Akhlaq: Menyambung Silaturahim Bagian #2

وعن عبدالرحمن بن عوف رضي الله تعالى عنه قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: قال الله: أنا الرَّحمن، وهي الرَّحِم، شققتُ لها اسمًا من اسمي، مَن وصلها وصلتُه، ومن قطعها بتتُّه؛ (أبو داود، وصحَّحه الألباني).

Dari Abdurrahman bin Auf rodhiyaallahu ’anhu  beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman :

“Aku adalah Ar-Rahman dan dia adalah rahim, Aku ambilkan untuknya satu nama dari namaKu. Barangsiapa yang menyambungnya maka Aku akan menyambung dia, dan barangsiapa yang memutuskannya maka Aku akan memutusnya”. (HR. Abu Dawud 1694 dan di shohihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala) [1]HR. Abu Dawud 1694 dan di shohihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala

Ini adalah hadits qudsi dan makna (بَتَتُّهُ) adalah memutuskannya. Kata ini adalah semakna dengan kata memutus. Barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya sebagaimana barangsiapa yang menyambungnya maka Allah juga akan menyambungnya. Balasan itu sesuai dengan kadar perbuatan.

Firman Allah : “Aku adalah Ar-Rahman…”

Maksudnya adalah bahwa ini (Ar-Rahman) adalah salah satu dari namaNya dan tidak boleh selainNya menjadikannya sebagai nama.

Firman Allah ta’ala : “Aku ambilkan untuknya satu nama dari namaKu…”

Maksudnya adalah bahwa Allah memecah namanya dari namaNya Ar-Rahman. Dan ini menunjukkan akan tingginya kedudukan Rahim di sisi Allah ta’ala. Ar-Rahman adalah Dzat yang memiliki Rahmat yang luas sedangkan Rahim maknanya adalah yang memiliki hubungan kekerabatan.

قَالَ عَمْرُو بْنُ عَبَسَةَ السُّلَمِيُّ كُنْتُ وَأَنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَظُنُّ أَنَّ النَّاسَ عَلَى ضَلَالَةٍ وَأَنَّهُمْ لَيْسُوا عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَعْبُدُونَ الْأَوْثَانَ فَسَمِعْتُ بِرَجُلٍ بِمَكَّةَ يُخْبِرُ أَخْبَارًا فَقَعَدْتُ عَلَى رَاحِلَتِي فَقَدِمْتُ عَلَيْهِ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَخْفِيًا جُرَءَاءُ عَلَيْهِ قَوْمُهُ فَتَلَطَّفْتُ حَتَّى دَخَلْتُ عَلَيْهِ بِمَكَّةَ فَقُلْتُ لَهُ مَا أَنْتَ قَالَ أَنَا نَبِيٌّ فَقُلْتُ وَمَا نَبِيٌّ قَالَ أَرْسَلَنِي اللَّهُ فَقُلْتُ وَبِأَيِّ شَيْءٍ أَرْسَلَكَ قَالَ أَرْسَلَنِي بِصِلَةِ الْأَرْحَامِ وَكَسْرِ الْأَوْثَانِ وَأَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ لَا يُشْرَكُ بِهِ شَيْءٌ قُلْتُ لَهُ فَمَنْ مَعَكَ عَلَى هَذَا قَالَ حُرٌّ وَعَبْدٌ قَالَ وَمَعَهُ يَوْمَئِذٍ أَبُو بَكْرٍ وَبِلَالٌ مِمَّنْ آمَنَ بِهِ فَقُلْتُ إِنِّي مُتَّبِعُكَ قَالَ إِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ يَوْمَكَ هَذَا أَلَا تَرَى حَالِي وَحَالَ النَّاسِ وَلَكِنْ ارْجِعْ إِلَى أَهْلِكَ فَإِذَا سَمِعْتَ بِي قَدْ ظَهَرْتُ فَأْتِنِيْ

Dari Abu Umamah Amru bin Abasah As Sulami ia berkata ; Pada masa jahiliyah dulu, saya mengira bahwa manusia ketika itu berada dalam kesesatan. Mereka tidaklah memiliki sesuatu pun (yang patut dibanggakan), mereka saat itu menyembah berhala. Lalu saya mendengar tentang sosok seorang laki-laki di Makkah yang sedang menyampaikan beberapa kabar berita.

Maka, aku kendarai tunggangi tungganganku hingga aku dapat sampai kepadanya. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah bersembunyi akibat perlakuan kasar kaumnya kepadanya. Aku berjalan pelan hingga akhirnya dapat menemui Beliau di Makkah. Lalu aku berkata kepada Beliau,

“Siapakah engkau?” Beliau menjawab, “Aku seorang nabi.”

Aku bertanya, “Apakah nabi itu?” Beliau menjawab, “(Orang) yang diutus oleh Allah).”

Aku bertanya, “Dengan misi apa engkau diutus-Nya?” Beliau menjawab, “Aku diutus untuk memerintahkan silaturahmi dan menghancurkan patung-patung, dan agar Allâh ditauhidkan, tidak disekutukan dengan apapun.”

Aku bertanya, “Siapakah orang yang bersama di atas keyakinan ini?” Beliau n menjawab, “Seorang yang merdeka dan satu hamba sahaya.”

Waktu itu, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan Bilal Radhiyallahu ‘anhu yang bersama Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka, aku Aku berkata, “Sesungguhnya aku mengikutimu”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak akan kuat untuk menjadi pengikutku saat ini. Tidakkah engkau melihat keadaanku dan keadaan manusia? Tetapi kembalilah kepada keluargamu. Jika engkau sudah mendengar aku mendapatkan kemenangan, datanglah kembali kepadaku…” (HR. Muslim 832) [2]HR. Muslim 832

Di dalam hadits ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengan mendorong kaum Muslimin agar menyambung silaturahim dan menjelaskan besarnya pahala perkara tersebut dari awal risalah dan permulaan beliau diutus sebelum menjelaskan sholat, zakat dan rukun Islam lainnya. Dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga menggandengkannya dengan tauhid.

عن أَبي أَيُّوبَ، أَنَّ أَعْرَابِيًّا، عَرَضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي سَفَرٍ ‏.‏ فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ – أَوْ يَا مُحَمَّدُ – أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنَ الْجَنَّةِ وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ ‏.‏ قَالَ فَكَفَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ ‏”‏ لَقَدْ وُفِّقَ – أَوْ لَقَدْ هُدِيَ – قَالَ كَيْفَ قُلْتَ ‏”.‏ قَالَ فَأَعَادَ ‏.‏ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏”‏ تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ، دعِ النَّاقَةَ”‏

Dari Abu Ayyub Al Anshori radhiyaallahu ’anhu : Bahwasanya ada seorang Arab Badui yang mencegat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam padahal beliau sedang dalam perjalanan, lalu dia mengambil tali kendali untanya atau tali kekangnya, kemudian dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, atau wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang mendekatkanku dari surga dan menjauhkan aku dari Neraka?

Lalu Nabi shallallahu’ alaihi wasallam berhenti kemudian melihat para sahabat-sahabatnya, kemudian berkata: “Dia telah diberi taufik atau telah diberi hidayah.”

Dia bertanya, “Apa yang kamu katakan?” Perawi berkata, “Lalu dia mengulangnya.”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturrahim, lalu tinggalkanlah unta tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim) [3]HR. Bukhari dan Muslim

Di dalam hadits ini menjelaskan betapa semangatnya mereka (para sahabat) terhadap kebaikan dan apa-apa yang dapat mendekatkan mereka kepada Surga dan menjauhkan mereka dari Neraka. Dan sang Badui ini telah meminta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam suatu nasihat yang mencakup seluruh perkara yang dapat memasukkan seseorang kedalam Surga dan menjauhkan seseorang dari Neraka.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan kepada Badui ini dengan empat perkara. Beliau memulai dengan perkara yang besar dan penting secara mutlak yaitu mentauhidkan Allah dan berlepas diri dari kesyirikan. Lalu kemudian menyebutkan sholat, yang merupakan kewajiban bagi seorang Muslim sehari semalam lima kali. Dan sholat adalah kewajiban besar dalam Islam setelah tauhid.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan zakat yang bergandengan dengan sholat. Zakat termasuk kewajiban dalam Islam yang besar. Lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan menyambung silaturahim, bahwasanya dia termasuk amalan yg diberkahi dan ketaatan yang besar yang dapat mendekatkan seseorang ke Surga dan menjauhkan seseorang dari Neraka. Dan Nabi menggandengnya dengan ketaatan-ketaatan yang besar ini, yaitu tauhid, sholat dan zakat. Maka cukuplah hal ini sebagai dalil mulianya amalan silaturahim dan besarnya kedudukannya dalam Islam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ الرَّحِمَ شِجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ ، فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ

“Sesungguhnya (kata) rahim diambil dari (nama Allah) ar-Rahman. Allah berkata, barangsiapa menyambungmu (rahmi/kerabat), Aku akan menyambungnya; dan barangsiapa memutuskanmu, Aku akan memutuskannya”. (HR. Al-Bukhari)[4]HR. Al-Bukhari

Dari Aisyah radhiyaallahu’anha istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

الرَّحِمُ شِجْنَةٌ فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ ، وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهُ

“Rahim itu nama potongan (dari Ar-Rahman), maka barangsiapa yang menyambungnya maka Allah akan menyambungnya namun barangsiapa yang memutusnya maka Allah akan memutuskannya juga.” (HR. Bukhari 5989) [5]HR. Bukhari 5989

عَنْ أَبِي الْعَنْبَسِ قَالَ‏:‏ دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو فِي الْوَهْطِ يَعْنِي أَرْضًا لَهُ بِالطَّائِفِ، فَقَالَ‏:‏ عَطَفَ لَنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِصْبَعَهُ فَقَالَ‏:‏ الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، مَنْ يَصِلْهَا يَصِلْهُ، وَمَنْ يَقْطَعْهَا يَقْطَعْهُ، لَهَا لِسَانٌ طَلْقٌ ذَلْقٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ‏.‏

Dari Abul ‘Anbas berkata, “Saya mengunjungi ‘Abdullah ibn ‘Amr di al-Waht (yaitu sebidang tanah miliknya di Ta’if).” Dia berkata, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wasallam menunjukkan jarinya terhadap kami dan berkata, kekerabatan (rahim) kami berasal dari Yang Maha Penyayang (Rahman). Maka barangsiapa yang  memelihara hubungan ikatan kekerabatan, maka Allah akan memelihara hubungan dengannya. Jika seseorang memutusnya, maka Allah juga akan memutusnya. Rahim akan memiliki lidah yang tak terkekang dan fasih berbicara pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari di kitab Adabul Mufrad 54 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu) [6]HR. Bukhari di kitab Adabul Mufrad 54 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “Kekerabatan (rahim) kami berasal dari Yang Maha Penyayang (Rahman)…”. Maknanya adalah bahwa rahim itu memiliki pengaruh dari pengaruh-pengaruh yang berhubungan erat dengan Ar-Rahman. Maka barangsiapa yang memutuskannya maka ia telah memutuskan bagi dirinya sendiri satu pintu dari pintu-pintu untuk mendapatkan rahmat Allah ta’ala.

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “Rahim akan memiliki lidah yang tak terkekang dan fasih berbicara pada hari Kiamat”. Maksudnya adalah bahwa rahim akan berdiri pada hari Kiamat dalam keadaan memiliki lisan yang fasih dalam berbicara. Dia akan meminta haknya yang telah Allah janjikan padanya dahulu disaat penciptaannya.

Bersambung insyaallah…

Referensi :

Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzohullahu ta’ala halaman 70-74.

Diringkas oleh Ahmad Imron Al Fanghony

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 HR. Abu Dawud 1694 dan di shohihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala
2 HR. Muslim 832
3 HR. Bukhari dan Muslim
4 HR. Al-Bukhari
5 HR. Bukhari 5989
6 HR. Bukhari di kitab Adabul Mufrad 54 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu
Back to top button