Akhlaq: Berbakti Kepada Kedua Orang Tua #1

Berbakti kepada kedua Orang Tua bagian 1

Tersajilah di urutan awal pembahasan akhlak, yaitu berbakti kepada kedua orang tua. Hal itu dikarenakan, kedua orang tua adalah orang yang paling berhak mendapatkan adab yang baik, pergaulan yang indah dan akhlak yang terpuji serta mulia. Bagaimana tidak? Sungguh Allah ta’ala telah menggandengkan  hak keduanya dengan hak-Nya ta’ala di berbagai ayat dalam Al Qur’an. Di antaranya:

Firman Allah,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” [1]QS. Al Isra: 23

Juga firman Allah ta’ala,

قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ

“Katakanlah (Muhammad), “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.” [2]QS. Al An’am: 151

Allah juga berfirman dalam ayat yang lain,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” [3]QS. An Nisa: 36

Oleh karena itu, Al Imam Al Bukhari rohimahullahu ta’ala memulai dalam kitabnya yang berjudul “Al adabul Mufrod” dengan bab-bab yang terkait dengan birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dan ini merupakan bukti perhatian yang besar serta isyarat dari beliau bahwasanya kedua orang tua adalah orang yang paling berhak mendapatkan adab yang baik, pergaulan yang indah dan akhlak yang baik serta mulia.

Bahkan Imam Al Bukhari mengatakan,

“Wahai orang-orang yang dibacakan adab-adab mulia dan akhlak Islam yang utama, ketahuilah, bahwa manusia yang paling berhak mendapatkan adab-adab ini, mereka adalah kedua orang tua! Karena keduanya adalah orang yang berhak untuk dipergauli dengan baik dan diberikan akhlak mulia. Setiap Muslim diharuskan bermuamalah (bergaul) kepada seluruh hamba Allah dengan akhlak yang mulia, namun kedua orang tua lebih berhak dan lebih utama untuk diberlakukan dengannya.”

Dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyaallahu ’anhu, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam,

أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ قالَ: حدَّثَني بهِنَّ، ولَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزادَنِي

Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?” Nabi bersabda, “Salat pada waktunya.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab, “Lalu birrul walidain.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab, “Jihad fi sabilillah.” Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, tampaknya beliau akan menambahkan lagi.[4]HR. Bukhari no. 527, 597 dan Muslim no. 85

Di dalam hadits ini terdapat semangat dari para sahabat untuk mengetahui keutamaan amal. Di dalam hadits ini juga terdapat kesungguhan para sahabat dalam mengetahui perkara-perkara yang dapat mendatangkan kecintaan Allah ta’ala. Dan pertanyaan ‘amalan apakah yang paling Allah cintai’ adalah bentuk pertanyaan yang bersumber dari kuatnya cinta mereka terhadap kebaikan dan amal yang utama, agar mereka dapat mengamalkannya dan mendapatkan apa yang mereka cari dari amalan-amalan itu, yaitu kecintaan Allah ta’ala kepada mereka.

Dan termasuk doa Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam yang beliau panjatkan,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنِى حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى وَأَهْلِى وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ

Allohumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii hubbaka. Allohummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal-maa’il-baarid

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk selalu cinta kepada-Mu, mencintai orang yang selalu mencintai-Mu, dana mal yang dapat menyampaikanku untuk mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta kepada-Mu melebihi cintaku terhadap diriku sendiri, keluarga, dan air yang dingin.” [5]HR. Ahmad no. 22109, Tirmidzi no. 3235 dan di shohihkan oleh Syaikh Al Albani

Hadits ini juga menunjukkan bahwa tingkatan atau cabang iman dan sifat dalam agama itu berbeda-beda dalam hal keutamaan.

Sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

“Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu termasuk bagian dari iman.” [6]HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35

Maka iman memiliki cabang, dari cabang-cabang itu ada yang tingkatannya tinggi, ada pula yang ringan (rendah). Dan tingkatan yang paling tinggi adalah yang paling Allah cintai dibandingkan dengan yang paling rendah. Namun, semua cabang, baik yang paling tinggi atau yang paling rendah tingkatannya, tetap dicintai oleh Allah.

Dan sungguh Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam telah menggandengkan dalam urutan amal-amal yang paling Allah cintai, yaitu salat (sebagai haknya Allah) sebelum berbakti kepada kedua orang tua, sehingga hal itu sebanding dengan ayat-ayat Allah, yaitu Dia menggandengkan antara hak kedua orang tua dengan hak-Nya sendiri.

Dan sesungguhnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam juga mendahulukan penyebutan berbakti kepada kedua orang tua dibandingkan dengan syariat Jihad. Maka disini terdapat peringatan besar adanya syarat rida dan izin kedua orang tua sebelum berangkat jihad. 

Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

“Pernah seseorang mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu ia minta izin untuk berjihad, lalu Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Orang itu menjawab, ”Iya.” Beliau bersabda, “Berjihadlah dalam mengurus keduanya.” [7]HR. Bukhari no. 5972 dan Muslim no. 2549

Oleh karena itu, hak kedua orang tua adalah hak yang sangat besar dan berbakti kepada keduanya merupakan perkara yang wajib.

Kata Al Birr (berbakti) adalah sebuah kata yang menyeluruh, yang mencakup segala jenis kebaikan, indahnya pergaulan dan bagusnya akhlak kepada kedua orang tua, baik dengan ucapan, perbuatan, adab, ketaatan dan menjauhkan diri dari kedurhakaan.

Dari Abdullah bin Amr rodhiyaallahu ‘anhuma, dari Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

“Rida Allah tergantung pada rida orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” [8]Hasan. At-Tirmidzi : 1899, HR. Al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394

Hadits ini dan hadits semisal yang sebelumnya, telah menjelaskan adanya penggabungan antara hak Allah dan hak kedua orang tua. Yang berarti, barangsiapa yang mencari rida kedua orang tua, maka dia akan mendapatkan rida dari Allah dan barangsiapa yang mencari kemurkaan kedua orang tua, maka ia akan mendapatkan kemurkaan dari Allah ta’ala.

Oleh karenanya, orang tua itu dicari keridaannya dan dijauhi kemurkaannya. Namun, bukan berarti orang tua terus ditaati, ada kalanya apa yang dia katakan harus dilanggar, seperti saat dia memerintahkan kepada kemaksiatan.

Karena dalam hal ini Allah ta’ala berfirman,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [9]QS. Lukman: 15

Akan tetapi, bersamaan dengan kondisi seperti ini (orang tua terkadang memerintahkan kepada kemaksiatan), seorang anak yang muslim harus tetap mencari keridaan keduanya dengan bergaul yang baik, berakhlak yang mulia, bertutur kata yang lembut dan menahan diri serta mencegah (tidak melakukan atau melaksanakan) jika keduanya memerintahkan kepada kemaksiatan.

Bersambung insyaallah.

Referensi Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzohullahu ta’ala halaman 23 – 26.

Disusun oleh Ahmad Imron Al Fanghony

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 QS. Al Isra: 23
2 QS. Al An’am: 151
3 QS. An Nisa: 36
4 HR. Bukhari no. 527, 597 dan Muslim no. 85
5 HR. Ahmad no. 22109, Tirmidzi no. 3235 dan di shohihkan oleh Syaikh Al Albani
6 HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35
7 HR. Bukhari no. 5972 dan Muslim no. 2549
8 Hasan. At-Tirmidzi : 1899, HR. Al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394
9 QS. Lukman: 15
Back to top button