Sirah: Agama Bangsa Arab bagian 3
Perkembangan Dan Kondisi Agama
Disamping itu juga, ada agama lain seperti; Yahudi, Nashrani, Majusi dan Shabi’ah. Agama-agama ini juga mendapatkan jalan untuk memasuki pemukiman Bangsa Arab. Ada dua periode yang sempat mewakili keberadaan orang-orang Yahudi di jazirah Arab :
Pertama
Hijrah yang mereka lakukan pada periode penaklukan Bangsa Babilonia dan Assyiria di Palestina; tekanan yang dialami oleh orang-orang Yahudi, luluh lantaknya negeri dan hancurnya rumah ibadah mereka oleh Bukhtanashshar pada tahun 587 SM serta ditawan dan dibawanya sebagian besar mereka ke Babilonia menyebabkan sebagian mereka yang lain meninggalkan negeri Palestina menuju Hijaz dan bermukim di sekitar belahan utaranya.
Kedua
Diawali dari sejak pendudukan yang dilakukan oleh Bangsa Romawi terhadap Palestina dibawah komando Pettis pada tahun 70 M; adanya tekanan dari orang-orang Romawi terhadap bangsa Palestina, hancur dan luluh lantaknya rumah ibadah mereka membuahkan berimigrasinya banyak suku dari bangsa Yahudi ke Hijaz dan menetap di Yatsrib (Madinah sekarang), Khaibar dan Taima’. Disana mereka mendirikan perkampungan, istana-istana dan benteng-benteng. Agama Yahudi tersebar di kalangan sebagian bangsa Arab melalui kaum imigran Yahudi tersebut. Di kemudian harinya mereka memiliki peran yang sangat signifikan dalam percaturan politik pada periode tersebut sebelum munculnya Islam. Ketika Islam muncul, suku-suku Yahudi yang sudah ada dan masyhur adalah Khaibar, an-Nadhir, al-Mushthaliq, Quraizhah dan Qainuqa’.
Agama Yahudi
Sejarawan, as-Samhudi menyebutkan dalam bukunya “wafaul wafa’ “ halaman 116 bahwa suku-suku Yahudi yang mampir di Yatsrib dan datang ke sana dari waktu ke waktu berjumlah lebih dari dua puluh suku. Sementara itu, masuknya agama Yahudi di Yaman adalah melalui penjual jerami, As’ad bin Abi Karb. Ketika itu, dia pergi berperang ke Yatsrib dan disanalah dia memeluk agama Yahudi. Dia membawa serta dua orang ulama Yahudi dari suku Bani Quraizhah ke Yaman.
Agama Yahudi tumbuh dan berkembang dengan pesat di sana, terlebih lagi ketika anaknya, Yusuf yang bergelar Dzu Nuwas menjadi penguasa di Yaman; dia menyerang penganut agama Nashrani dari Najran dan mengajak mereka untuk menganut agama Yahudi, namun mereka menolak.
Karena penolakan ini, dia kemudian menggali parit dan mencampakkan mereka ke dalamnya lalu mereka dibakar hidup-hidup. Dalam tindakannya ini, dia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, anak-anak kecil dan orang-orang berusia lanjut. Sejarah mencatat, bahwa jumlah korban pembunuhan massal ini berkisar antara 20.000 hingga 40.000 jiwa. Peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober tahun 523 M. Al-Qur’an menceritakan sebagian dari drama tragis tersebut dalam surat al-Buruj (tentang Ashhabul Ukhdud).
Agama Nashrani
Sedangkan agama Nashrani masuk ke jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah yang pertama kali di Yaman terjadi pada tanun 340 M dan berlangsung hingga tahun 378 M. Pada masa itu, gerakan kristenisasi mulai merambah pemukiman di Yaman. Tak berapa jauh dari masa ini, seorang yang yang dikenal sebagai orang yang zuhud, doanya mustajab dan juga dianggap mempunyai kekeramatan.
Orang ini dikenal dengan sebutan Fimiyun; dialah yang datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk agama Nashrani. Mereka melihat tanda-tanda kejujuran pada dirinya dan kebenaran agamanya. Oleh karena itu mereka menerima dakwahnya dan bersedia memeluk agama Nashrani.
Tatkala orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk kedua kalinya pada tahun 525M; sebagai balasan atas perlakuan Dzu Nuwas yang dulu pernah dilakukannya, dan tampuk pimpinan dipegang oleh Abrahah, maka dia menyebarkan agama Nashrani dengan gencar dan target sasaran yang luas hingga mencapai puncaknya yaitu tatkala dia membangun sebuah gereja di Yaman, yang diberi nama “Ka’bah Yaman”.
Dia menginginkan agar haji yang dilakukan oleh Bangsa Arab dialihkan ke gereja ini. Disamping itu,dia juga berniat menghancurkan Baitullah di Mekkah, namun Allah membinasakannya dan akan mengazabnya di dunia dan akhirat. Agama Nashrani dianut oleh kaum Arab Ghassan, suku-suku Taghlib dan Thayyi’ dan selain kedua suku terakhir ini. Hal itu disebabkan mereka bertetangga dengan orang-orang Romawi. Bukan itu saja, bahkan sebagian raja-raja Hirah juga telah memeluknya.
Agama Majusi
Sedangkan agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab yang bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Iraq, Bahrain (tepatnya di Ahsa’), Hajar dan kawasan tepi pantai teluk Arab yang bertetangga dengannya. Elite-Elite politik Yaman juga ada yang memeluk agama Majusi pada masa pendudukan Bangsa Persia terhadap Yaman.
Agama Shabi’ah
Adapun agama Shabi’ah; menurut penemuan yang dilakukan melalui penggalian dan penelusuran peninggalan-peninggalan mereka di negeri Iraq dan lain-lainnya menunjukkan bahwa agama tersebut dianut oleh kaum Ibrahim Chaldeans. Begitu juga, agama tersebut dianut oleh mayoritas penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala. Setelah beruntunnya kedatangan beberapa agama baru seperti agama Yahudi dan Nashrani, agama ini mulai kehilangan identitasnya dan aktivitasnya mulai redup. Tetapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang membaur dengan para pemeluk Majusi atau hidup berdampingan dengan mereka, yaitu di masyarakat Arab di Iraq dan di kawasan tepi pantai teluk Arab.
Kondisi Kehidupan Agama
Agama-agama tersebut merupakan agama yang sempat eksis sebelum kedatangan Islam. Namun dalam agama-agama tersebut, sudah terjadi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang Musyrik yang mendakwa diri mereka adalah penganut agama Ibrahim, justru keadaannya teramat jauh dari perintah dan larangan syariat Ibrahim.
Ajaran-ajaran tentang akhlaq mulia mereka sudah abaikan sehingga maksiat tersebar dimana-mana. Seiring dengan peralihan zaman secara bertahap terjadi perkembang yang sama seperti apa yang dilakukan oleh para penyembah berhala (paganis). Adat istiadat dan tradisi-tradisi yang berlaku telah berubah menjadi khurafat-khurafat dalam agama dan ini memiliki dampak negatif yang amat parah terhadap kehidupan sosial politik dan religi masyarakat.
Lain lagi perubahan yang terjadi terhadap orang-orang Yahudi; mereka telah menjadi manusia yang dijangkiti penyakit riya’ dan menghakimi sendiri. Para pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah; menghakimi masyarakat seenaknya dan bahkan menvonis mereka seakan mereka mengetahui apa yang terbetik dihati dan dibibir mereka.
Ambisi utama mereka hanyalah bagaimana mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat lenyapnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah diperintahkan oleh Allah dan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap orang.
Berbeda dengan agama Nashrani, ia berubah menjadi agama berhala (paganisme) yang sulit dipahami dan mengalami pencampuradukan yang amat janggal antara pemahaman terhadap Allah dan manusia. Agama semacam ini tidak berpengaruh banyak dan secara signifikan terhadap bangsa Arab karena ajaran-ajarannya jauh dari gaya hidup yang mereka kenal dan lakoni. Karenanya, tidak mungkin pula mereka jauh dari gaya hidup tersebut.
Sementara kondisi semua agama bangsa Arab, tak ubahnya seperti kondisi orang-orang Musyrik; perasaan hati yang sama, kepercayaan yang beragam, tradisi dan kebiasaan yang saling sinkron.
Referensi :
Kitab Ar-Rohiq Al-Makhtum, karya Syaikh Shofiyurrahman Mubarokfury rohimahullahu ta’ala. Halaman 39-42.
Disusun oleh Ahmad Imron Al Fanghony
Artikel Alukhuwah.Com