Siroh: Peperangan Badar Al Kubro #2

Peperangan Badar Al Kubro bagian Kedua

Nabi Shollallahu ‘alaihi Wasallam Mengecek Pasukan

Sebelum pasukan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam berangkat menuju Badar, beliau terlebih dahulu memeriksa pasukan.

Ketika memeriksa dan mengecek pasukan, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam melihat beberapa sahabat dan menyuruh mereka untuk pulang, hal itu dikarenakan umur mereka yang masih kecil, seperti:

  1. Usamah bin Zaid.
  2. Abdullah bin Umar.
  3. Al Barro’ bin Azib.
  4. Roofi’ bin khodiis.
  5. Zaid bin ’Arqom.
  6. Zaid bin Tsabit.
  7. Usaid bin Dhuhair.

Sahabat-sahabat kecil rodhiyaallahu ’anhum inilah yang diminta beliau agar kembali ke Madinah. Hal ini sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh sahabat Al Barro’ bin Azib rodhiyaallahu ’anhu, beliau berkata :

اسْتُصْغِرْتُ أَنَا وَابْنُ عُمَرَ يَوْمَ بَدْرٍ، وَكَانَ الْمُهَاجِرُونَ يَوْمَ بَدْرٍ نَيِّفًا عَلَى سِتِّينَ، وَالأَنْصَارُ نَيِّفًا وَأَرْبَعِينَ وَمِائَتَيْنِ

‏“Aku dan Ibnu Umar masih dianggap kecil oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam pada hari keberangkatan pasukan ke peperangan Badar. Ketika itu, kaum Muhajirin ada sekitar 60 orang, sedangkan kaum Anshar ada sekitar 240 orang.” [1]HR. Bukhari 3956

Nabi Shollallahu ‘alaihi Wasallam Mengizinkan Umair bin Abi Waqqosh

Umair bin Abi Waqqosh adalah saudaranya Sa’ad bin Abi Waqqosh. Umair adalah di antara sahabat yang umurnya masih kecil saat keberangkatan pasukan Muslimin ke Badar. Saat itu usia beliau baru menginjak 16 tahun. Ketika itu beliau berada di pasukan Muslimin untuk ikut dalam peperangan ini.

Dan di saat Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam memeriksa pasukan, Umair selalu menghindar dan bersembunyi dari pandangan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini bertujuan agar beliau bisa ikut perang dan tidak disuruh untuk kembali pulang ke Madinah.

Namun, pada akhirnya Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mengetahui keberadaan Umair dan menyuruhnya pulang, sebagaimana yang dikhawatirkan Umair. Akhirnya, Umair pun menangis dan merengek kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dan beliau pun mengizinkan Umair untuk ikut perang. Dan di medan Badar inilah Umair mendapatkan syahid. Hal ini sebagaimana yang dikisahkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqosh rodhiyaallahu ’anhu, beliau berkata :

رأيت أخي عمير بن أبي وقاص قبل أن يعرضنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم بدر يتوارى، فقلت: ما لك يا أخي؟، قال: إني أخاف أن يراني رسول الله صلى الله عليه وسلم فيستصغرني فيردني، وأنا أحبُّ الخروج لعلَّ الله أن يرزقني الشهادة. قال: فعرض على رسول الله صلى الله عليه وسلم فردَّه، فبكى فأجازه، فكان سعد رضي الله عنه يقول: فكنت أعقد حمائل سيفه من صغره، فقتل وهو ابن ست عشرة سنة

(رواه ابن سعد في (الطبقات الكبرى) [3/ 149]، وذكره الحافظ في (الإصابة) [4/ 603]).

“Aku melihat saudaraku Umair bin Abi Waqqosh terus bersembunyi (diantara pasukan) sebelum Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam memeriksa kami. Maka aku pun bertanya, Ada apa denganmu, wahai saudaraku?”.

Dia pun menjawab, “Aku khawatir Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam melihatku dan menganggap aku masih kecil, lalu mengembalikan aku ke Madinah, padahal aku sangat menginginkan ikut keluar perang dan berharap Allah mengaruniakan kepadaku kematian syahid.”

Sa’ad berkata, “Pada akhirnya, Umair diperlihatkan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam dan menyuruhnya pulang ke Madinah, Umair pun menangis lalu Nabi pun mengizinkannya. Dan akupun membantunya menyarungkan pedang karena umurnya yang masih kecil, sehingga pada akhirnya dia terbunuh dalam usianya yang baru 16 tahun.” [2]Riwayat Ibnu Sa’ad dalam kitab Thobaqoot Al Kubro : 3/149 dan disebutkan Al Hafidz dalam kitab Al Ishobah : 4/603

Keberangkatan Pasukan Muslimin

Setelah Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam mengecek pasukan, maka Nabi ﷺ dan para sahabat pun berangkat menuju Badar. Walaupun pada awalnya pasukan kaum Muslimin berangkat dengan tujuan akan mencegat kabilah dagang Quroisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan saat itu.

Keberangkatan mereka terjadi pada tanggal 12 Ramadhan tahun 2 Hijriyah. Dan pada saat itu Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mempersilakan para sahabat untuk memilih, antara berpuasa atau tidak berpuasa.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رضى الله عنه – قَالَ كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ فَمِنَّا الصَّائِمُ وَمِنَّا الْمُفْطِرُ فَلاَ يَجِدُ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ وَلاَ الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ قُوَّةً فَصَامَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ وَيَرَوْنَ أَنَّ مَنْ وَجَدَ ضَعْفًا فَأَفْطَرَ فَإِنَّ ذَلِكَ حَسَنٌ‏.‏ (رواه مسلم)

Dari Abu Sa’id Al Khudry rodhiyaallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami melakukan peperangan bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan. Beberapa dari kami ada yang menjalankan puasa dan beberapa dari kami ada yang membatalkannya (tidak berpuasa). Orang yang berpuasa tidak menganggap aib (bersalah) terhadap orang yang berbuka, demikian pula orang yang berbuka tidak menganggap aib terhadap orang yang berpuasa. Mereka mengetahui bahwa orang yang cukup kuat untuk berpuasa itu adalah baik dan mereka juga menganggap bahwa yang merasa lemah untuk berpuasa lalu tidak berpuasa itu juga baik.” [3]HR. Muslim

Bersambung, insyaallah.

Sumber referensi artikel ini [4]Kitab MukhtashorSirotir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdil Wahhab hal. 227. dan [5]Kitab Ar-Rohiq Al-Makhtum, SyaikhShofiur Rohman.

Disusun oleh: Ahmad Imron Al Fanghony

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 HR. Bukhari 3956
2 Riwayat Ibnu Sa’ad dalam kitab Thobaqoot Al Kubro : 3/149 dan disebutkan Al Hafidz dalam kitab Al Ishobah : 4/603
3 HR. Muslim
4 Kitab MukhtashorSirotir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdil Wahhab hal. 227.
5 Kitab Ar-Rohiq Al-Makhtum, SyaikhShofiur Rohman.
Back to top button