Akhlaq: Hak-hak Tetangga (Bagian Pertama)
Sesungguhnya syariat agama yang penuh dengan keberkahan ini (yaitu syariat Islam) datang dengan membawa akhlaq yang terpuji, adab yang dijunjung tinggi dan muamalah yang indah. Hal ini menunjukkan akan kesempurnaan, keluasan dan keagungan agama Islam. Sehingga tergapailah kebaikan seluruh sisi, kemaslahatan dan hak-hak di dalamnya. Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan hal ini dan mengaruniakannya kepada kita. Kita memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kita semua untuk bisa merealisasikan adab-adab yang baik dan akhlaq-akhlaq yang terpuji.
Diantara Akhlaq yang Baik serta Adab yang Mulia adalah Tentang Hak Tetangga
Dan diantara akhlaq yang baik serta adab yang mulia yang Islam mendorong dan memberikan perhatian padanya adalah tentang hak tetangga. Tahukah kamu apa yang dimaksud tetangga? Tetangga adalah orang yang rumahnya berdekatan denganmu, tempat tinggalnya berdampingan atau bertetangga denganmu, kamu dengannya sering bertemu, kamu melihatnya dan dia melihatmu.
Dan sungguh Allah telah menjadikan bagi tetangga sebuah hak dan Allah juga mendorong hamba-hambaNya untuk melaksanakan hak itu. Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah banyak dalam hadits-hadits beliau yang menjelaskan hak dan keagungan tetangga. Bahkan Allah menggandengkan hakNya dengan hak tetangga, dan itu ada pada Firman Allah ta’ala :
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (An-Nisa : 36) [1]QS. An-Nisa : 36
Maka barangsiapa siapa yang sombong serta membangga-banggakan diri, dia tidak akan pernah memiliki perhatian terhadap hak tetangga bahkan sekecil hak pun tidak dihiraukan, karena dua sifat diatas. Adapun orang yang beriman yang tawadhu’ dan taat kepada Allah, maka hal ini akan dia jadikan dalam dirinya sebagai sesuatu yang berharga, memiliki keutamaan dan dia akan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Keutamaan bagi Orang yang Memberi Perhatian terhadap Hak Tetangga
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan :
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ لَيُوَرِّثَنَّهُ
“Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Muslim 2624). [2]HR. Muslim 2624
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR. Bukhari 6015 dan Muslim 2624). [3]HR. Bukhari 6015 dan Muslim 2624
Sabda Nabi : “Jibril selalu berpesan kepadaku untuk…”. Hal ini memberikan faedah adanya pengulangan wasiat tentang tetangga dari Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Baik secara Birr, berbuat baik, memuliakan, melaksanakan hak-hak, bersikap sopan dan lemah lembut kepada tetangga.
Sabda Nabi : “… Sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya”. Yaitu, saking sering dan banyaknya wasiat itu sehingga beliau mengira akan turun wahyu dari Allah kepadanya agar tetangga mendapatkan bagian dari warisan tetangga lainnya. Hal ini sebagai bentuk penguatan dan penjelasan akan besarnya kedudukan tetangga dan apa yang ada padanya dari hal-haknya.
Siapakah Tentangga Kita
Dan hak yang Allah jadikan untuk tetangga ini disebabkan karena rumah dan tempat tinggalnya saling berdekatan atau bertetanggaan serta seringnya bertemu dan melihat yang dalam sehari bisa beberapa kali pertemuan, dan hal ini berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu, tetanggamu adalah orang yang kamu lihat setiap hari bahkan bisa beberapa kali kamu melihatnya dalam sehari. Dan juga dikatakan tetangga, karena kamu terkadang butuh kepadanya dan diapun membutuhkanmu. Sehingga apa yang ada antara dua rumah yang saling berdekatan lebih besar dan dalam dibandingkan dengan rumah yang saling berjauhan.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
خَيْرُ الأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِه ، وَخَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَاللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِه
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah yang terbaik di antara mereka terhadap sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik di antara mereka terhadap tetangganya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 1944, Ad-Darimi 2/215, Al-Hakim 4/164, Ahmad no. 6566 dan Ibnu Busyran dalam Al-Amali 143/1 serta dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala) [4]Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 1944, Ad-Darimi 2/215, Al-Hakim 4/164, Ahmad no. 6566 dan Ibnu Busyran dalam Al-Amali 143/1 serta dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu … Continue reading
Tetangga yang Paling Utama
Seutama-utamanya tetangga dan sebesar- besarnya kedudukannya disisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangga lainnya. Yaitu tetangga yang banyak manfaat, kebaikan, hubungan silaturahim, dan banyak menunaikan hak-hak tetangganya. Dalam hal ini juga ada ajakan untuk memiliki perhatian yang besar terhadap hak-hak tetangga sambil berharap dan mencari pahala di Allah ta’ala. Sesungguhnya seorang hamba jika dapat berbuat baik kepada tetangganya, menunaikan hak-haknya, memberikan kebaikan dan tidak menggangu tetangga walaupun si tetangga tidak demikian dalam sikapnya atau justru menolaknya maka dia adalah sebaik-baik tetangga di sisi Allah. Cukuplah baginya kemuliaan, keutamaan dan keluhuran budi pekerti yang akan dia peroleh dari kebaikan dan derajat serta kedudukan yang tinggi.
Dalam hal ini pula terdapat kegembiraan bagi seorang Muslim yang baik terhadap tetangganya, sekalipun para tetangga berbuat buruk kepadanya. Karena berbuat baik dan menunaikan hak-hak tetangga adalah diniatkan untuk mendapatkan pahala dari Allah bukan dari mereka. Demikian pula menyambung hubungan baik dengan tetangga adalah mengharap balasan dan rasa syukur dari-Nya subhanallah.
Di dalam hadits juga terdapat tanbih untuk seorang Muslim pentingnya mempelajari secara umum hak-hak bertetangga yang dijelaskan dalam sunnah (hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Lalu dia menjaganya dan melaksanakannya agar dia menjadi sebaik-baiknya tetangga di sisi Allah ta’ala. Jika dia tidak tahu akan hal ini, lalu bagaimana dia bisa melaksanakan hak-hak tersebut? Orang yang tidak memiliki sesuatu maka dia tidak akan bisa memberi.
Jika sebaik-baiknya tetangga disisi Allah adalah tetangga yang baik dengan tetangganya, maka kebalikan dari pemahaman ini adalah sejelek-jeleknya tetangga disisi Allah adalah tetangga yang berbuat jelek atau jahat kepada tetangganya. Baik dengan cara menyakitinya, berbuat jahat padanya dan tetangga tidak merasa aman dari gangguan dan kejelekannya.
Sabda Nabi : “… Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik di antara mereka terhadap tetangganya.” Yaitu mencakup segala bentuk kebaikan, misalnya ; mendahului mengucapkan salam, bermuka ceria, baik dalam penyambutan, bagus dalam berinteraksi atau bergaul, mengantarkan makanan, memberi hadiah, berkunjung, bertanya kabar atau mengobrol dan yang lainnya dari berbagai macam jenis kebaikan.
Tetangga yang Baik adalah Sebuah Kebahagiaan
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyaallahu ‘anhu beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ
“Ada empat diantara kebahagiaan : istri yang shalihah (baik), tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih (baik), dan kendaraan yang nyaman. Ada empat kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang buruk (tidak shalihah), rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk”. (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 4032 dan di dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala) [5]HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 4032 dan di dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala
Dari Nafi’ ibnu ’Abdil Harits, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ: الْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ
“Di antara kesenangan bagi seorang muslim adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang tenang.” (Shahih Lighairihi, yakni shahih dilihat dari jalur lainnya) Lihat Ash Shahihah (282) [6](Shahih Lighairihi, yakni shahih dilihat dari jalur lainnya) Lihat Ash Shahihah (282)
Tidak diragukan lagi bahwa diantara nikmat-nikmat Dunia dan kebahagiaan seorang hamba adalah dimuliakan dengan adanya tetangga yang baik yaitu tetangga yang sholih. Hal itu karena seseorang dapat mengambil pelajaran dari keshalihan mereka dan mereka bisa menjadi tauladan bagi anak-anaknya dalam hal kebaikan, dapat dijadikan penolong dalam ketaatan kepada Allah, dalam hal perbaikan, aman dari gangguan dan kejelekannya. Mereka (tetangga yang baik atau sholih) adalah pemberian dan nikmat yang besar dari Allah ta’ala. Bahkan orang-orang yang bermaksiat sekalipun merasa senang jika tetangganya adalah tetangga yang shalih, dia bisa merasakan kebahagiaan yang tidak dia dapatkan jika bertetangga dengan yang semisal dirinya dalam hal maksiat, karena dia tahu bertetangga dengan tentangga orang sholih akan terasa aman dari segala sisi.
Tetangga yang Jelek adalah Sebuah Kesusahan dan Kesengsaraan
Sedangkan tetangga yang jelek adalah termasuk kesusahan dan kesengsaraan yang besar di Dunia. Terlebih, di tempat yang seseorang berdiam diri di dalamnya. Maka dia tidak akan merasa bahagia, senang, dan bisa istirahat bahkan tidak akan merasa tenang terlihat keluarga, harta dan anak-anaknya. Dan tetangga seperti inilah yang seseorang diperintahkan untuk berlindung darinya.
Dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ، مِنْ جَارِ السَّوْءِ فِي دَارِ الْمُقَامِ، فَإِنَّ جَارَ الْبَادِيَةِ يَتَحَوَّلُ عَنْكَ
“Mintalah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang buruk di tempat tinggal menetap, karena tetangga yang tidak menetap akan berpindah dari kampungmu.” (HR. Nasa’i 5502 dan dinilai al-Albani sebagai hadis hasan shahih). [7]HR. Nasa’i 5502 dan dinilai al-Albani sebagai hadis hasan shahih
Dalam riwayat lain :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, diantara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah :
اللّهُمَّ! إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوْءِ فِي دَارِ الْمُقَامِ فَإِنَّ جَارَ الدُّنْيَا يَتَحَوَّلُ
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di akhirat karena tetangga di dunia akan senantiasa berubah-ubah.” (HR. An Nasa’i : 50-Kitab Al Isti’adzah, 42-Bab Al Isti’adzah min Jaaris Suu’) [8]HR. An Nasa’i : 50-Kitab Al Isti’adzah, 42-Bab Al Isti’adzah min Jaaris Suu’
Jenis tetangga yang buruk di kampung akhirat, kejelekannya abadi dan kesalahannya terus menerus. Adapun tetangga yang jelek di perjalanan atau tempat tinggal yang terbatas waktu maka kejelekannya hanya terbatas waktu atau hari kemudian bisa saja berubah.
Bersambung insyaallah…
Referensi :
Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzahullahu ta’ala halaman 97–101.
Diterjemahkan oleh Ahmad Imron Al Fanghony
Referensi
1 | QS. An-Nisa : 36 |
---|---|
2 | HR. Muslim 2624 |
3 | HR. Bukhari 6015 dan Muslim 2624 |
4 | Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 1944, Ad-Darimi 2/215, Al-Hakim 4/164, Ahmad no. 6566 dan Ibnu Busyran dalam Al-Amali 143/1 serta dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala |
5 | HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 4032 dan di dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu ta’ala |
6 | (Shahih Lighairihi, yakni shahih dilihat dari jalur lainnya) Lihat Ash Shahihah (282) |
7 | HR. Nasa’i 5502 dan dinilai al-Albani sebagai hadis hasan shahih |
8 | HR. An Nasa’i : 50-Kitab Al Isti’adzah, 42-Bab Al Isti’adzah min Jaaris Suu’ |