Siroh: Posisi Bangsa Arab Dan Kaumnya #2
Kaum-kaum Bangsa Arab
Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Arab menjadi tiga bagian, yaitu:
Pertama, Arab Ba’idah. Yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplet, seperti ’Ad, Tsamud, Thasm, Judais, ’Imlaq dan lain-lainnya.
Kedua, Arab ’Aaribah. Yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
Ketiga, Arab Musta’ribah. Yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ismail, yang disebut pula Arab ’Adnaniyah.
Tempat kelahiran Arab ’Aaribah atau kaum Qahthan adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, yang terkenal adalah dua kabilah:
1. Kabilah Himyar bin Saba’, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Suku Zaid Al-Jumhur, Suku Qudha’ah dan Suku Sakasik.
2. Kabilah Kahlan bin Saba’, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Suku Hamadan, Suku Anmar, Suku Thayyi’, Suku Madzhaj, Suku Kindah, Suku Lakham, Suku Judzam, Suku Azdu, Suku Aus, Suku Khazraj dan anak keturunan Jafnah raja Syam.
Suku-suku dari Kabilah Kahlan banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazirah (menjelang terjadinya banjir besar) saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan.
Hal ini sebagai akibat dari tekanan Bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam. Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa mereka hijrah setelah terjadinya banjir besar tersebut.
Allah berfirman tentang mereka,
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿١٥﴾ فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ ﴿١٦﴾ ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا ۖ وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya!’ (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (Saba’ : 15-17)[1]Al Qur’an surat Saba’ ayat 15-17
Juga tidak menutup kemungkinan, jika hal itu sebagai akibat dari persaingan antara suku-suku dari Kabilah Kahlan dan suku-suku dari Kabilah Himyar, yang berakhir dengan pindahnya suku-suku Kahlan dan keluarnya suku-suku Himyar.
Suku-Suku dari Kabilah Kahlan yang berhijrah bisa dibagi menjadi empat golongan:
Pertama, suku Azdu. Hijrahnya mereka dipimpin langsung oleh pemuka dan pemimpin mereka, ’Imran bin ’Amru Muzaiqiya’. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim para pemandu, lalu berjalan ke arah utara dan timur.
Dan inilah rincian akhir tempat-tempat yang pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut:
Tsa’labah bin Amru pindah dari al-Azd menuju Hijaz, lalu menetap di antara (tempat yang bernama) Tsa’labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya besar dan kuat, dia pindah ke Madinah dan menetap di sana.
Dan di antara keturunan Tsa’labah adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Haritsah bin Tsa’labah. Di antara keturunan mereka yang bernama Haritsah bin ’Amr (atau yang dikenal dengan Khuza’ah) dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz, hingga mereka singgah di Murrazh-Zhahran, yang selanjutnya membuka tanah suci dan mendiami Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, al-Jarahimah.
Sedangkan ’Imran bin ’Amr singgah di Oman, lalu bertempat tinggal di sana bersama anak keturunannya, yang disebut Azdu Oman. Sedangkan Kabilah-kabilah Nashr bin al-Azd menetap di Tuhamah, yang disebut Uzd Syanu-ah.
Jafnah bin ’Amr pergi ke Syam dan menetap di sana bersama anak keturunannya. Dia dijuluki Bapak para raja al-Ghassasinah, yang dinisbatkan kepada mata air di Hijaz, yang dikenal dengan nama Ghassan yang telah mereka singgahi sebelum akhirnya pindah ke Syam.
Kedua, suku Lakhm dan Judzam. Mereka pindah ke bagian Timur dan Barat. Tokoh di kalangan mereka adalah Nashr bin Rabi’ah, pemimpin raja-raja Al-Manadzirah di Hirah.
Ketiga, suku Thayyi’. Mereka berpindah ke arah utara setelah perjalanan Azd hingga singgah di antara dua gunung: Aja dan Salma, dan akhirnya menetap di sana. Kemudian kedua gunung tersebut dikenal dengan dua gunung Thayyi’.
Keempat, suku Kindah. Mereka singgah di Bahrain, kemudian terpaksa meninggalkannya dan singgah di Hadhramaut. Namun, nasib mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang menimpa saat berada di Bahrain, hingga mereka pindah lagi ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tapi pemerintahan itu cepat berakhir tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
Di sana ada satu suku dari Kabilah Himyar, yaitu Qudha’ah (meskipun masih diperselisihkan penisbatannya kepada Himyar) yang meninggalkan Yaman dan bermukim di daerah pedalaman as-Samawah, pinggiran Iraq.
Adapun Arab Musta’ribah, mereka merupakan cikal-bakal dari nenek moyang mereka yang tertua, Ibrahim ’Alaihis salam, yang berasal dari negeri Irak, dari sebuah kota yang disebut Ar, dan terletak di pinggir barat sungai Eufrat, berdekatan dengan Kufah.
Cukup banyak upaya penggalian dan pengeboran yang dilakukan untuk mengungkap rincian yang mendetail tentang kota ini dan keluarga Nabi Ibrahim ’Alaihis Salam serta kondisi religius dan sosial yang ada di negeri itu. Sudah diketahui bersama, bahwa Ibrahim ’Alaihis Salam hijrah dari Irak ke Haran (atau Hirran), termasuk pula ke Palestina, dan menjadikan negeri itu sebagai pijakan atau markas dakwah beliau.
Beliau banyak menyusuri pelosok negeri ini dan lainnya, dan beliau pernah sekali mengunjungi Mesir.
Kisah Singkat Nabi Ibrahim ’Alaihis Salam
Fir’aun (sebutan bagi penguasa Mesir) kala itu berupaya untuk melakukan tipu daya dan niat buruk terhadap istri beliau, Sarah. Namun Allah membalas tipu dayanya (senjata makan tuan). Dan tersadarlah Fir’aun itu, betapa kedekatan hubungan Sarah dengan Allah hingga akhirnya ia jadikan anaknya. Hajar sebagai abdinya (Sarah). Hal itu dia lakukan sebagai tanda pengakuannya terhadap keutamaannya, kemudian dia (Hajar) dikawinkan oleh Sarah dengan Ibrahim.
Ibrahim ‘Alaihis Salam kembali ke Palestina dan Allah menganugerahkan seorang anak (yang kemudian diberi nama Ismail) dari Hajar. Sarah pun terbakar api cemburu. Dia memaksa Ibrahim untuk mengekstradisi Hajar dan putranya yang masih kecil.
Maka beliau membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang tiada ditumbuhi tanaman (gersang dan tandus) di sisi Baitul Haram, yang saat itu hanyalah berupa gundukan-gundukan tanah.
Rasa gundah mulai menggelayuti pikiran Ibrahim, beliau menoleh ke kiri dan kanan, lalu meletakkan mereka berdua di dalam tenda, di atas mata air Zam-zam, bagian atas masjid.
Dan pada saat itu, belum ada seorang pun yang tinggal di Mekah dan belum ada mata air.
Beliau meletakkan kantong kulit yang berisi kurma dan wadah air di dekat mereka. Setelah itu, beliau kembali lagi ke Palestina. Berselang beberapa hari kemudian, bekal dan air pun habis. Sementara tidak ada mata air yang mengalir.
Tiba-tiba di sana ada mata air Zam-zam yang memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua hingga batas waktu tertentu. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkapnya.
Referensi:
Kitab Ar-Rohiq Al-Makhtum, karya Syaikh Shofiyurrahman Mubarokfury rahimahullah ta’ala. Halaman 16–18[2]Kitab Ar-Rohiq Al-Makhtum, karya Syaikh Shofiyurrahman Mubarokfury rahimahullah ta’ala. Halaman 16–18
Disusun oleh Ahmad Imron Al Fanghony
Artikel Alukhuwah.Com