Ilmu Waris: Sebab Menjadi Ahli Waris

Ada tiga kemungkinan yang menyebabkan seseorang menjadi ahli waris, yaitu :

1. Pernikahan

Yaitu dengan terjadinya akad nikah yang sah [1]Adapun akad pernikahan yang tidak sah maka tidak menyebabkan adanya hubungan saling mewarisi, karena keberadaannya sama saja dengan ketiadaannya. (Al-Mulakhash Al-Fiqhiy 2/195).. Sehingga dengan semata-mata akad nikah seorang suami berhak mewarisi harta peninggalan istrinya, dan si istri berhak mewarisi harta peninggalan suaminya, meskipun belum melakukan hubungan suami istri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah memutuskan hukum berkaitan dengan wanita yang ditinggal mati suaminya sebelum berhubungan suami istri, bahwa ia berhak mendapatkan bagian warisan dari suaminya, maka Ma’qil bin Sinan Al-Asyja’i bersaksi bahwa Nabi ﷺ dahulu juga pernah menetapkan hukum terkait kasus Barwa’ binti Wasyiq semisal yang diputuskan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu [2]HR. Abu Dawud no. 2114 dan An-Nasa’i no. 3355, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan An-Nasa’i no. 3355.

Hubungan saling mewarisi antara suami istri masih tetap ada selama belum terjadi talak ba’in. Jika sudah talak ba’in [3]Yaitu jika suami menceraikan isterinya dengan talak tiga, atau menceraikannya dengan talak satu atau dua dan tidak diruju’ sampai selesai masa iddahnya. (Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’, Hal. 264) maka hubungan pewarisan antara keduanya terputus, kecuali jika talak itu terjadi karena suami memang sengaja melakukannya supaya si istri tidak mendapatkan bagian warisan. Misalnya di waktu sakit keras si suami mentalak istrinya, kemudian si suami meninggal, dan diduga kuat bahwa ia mentalaq istrinya dengan tujuan supaya si istri tidak mendapat warisan, maka ketika itu istri tetap berhak mendapat bagian warisan. Adapun talaq raj’i [4]Yaitu jika suami menceraikan isterinya dengan talak satu atau talak dua dan masih bisa ruju’ kembali dalam masa ‘iddah. (Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’, Hal. 263). maka tidak menyebabkan terputusnya hubungan saling mewarisi antara suami istri, karena setelah terjadinya talak raj’i keduanya masih berstatus suami istri. 

2. Nasab

Yaitu hubungan rahim (kekerabatan) baik dekat maupun jauh. [5]Nasab adalah hubungan kekerabatan, yaitu keterkaitan antara dua orang dalam kelahiran baik dekat maupun jauh. Misalnya sepupu (anak paman) memiliki hubungan kekerabatan dengan seseorang karena antara … Continue reading

3. Wala’

Yaitu keberadaan seseorang berhak mendapatkan warisan karena telah membebaskan si mayit dari perbudakan. Baik pembebasan tersebut terjadi karena sukarela atau karena menunaikan kewajiban, seperti membayar kaffarah, nadzar, dan semisalnya. [6]Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat tentang adanya hak wala’ bagi orang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak perempuannya, dan bahwa ia berhak menerima … Continue reading

Wallahu a’lam.

Disusun oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A., حفظه الله تعالى

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Adapun akad pernikahan yang tidak sah maka tidak menyebabkan adanya hubungan saling mewarisi, karena keberadaannya sama saja dengan ketiadaannya. (Al-Mulakhash Al-Fiqhiy 2/195).
2 HR. Abu Dawud no. 2114 dan An-Nasa’i no. 3355, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan An-Nasa’i no. 3355.
3 Yaitu jika suami menceraikan isterinya dengan talak tiga, atau menceraikannya dengan talak satu atau dua dan tidak diruju’ sampai selesai masa iddahnya. (Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’, Hal. 264)
4 Yaitu jika suami menceraikan isterinya dengan talak satu atau talak dua dan masih bisa ruju’ kembali dalam masa ‘iddah. (Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’, Hal. 263).
5 Nasab adalah hubungan kekerabatan, yaitu keterkaitan antara dua orang dalam kelahiran baik dekat maupun jauh. Misalnya sepupu (anak paman) memiliki hubungan kekerabatan dengan seseorang karena antara keduanya ada keterkaitan dalam kelahiran yang bertemu di kakek. Hubungan kekerabatan ini terdiri dari ushul, furu’, dan hawasyi. Ushul adalah kerabat dari arah atas yaitu ayah, ibu, kakek, nenek dan seterusnya ke atas. Furu’ adalah keturunan seseorang yaitu anak, cucu dan seterusnya ke bawah. Adapun hawasyi adalah kerabat dari arah samping seperti saudara dan paman. (As-Syarh Al-Mumti’ 11/203 dan Talkhis Fiqh Al-Faraidh Hal. 7-8
6 Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat tentang adanya hak wala’ bagi orang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak perempuannya, dan bahwa ia berhak menerima warisan dengan sebab itu.” (Syarh Shahih Muslim 10/140 sebagaimana disebutkan dalam Ad-Dalil ‘ala Manhaj As-Salikin, hlm. 236).
Check Also
Close
Back to top button