla, Granada, Malaga, Cordova, dan sebagainya yang hari ini tersohor sebagai basis klub-klub sepak bola ternama serta menjadi tujuan wisata dunia, maka ketahuilah bahwa pada masa lalu kota-kota tersebut dihuni oleh kaum muslimin, dan berada di bawah pemerintahan Islam.
Namun kejayaan selama kurang lebih delapan abad lamanya, harus berakhir dengan kenangan yang memilukan, ketika Kerajaan Granada yang dipimpin oleh Abu Abdillah Muhammad Ash-Shagir dari Bani Al-Ahmar, berhasil ditaklukkan oleh aliansi kerajaan- Kristen di Andalusia.
Granada jatuh ke tangan Kristen pada 1492 M, diiringi dengan derai airmata sang penguasa muslim.
Sambil memandang Istana Al-Hambra yang megah dari atas bukit, Abu Abdillah bin Muhammad sang penguasa Granada, berlinang air mata.
Sang ibu, Aisyah Al-Hurrah, yang berdiri di sampingnya, mengatakan, “Kini kau menangis seperti seorang perempuan, padahal kau tak pernah melakukan perlawanan sebagaimana seorang lelaki sejati…”
Cerita runtuhnya Andalusia termasuk tragedi yang cukup menyakitkan. Cukup menyakitkan, karena banyaknya syuhada yang gugur.
Menyakitkan, sebab besarnya jumlah muslimah yang dinodai kehormatannya. Juga banyaknya pengkhianat dari interen muslimin.
Kita sedih, sebab hilangnya salah satu sejarah besar, sejarah dari kejayaan yang agung. Kita sadar, bahwa kejayaan agung tersebut sudah hilang dan berakhir. Andalusia kini menjadi Firdaus yang hilang.
Kita harus menelaah sebab runtuhnya kejayaan tersebut dan bagaimana ia dirampas dari kita, setelah berjaya berabad-abad lamanya.
Penelitian sejarah Andalusia dengan seksama, akan mengantarkan kita pada hasil penting, yang cukup bermanfaat bagi umat di masa kini dan masa yang akan datang.
Kita akan tahu, bagaimana cara membangun kejayaan, dan bagaimana ia runtuh. Cara membangun peradaban tinggi, dan mengapa ia bisa hancur.
Bagaimana matahari umat ini terbit dan tenggelam, bagaimana fajarnya menyingsing dan bagaimana pula ia hilang.
Dalam sejarah Andalusia yang begitu panjang, dengan jelas dapat dilihat sunnatullah dalam kemenangan dan kekalahan, serta sebab berdiri dan runtuhnya sebuah kejayaan. Juga berbagai pelajaran penting lainnya yang cukup berharga.
Apa yang menjadi penyebab runtuhnya kekuasaan Islam di Andalusia?
Thariq ibn Ziyad rahimahullah bersama pasukannya berhasil meraih kemenangan besar di Lembah Barbate. Jumlah mereka saat itu hanya 12 ribu orang, menghadapi musuh yang berjumlah 100 ribu orang dari Bangsa Franks.
Thariq bin Ziyad kemudian meneruskan perjalanannya menuju Utara, menaklukkan bagian Andalusia lainnya. Allah memberinya kemudahan, sebab ia hanya bangga dengan agamanya, bukan dengan Yahudi atau Nashrani. Obsesinya hanyalah kejayaan Islam, bukan sektarian, popularitas, kekuasaan atau cinta dunia. Pasukannya solid, tidak terpecah belah.
Sejawaran Mesir Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya berjudul “Qishah Al-Andalus” (Kisah Andalusia) menjelaskan setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan kejayaan Islam di negeri Andalusia runtuh dan hanya menyisakan kenangan yang pahit dan kepedihan.
Ketiga faktor tersebut adalah: (1). Gaya hidup yang mewah dan glamour dari para pemimpin Islam. (2) Sibuk dengan urusan dunia dan meninggalkan semangat jihad. (3). Merebaknya berbagai kemaksiatan dan kemungkaran yang dibiarkan.
Terkait dengan sikap hidup bermewah-mewahan dan godaan duniawi pada masa kekuasaan Islam di Andalusia itu, Dr. Raghib As-Sirjani mengatakan,”Ini merupakan faktor yang amat penting, yakni godaan duniawi terhadap pemerintahan Muwahidun dengan banyaknya harta yang mereka miliki. Inilah yang kemudian mendorong mereka bergaya hidup mewah, berfoya-foya, dan saling berseteru memperebutkan kekuasaan..”
Dr.Raghib As-Sirjani melanjutkan,”Tenggelam dalam kemewahan, cenderung pada kesenangan nafsu duniawi, dan bergelimang dalam kenikmatan-kenikmatan sementara. Inilah faktor utama yang mengantarkan kekuasaan Islam pada akhir yang sangat menyakitkan.
Masa-masa keterpurukan dan kejatuhan sering terkait dengan banyaknya harta, tenggelam dalam kesenangan-kesenangan, rusaknya generasi muda, dan penyimpangan besar pada tujuan…”
Mereka yang bergelimang dalam kehidupan yang gemerlap dan terjerembab dengan gaya hidup yang mewah, hatinya akan mudah dilalaikan dari mengingat Allah, semangat juangnya akan semakin melemah, dan jiwanya menjadi pengecut. Karena itu, ahli hikmah mengatakan, “Keberanian tidak akan didapati pada orang yang mencintai dunia!”
Penyakit al-wahn; Cinta dunia dan benci mati (hubbud dunya wa karahiyatul maut) menjadi penyakit ganas yang bisa melumpuhkan kekuatan umat Islam.
Runtuhnya Andalusia menjadi pelajaran penting, bahwa kekuasaan sehebat apapun, jika ia terjerumus dalam gemerlap kemewahan dunia yang melalaikan, akan berakhir dengan keruntuhan.
Jika 800 tahun lamanya kekuasaan Islam di Andalusia bisa runtuh dan beralih menjadi imperium Kristen, maka bagaimana dengan Indonesia? Berhati-hatilah…!
Jadi sebab kemunduran umat adalah karena penyakit wahn. Kemudian musuh-musuh Islam memanfaatkan penyakit ini dan mereka bersatu-padu serta berlomba-lomba memerangi kaum muslimin.
1. Umat Islam terkena penyakit Wahn.
Apakah Penyakit Wahn Itu? Wahn adalah nama dari sebuah penyakit yang menghancurkan kehidupan kita…
Wahn merupakan penyakit yang menjangkiti umat ini secara indvidu maupun komunitas…
Penyakit ini menjerumuskan umat ke dalam kekalahan dan kehinaan…
Penyakit ini memiliki dua indikasi, yang pertama cinta dunia dan yang kedua, takut mati…
Di mana kedua makna tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Hadits tentang penyakit wahn :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ ؟ قَالَ« بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ» فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ »
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”.
Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”
Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’.
Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani(.
Sungguh tepat isyarat yang digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya di atas bahwa pada akhir zaman nanti umat Islam akan mengalami penurunan kualitas iman, ibadah-ibadah yang dilaksanakan hanyalah sekedar melepaskan beban kewajiban dan kegiatan rutinitas ritual.
Sehingga mereka mudah diombang-ambingkan oleh kegemerlapan dunia yang serba menggiurkan…
Ibarat buih yang terapung di atas air akan terhempas kemana-mana…
“Penyakit wahn yang ditimpakan dalam diri muslim ini memiliki dua indikasi….
Pertama, cinta dunia. Kedua takut mati. Satu dengan yang lain memiliki pengaruh…
Lalu, dicabutnya rasa gentar dalam hati musuh-musuh Islam terhadap umat Islam…
Ini menyebabkan kondisi kaum muslimin mundur dalam segala sektor…
Laksana buih yang tak memiliki nilai di hadapan umat-umat lain, banyak tapi tak bernilai…
Dampak Penyakit Wahn
Dampaknya, umat Islam sibuk mengumpulkan harta, menempuh segala cara mendapatkannya yang halal maupun haram…
Meninggalkan jihad untuk tegaknya agama, kikir dan bakhil tak mau bayar zakat, bersedekah dan infak di jalan Allah, rakus dan tamak, curang dalam muamalah, dan sebagainya…
“Kondisi umat Islam dewasa ini yang habis-habisan mengejar harta halal haram siang malam, tapi malas berjuang untuk agama Allah…
Ini berbeda jauh dengan umat Islam dan sahabat di masa Rasulullah yang sibuk untuk berjihad sampai syahid di jalan Allah bahkan sampai menghindari dan menolak menerima harta ghanimah yang didapat dari rampasan perang…
Jika umat Islam sudah menomorsatukan dunia di atas segala-galanya, enggan menyuarakan kebenaran dan melarang kemungkaran, maka Allah akan mencabut kebesaran Islam dari permukaan bumi ini…
Kiat Terhindar Dari Penyakit Wahn
Alangkah berbahaya sekali penyakit Wahn ini, yang setiap saat dan kapan saja bisa menyerang setiap kaum Muslim dunia.
Maka dari itu ada beberapa hal dalam menghindari penyakit tersebut, di antaranya:
Pertama, menguatkan iman, khususnya Iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir.
Kedua, memahami hakikat dunia dan fitnah-fitnahnya.
Ketiga, mengerjakan amal shalih dan amal kebajikan dengan harapan akhirat.
Keempat, banyak berdo’a kepada Allah Subhanallah wa ta’ala agar diselamatkan dari fitnah dunia.
2. Jauh Dari Tauhid Dan Berbuat Syirik.
Apakah yang membuat umat mundur dan muncul rasa takut dalam diri mereka? Jawabannya adalah karena mereka jauh dari tauhid dan tidak menegakkan hak utama Allah dalam tauhid serta masih banyak praktek kesyirikan melanggar hak Allah.
Dalam Al-Quran sangat jelas, bahwa sebab rasa takut tersebut adalah kesiyirikan menyekutukan Allah sebagaimana ditimpakan kepada orang kafir
Allah Ta’ala berfirman,
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut/gentar (menghadapi orang-orang beriman), disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu.” (QS. Ali ‘Imraan: 151).
Jika kita melakukan kesyirikan, maka inilah penyebab Allah memasukkan rasa takut kepada kita. Al-Qurthubi menjelaskan tafsirnya, beliau berkata :
أي كان سبب إلقاء الرعب في قلوبهم إشراكهم
“Yaitu sebab dimasukkan rasa takut dalam hati mereka adalah karena perbuatan syirik mereka.” (Tafsir Al-Qurthubi 4/223, Darul Kutub AL-Mishriyyah).
Kunci Kembali Meraih Kejayaan Umat Islam
Menyelami Sebab Kejayaan Umat Islam Dahulu
Sebuah analogi yang menarik : Cara mudah bagi orang yang berada di kota A untuk sampai ke kota B adalah dengan bertanya kepada mereka yang sudah pernah pergi ke kota B. “Maka barangsiapa yang ingin pergi ke Surga, tirulah orang-orang yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jamin Surga buat mereka.”
Demikian juga bagaimana mengembalikan kejayaan islam di masa lalu ?. Maka jawabannya adalah marilah kita tiru bagaimana cara umat terdahulu tersebut meraih kejayaan itu.
1. Meraih kejayaan dengan Tauhid
Solusi utamanya adalah mengembalikan umat kepada tauhid dan aqidah untuk menunaikan hak Allah, mengembalikan umat Islam ke masjid-masjid Allah untuk mempelajari agama dan memupuk iman mereka.
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam berjaya dengan kekuatan Tauhid dan Aqidah. Belum pernah tercatat dalam sejarah dunia, dalam waktu 30 tahun masa pemerintahan khulafa Rasiyin, Islam hampir menguasai sepertiga dunia.
Padahal saat itu sedang ada dua negara adidaya yang berkuasa yaitu Romami dan Persia, sedangkan Islam yang berasal dari tanah Arab tidak diperhitungkan karena miskin, kering dan terbelakang. Ternyata dengan kekuatan tauhid dan aqidah Islam –atas izin Allah- Islam mampu menunjukkan kejayaannya.
Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka kembali menganut kepercayaan paganisme, kecuali segelintir dari mereka yang masih setia mengikuti millah-Ibrahim.
Tidak sebatas kerusakan di sisi ideologi, bangsa Arab pun telah ditimpa degradasi moral yang parah. Perjudian, perzinahan, dan penindasan secara merata merasuki umat kala itu.
Lalu diutuslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau bagaikan hujan deras di tengah kering kerontangnya tanah Arab saat itu. Perlahan tapi pasti, beliau mengajarkan nilai-nilai tauhid dan meluruskan kembali norma-norma sosial yang telah rusak, bahkan menyempurnakannya.
Sepuluh tahun lamanya beliau menanamkan tauhid di hati para sahabat pada periode Makkah. Bukan waktu yang sebentar, namun begitulah teladan yang telah beliau tinggalkan. Mengindikasikan urgensi tauhid sebagai cikal bakal kesuksesan umat.
Banyak hadits-hadits yang menggambarkan kegigihan beliau agar akar-akar tauhid ini menghujam kuat di hati para pengikutnya.
Tauhid adalah fokus pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membangun umat.
Saat beliau mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dalam misi dakwah pada tahun 10H, hal pertama yang beliau ingin pastikan adalah agar Muadz bisa membuat masyarakat binaannya patuh mengikuti tauhid “laailaha illallah”. Baru kemudian ia bisa melanjutkan dakwah menegakkan shalat dan menunaikan zakat.
Mengapa Tauhid ?
Jawabannya tak lain karena tauhid adalah pondasi. Semegah apapun bangunan tanpa pondasi yang kuat, maka kemegahan itu bersifat semu, karena suatu saat pastilah akan roboh. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun yakin akan janji Allah dalam surat An-Nur ayat 55, bahwa kejayaan umat ini akan bisa terlealisasi apabila mereka mentauhidkan Allah semata.
Allah menjanjikan kepada kita, jika kita beriman dan beramal shalih dengan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatupun (tidak berbuat syirik), Allah akan menjadikan kita berkuasa di muka bumi.
Allah ta’ala berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka senantiasa menyembah-Ku (samata-mata) dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik” (QS An Nuur:55).
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa dalam ayat yang mulia ini, sebenarnya terdapat sumpah Allah yang tersirat dari ungkapan “layastakhlifannahum….dst” yang diistilahkan oleh pakar bahasa al-Qur’an sebagai jawâbul-qasm (jawaban sumpah).
Lalu apa sumpah Allah tersebut? Dia bersumpah akan menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal shalih sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi yang akan mengatur dunia dengan syari’at-Nya.
Namun janji Allah tersebut memiliki syarat yang harus terpenuhi agar bisa terwujud, dan syarat yang paling besar adalah mengesakan Allah semata dalam ibadah kita kepada-Nya.
Maka seandainya kita menginginkan kejayaan tersebut, kita harus merealisasikan syarat tersebut dengan memulai dakwah kita dengan menanamkan di hati- hati kaum muslimin ketauhidan kepada Allah semata.
Seandainya kita mau merenungi betapa lemahnya kaum muslimin saat ini, hal ini tidaklah terjadi kecuali karena kaum Muslimin jauh dari keatuhidan kepada Allah.
Bila kita lihat realita umat Islam saat ini, kita akan dipaksa untuk mengakui bahwa umat Islam di zaman ini masih jauh dari kemurnian tauhid. Masih banyak di antara saudara-saudara kita yang terjerembab dalam kubangan lumpur kesyirikan, thawaf di kuburan, meminta-meminta di kuburan orang shalih (berharap agar shâhibul kubur bisa memberikan “uluran tangan” dari alam ghaib, sebagai mediator untuk mereka kepada Sang Khâlik atas segala hajat sekaligus musibah dan kesedihan mereka).
Belum lagi maraknya praktek klenik perdukunan, menjamurnya orang-orang yang terbuai oleh janji-janji ramalan bintang, trend Feng-shui, dan kepercayaan akan kekuatan alam yang mandiri dan lepas dari Qudrâtullâh (kuasa Allah).
Di sisi yang lain, manusia-manusia modern yang skeptis (tidak percaya) pada hal-hal yang berbau klenik dan mistik, malah jatuh pada bentuk kesyirikan yang lain yaitu ketidakpercayaan terhadap perkara-perakara ghaib yang termaktub dalam al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Sehingga lahirlah keangkuhan atheisme yang mengingkari eksistensi Allah, padahal ironinya fitrah mereka telah meyakini keberadaan-Nya.
Ketika kita mampu menegakkan tauhid di muka bumi ini niscaya Allah akan menurunkan kejayaan terhadap umat ini. Sebagaimana yang di nukil didalam tafsir “Taisir Karimurr Rahman” karya Al-Imam as-Sa’di rahimahullah (1376H) mengatakan:
“(Janji Allah dalam ayat ini) akan senantiasa berlaku sampai hari kiamat, selama mereka (kaum muslimin) menegakkan iman dan amal shalih. Diraihnya apa yang telah dijanjikan Allah, adalah sebuah kepastian. Kemenangan orang-orang kafir dan munafik pada sebagian masa, serta berkuasanya mereka di atas kaum muslimin, tidak lain disebabkan oleh pelanggaran kaum muslimin dalam iman dan amal shalih.” [Tafsir as-Sa’di hal. 573]
2. Meraih Kejayaan dengan Iman Dan Amal Shalih.
Kemenangan dan kekuasaan yang dijanjikan Allah, tidak hadir begitu saja. Tapi kemenangan tersebut diliputi oleh beragam syarat, yaitu sebuah syarat yang mampu menghilangkan ketakutan dan mewujudkan kedamaian, syarat yang bisa melenyapkan kemiskinan dan menghadirkan kemakmuran serta syarat yang sanggup menghadirkan kekuatan di tangan umat Islam.
Allah ta’ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa.
Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 55)
Bertolak dari ayat di atas, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengungkapkan bahwa diantara syarat kemenangan (kejayaan) yang digariskan dalam Al-Qur’an adalah:
Pertama: Iman dan amal shalih. Dua hal ini merupakan penunjang utama untuk menjemput kemenangan. Di awal ayat QS. Annur ayat 55 di atas, Allah ta’ala menyebut, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih..”
Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam As-Syaukani menjelaskan, “Ini merupakan janji dari Allah kepada siapa saja yang beriman kepada Allah dan senantiasa beramal shalih. Yaitu diberikan kekuasaan di muka bumi ini sebagaimana Allah pernah memberikannya kepada umat sebelum mereka. Dan janji ini bersifat umum meliputi setiap umat.” (Fathul Qadir, 4/1024)
3. Meraih Kejayaan dengan Semangat Menuntut Ilmu Agama.
Keutamaan menuntut ilmu syar’i sangatlah banyak, bahkan imam Ibnu qoyyim al jauziyah telah menyebutkan lebih dari seratus keutamaan ilmu dalam kitabnya miftah daaris sa’adah. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kedudukan dan keutamaan ilmu, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Ilmu kunci kebaikan dunia dan akhirat.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ ( متفق عليه ).
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan bagi seseorang maka Allah akan pahamkan ilmu agama kepadanya. ( Muttafaqun alaihi ).
Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya adalah karena ilmu akan menuntunnya kepada ketaqwaan kepada Allah Ta’ala.”
( Syarah Shahih Muslim lil Imam an-Nawawi : VII/128).
Imam Ibnu qoyyim al jauziyah berkata : “ Hal ini menunjukkan bahwasanya orang yang tidak Allah pahamkan ilmu agama kepadanya maka Allah tidak menghendaki kebaikan baginya, sebagaimana orang yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan pahamkan ilmu agama keepadanya. ( Miftah daaris saadah : 161 ).
Imam Syafi’i berkata : “ Menuntut ilmu lebih mulia dari pada sholat sunnah. Dan barangsiapa menghendaki (kebaikan) dunia maka dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki (kebaikan) akhirat maka dengan ilmu “. ( Tahdzibul asmaa” wa lughoh : 78).
b. Ilmu jalan dimudahkan menuju surga.
Rasulullah sholallahu alahi wa sallam bersabda :
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة.
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga “. ( HR. Muslim).
Imam Ibnu qoyyim berkata : Jalan yang menghantarkan seseorang ke surga merupakan balasan atas jalan yang ditempuh dalam rangka menuntut ilmu yang membawa kepada keridhoan Rabbnya. ( Miftah daaris sa’aadah : 171 ).
Yang dimaksud menempuh jalan untuk mencari ilmu, ada dua bentuk :
- Menempuh jalan secara hakiki, yaitu dengan berjalan menuju tempat majelis ilmu. Seperti misalnya berjalan menuju masjid atau tempat pengajian untuk menuntut ilmu.
- Menempuh jalan secara maknawi, yaitu melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, mempelajari, mengulang-ulang pelajaran, menelaah, menulis, membaca kitab dan memahaminya, serta perbuatan lainnya yang merupakan cara untuk mendapatkan ilmu.
( Jami’ul ulum wal hikam : 342 ).
c. Orang takut kepada Allah hanyalah orang yang berilmu.
Allah berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ( الفاطر : 28 ).
“… Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” [Faathir: 28].
Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai suatu kebodohan.”
( Ibnu ‘Abdil Barr , Jaami’u bayanil ilmi wa fadhlihi : 2/45 ).
Imam Ahmad rahimahullaah berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.”.
(Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf : 8).
d. Ilmu yang bermanfaat adalah amalan yang tidak terputus.
Diantara yang bermanfaat bagi mayit setelah kematiannya adalah ilmu yang bermanfaat, sama saja apakah ilmu yang diajarkan atau buku yang ditinggalkan kemudian dipelajari dan diamalkan oleh orang lain setelah kematiannya.
Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam bersabda :
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له .
“Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya. ( HR. Muslim).
e. Orang – orang berilmu akan diangkat derajatnya.
Allah Ta’ala berfirman.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. [Al-Mujaadilah : 11] .
Di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendbaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri.
Meraih Kejayaan dengan Kembali Kepada Ajaran Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam dan Para Sahabatnya.
Inilah yang telah diisyaratkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam :
“Sebaik-baik kalian adalah generasiku (sahabat), kemudian yang menyusul mereka (tabi’in), kemudian yang menyusul mereka (tabi’ut tabi’in).” Imran berkata, ‘Saya tidak ingat dengan benar apakah Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam menyampaikan setelah itu dua generasi atau tiga generasi.’.” (Riwayat Bukhari)
Bila melihat kepada kejadian dan peristiwa sejarah masa lalu, maka jelaslah bahwa orang yang paling kuat berpegang kepada jalan dan ajaran tiga generasi di atas adalah ahlus sunnah wal jama’ah.
Orang yang memperhatikan perjalanan para ulama ahlus sunnah di masa yang lalu dan sekarang akan mendapati bahwa para ulama ahlus sunnah menempuh jalan yang satu dalam berdakwah, di atas ilmu dan bashirah (hujjah/argumentasi yang nyata), seperti dijelaskan Allah:
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.’.” (Yusuf: 108)
Dakwah mereka mencakup ilmu, belajar (ta’allum) dan mengajar (ta’liim). Metode ini dibangun diatas tiga dasar: mengetahui kebenaran, berdakwah kepadanya, dan teguh di atasnya. Metode ini harus ditempuh dengan tashfiyah dan tarbiyah.
Tashfiyah (pemurnian) adalah memurnikan Islam pada semua bidangnya dari semua perkara yang asing dan jauh darinya.
Tarbiyah (pembinaan) adalah membina generasi-generasi Islam di zaman ini, yang sedang tumbuh dengan Islam yang telah dimurnikan. (At-Tashfiyah wat Tarbiyah, hlm.19, karya Syekh Ali bin Hasan al-Halabi)
Mengapa Harus Tashfiyah
Bila kita perhatikan realita umat ini kita mendapati bahwa ajaran Islam telah terkotori kebid’ahan dan perkara-perkara yang justru menyelisihi hakikat ajaran Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam yang telah dipahami generasi pertama umat ini. Atas dasar itulah, sangat perlu dilakukan pembaruan dan pemurnian ajaran tersebut dari yang mengotorinya.
Syekh Muhammad al-Basyir al-Ibrahimi menjelaskan, “Setelah kita berpikir, meneliti, dan mengkaji keadaan umat dengan tempat tumbuh penyakit-penyakitnya, maka kita benar-benar mengetahui bahwa jalan-jalan bid’ah dalam Islam adalah sebab terpecahbelahnya kaum muslimin, dan kita mengetahui bahwa ketika kita melawannya berarti kita melawan seluruh keburukan.” (Al-Ashalah: 1/34)
Jelaslah, sebab munculnya perpecahan kaum muslimin adalah jauhnya mereka dari ajaran Islam yang benar. Ajaran yang telah menyatukan para sahabat yang sebelumnya mereka bercerai-berai dan saling memusuhi.
Kemudian setelah bercampurnya ajaran tersebut dengan kebid’ahan pada kaum muslimin, terjadilah perpecahan dan permusuhan di antara mereka hingga akhirnya mereka menjadi rendah dan hina seperti sekarang ini.
Sesungguhnya tersebarnya kesesatan akidah, bid’ah-bid’ah ibadah, dan perselisihan dalam agama menjadikan kaum muslimin lepas dari agamanya dan jauh dari dua pondasi utamanya. Itulah yang menjauhkan kaum muslimin dari keistimewaan-keistimewaan agama dan akhlaknya, sehingga sampai kepada kondisi yang kita lihat sekarang.
Oleh karena itu, kaum muslimin tidak mungkin selamat dari bid’ah, kesesatan, atau penyimpangan-penyimpangan kecuali dengan tashfiyah terhadap agama dan hal-hal yang terkait dengannya, dari seluruh noda dan perkara asing yang masuk padanya.
Bidang-Bidang yang Ditashfiyah
Begitu banyak bidang yang perlu ditashfiyah karena betapa banyak hal baru, kebiasaan dan penyelewengan yang masuk, baik dalam perkara ushuluddin (perkara pokok dalam agama) maupun furu’ (cabang)nya.
Syekh Ali bin Hasan al-Halabi rahimahullah menyebutkan contoh bidang-bidang yang perlu ditashfiyah, yaitu: (1) Akidah, (2) Hukum, (3) Sunnah, (4) Fikih, (5) Tafsir, (6) Tazkiyah, (7) Pemikiran, (8) Tarikh, (9) Dakwah, dan (10) Bahasa Arab.
Mengiringi Tashfiyah dengan Tarbiyah
Nah, jalan menuju kejayaan harus dimulai dengan mengembalikan ajaran Islam ini seperti perkara pertamanya dengan melakukan tashfiyah, hingga kembali sebagaimana yang dijalani Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam dan para sahabatnya, baik dalam akidah, ibadah, suluk (jalan hidup) dan seluruh perkara yang berkaitan dengan syariat.
Namun, tidak hanya berhenti sampai di sini. Hal tersebut harus dilanjutkan dengan tarbiyah (pembinaan) umat di atas dasar ilmu yang sudah shahih dan sudah di-tashfiyah (dimurnikan).
Syekh al-Albani rahimahullah menyatakan, “Apabila kita ingin kejayaan dari Allah dan kerendahan diangkat dari kita, serta kita dimenangkan dari musuh-musuh kita, maka untuk mencapai itu semua, seluruh hal yang telah saya isyaratkan–dari kewajiban meluruskan pemahaman dan menghilangkan pemikiran-pemikiran yang menyelisihi dalil-dalil syar’i–tidaklah cukup ….
Hal ini dijabarkan oleh Syekh Abdurrahman bin Yahya al-Mu’allimi dalam pernyataan beliau, “Orang-orang yang mengenal Islam dan ikhlas terhadapnya telah banyak melaporkan bahwa kelemahan dan kemunduran yang menimpa umat Islam hanyalah disebabkan jauhnya mereka dari hakikat Islam. Aku melihat bahwa hal itu kembali kepada tiga perkara:
- Pertama: Bercampurnya sesuatu yang bukan berasal dari agama (Islam) dengan sesuatu yang berasal dari agama (Islam).
- Kedua: Lemahnya keyakinan terhadap sesuatu yang termasuk bagian dari agama (Islam).
- Ketiga: Tidak mengamalkan hukum-hukum agama (Islam).
5. Sabar dan Taqwa.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israel disebabkan kesabaran mereka,..” (QS. Al-A’raf: 137)
Firman Allah, “disebabkan kesabaran mereka,..” bermakna bahwa tamkin (kemenangan) yang dijanjikan itu tak mungkin bisa dicapai tanpa kesabaran. Sementara tentang ketaqwaan Alah ta’ala berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,..” ((QS. Al-A’raf: 96)
6. Komitmen untuk terus melakukan i’dad (mempersiapkan kekuatan).
I’dad merupakan fase yang harus dilewati sebelum melawan orang-orang kafir. Allah ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfal: 60)
I’dad mencakup segalanya, tidak cukup hanya persiapa alat perang semata. Lebih dari itu, persiapan juga meliputi tentang bagaimana mengatur kemenangan itu agar tetap eksis dan tidak gampang direbut oleh pihak yang lain.
Karena itu, I’dad itu merupakan syariat yang tidak boleh berhenti. Walaupun kemenangan telah diraih, namun I’dad harus tetap diteruskan. I’dad untuk menyiapkan kekuatan muslimin dalam setiap lini kehidupan. Persiapan untuk menguatkan ilmu agama dan dunia, menanamkan moral dan akhak para prajurit, menyiapkan sarana senjata, media dan sebagainya.
Karena itu, secara umum para ulama membagi i’dad menjadi dua; i’dad ma’nawi dan i’dad maadi. I’dad ma’nawi adalah persiapan iman, mental dan keilmuan para prajurit. Sementara I’dad maadi ialah persiapan materi sebagai sarana untuk menghadapi lawan, seperti menyiapkan peralatan senjata dan sebagainya.
Tidak diragukan bahwa menggalang dukungan umat, melakukan tarbiyah bagi setiap pasukan, menyiapkan para panglima dan da’i yang Rabbani merupakan sarana yang paling menentukan untuk mencapai kemenangan.
Tanpa persiapan itu semua, kemenangan bisa dikata mustahil terwujud. Sebab, kemenangan tidak datang secara tiba-tiba. Ia tidak bisa dicapai melalui ruang-ruang yang kosong. Namun ia harus diusung bersama oleh seluruh elemen umat Islam. Karena demikianlah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam memberikan contoh kepada umatnya. Wallahu a’lamu bisshowab.
Imam Malik memberikan solusi jitu untuk mengembalikan kejayaan umat Islam, beliau mengatakan:
“Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan hal yang membuat jaya umat terdahulu.” (al-Qadhi Iyadh, asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, 2/88)
Dari perkataan di atas, bisa kita simpulkan betapa pentingnya meneladani para salaf. Imam al-Auza’i menyebutkan lima karakter sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik:
7. Luzumul Jama’ah (Menjaga Persatuan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya kalian menjaga persatuan dan jauhilah perpecahan. Karena setan itu bersama dengan satu orang, dan ia jauh dari dua orang. Barang siapa yang menginginkan kemewahan surga, hendaklah ia hidup berjamaah (persatuan).” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Ibnu Taimiyah berkata: “Bani Adam tidak akan bisa menyempurnakan kemaslahatan bagi diri mereka, kecuali dengan persatuan untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lainnya, dan barang tentu di bawah sebuah kepemimpinan.”
8. Ittiba’ As-Sunnah (Mengikuti Sunnah)
Sunnah yang dimaksud adalah jalan hidup yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam beramal dari berbagai aspek; rumah tangga, pendidikan, muamalah, ibadah, ketatanegaraan dan lain sebagainya.
9. Tilawatul Qur’an(Membaca al-Qur’an)
Al-Qur’an bukan sekedar lembaran bertuliskan Arab tanpa makna. Ia adalah spirit perjuangan, penopang kejayaan. Allah menurunkannya dengan fungsi yang vital bagi alam semesta. Sebagai petunjuk, pembeda, pembimbing dan berbagai fadhilah lainnya. Semua ini tidak mungkin dicapai kecuali dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkan isi al-Qur’an.
10. Imaratul Masjid (Memakmurkan Masjid)
Masjid bukan sekedar tempat untuk ritual shalat saja. Lebih dari itu, Dr. H. Marzuki Ali menyampaikan bahwa masjid sebagai iniversitas kehidupan. Di dalamnya dipelajari semua cabang ilmu pengetahuan. Mulai dari perkara keimanan, syari’ah, akhlak, jihad, politik, ekonomi, budaya, manajemen, media massa, dan sebagainya.
11. Meraih Kejayaan Dengan Berdakwah.
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.“ [QS an-Nahl [16]: 125]
12. Jihad fi Sabilillah(Berjihad di Jalan Allah)
Istilah ini seringkali disalahartikan dengan tidakan terorisme oleh orang yang membenci Islam. Syaikh Yusuf al-Qardhawi menyampaikan bahwa tanpa jihad, Islam tidak memiliki izzah di hadapan musuh-musuhnya. Umat akan ternodai dan darah generasinya akan hina serta tidak ada harganya sama sekali.
Kesucian umat Islam akan rendah dibandingkan segenggam tanah di padang pasir. Pada akhirnya, umat ini akan terhinakan di hadapan musuh-musuhnya. Para musuh Islam sejatinya penakut, akan berani bertindak sewenang-wenang. Kaum muslimin akan diperangi dan diusir dari negerinya sendiri.
13. Meraih Kejayaan Dengan Membaca
Meskipun dalam kondisi Ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis), wahyu yang pertama kali turun kepada Rasullulah Shalallahu alaihi wa sallam adalah “Iqra!” atau “Bacalah!”
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq :1-5)
Pepatah mengatakan, membaca adalah jendela dunia. Pepatah itu benar adanya. Ayat di atas menunjukkan bagaimana Allah Ta’ala telah mengutamakan kewajiban membaca bagi hamba-hambaNya. Karena dengan membaca setiap manusia dapat memahami dan mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya. Dan dengan membaca seseorang dapat memperoleh informasi. Sebuah jalan memahami ilmu pengetahuan dan menjadi bijaksana.
Berperan Membangun Umat
1. Sebuah Niat yang baik.
- فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً
- Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. (Bukhari & Muslim).
2. Ikhlas Dalam Berperan serta.
- Peran kecil bernilai besar di sisi Allah karena sebuah niat…..
- Abdullah bin Mubarak berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية
“Boleh jadi amalan yang sepele, menjadi besar pahalanya disebabkan karena niat. Dan boleh jadi amalan yang besar, menjadi kecil pahalanya karena niat. ”
3. Memulai dengan membangun diri sendiri.
Hal ini juga berdasarkan keumuman dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ابدأ بنفسك
“Mulailah dari dirimu sendiri “ (H.R Muslim).
Seseorang tidak akan bisa membangun masyarakat dan umat tanpa ia membangun diri sendiri terlebih dahulu.
4. Membangun Umat dengan membangun keluarga.
Kebaikan keluarga akan berpengaruh kepada kebaikan masyarakat.
Dan kebaikan masyarakat akan berpengaruh kepada kebaikan negara.
Oleh karena itulah agama Islam banyak memberikan perhatian masalah perbaikan keluarga.
Di antara perhatian Islam adalah bahwa seorang laki-laki, yang merupakan kepala rumah tangga, harus menjaga diri dan keluarganya dari segala perkara yang akan menghantarkan menuju neraka.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. [at-Tahrîm : 6].
5. Membangun Masyarakat sekitar.
Membangun bangsa dimulai dari membangun masyarakat.
6. Memulai dengan hal yang kecil dan sederhana.
Jangan meremehkan sesuatu yang kecil…..
Kita lihat gunung yang besar adalah kumpulan dari kerikil-kerikil yang kecil….
Saatnya Bangkit!
Kiat Menjadi Pemuda Membawa Kemajuan Peradaban
Wahai pemuda, sebenarnya rona kebangkitan Islam ada padamu. Maka :
1. Pelajari agama Islammu
2. Tegakkan tauhid, berantaslah syirik dan tinggalkan maksiat apaun bentuknya.
3. Tautkan hatimu dengan masjid.
4. Bersiaplah untuk berdakwah di jalan Allah.
5. Selektiflah dalam mengambil teman dekat, namun tidak kurang pergaulan.
6. Pekalah terhadap zamanmu, inderalah zaman di mana engkau berada saat ini.
7. Milikilah fisik dan jiwa yang sehat.
8. Aturlah waktumu sebaik mungkin.
Insya Allah, kalian akan menjadi agen perubahan Islam yang cemerlang. Aamiin.
Kunci Kesuksesan Umat Islam
Apa yang membuat umat Islam dapat meraih semua kejayaan dan keberhasilan pada masa itu? Tentu keberhasilan itu diraih karena Umat Islam yang memegang teguh kepada syariat-syariat Islam. Mereka meyakini Islam dan mengamalkannya. Mereka menjadikan Allah dan Rasulullah sebagai pemegang otoritas dalam hidupnya. Sebagaimana Muhammad Al Fatih dalam khutbahnya pada 29 Mei 1453:
“wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu di depan matanya
dan jangan sampai ada di antara mereka yang melanggar
syariat yang mulia ini.”
Janji Allah atas kemenangan Islam pasti benar. Allah telah menetapkannya di dalam surat Al Mujadilah ayat 21 bahwa “Allah dan Rasul-Nya pasti menang.” Tinggalah saat ini keputusan kita sebagai umat Islam maukah untuk menjadi bagian dari perjuangan itu?
“Apakah kita menjadi bagian dari orang-orang yang memperjuangkan terwujudnya kemenangan itu?”
وبالله التوفيق والسداد