Qawa’id Fiqhiyyah: Objek Jual Beli Harus Berupa Harta
Makna Kaidah
Kaidah ini menjelaskan bahwa objek yang dikenakan akad jual beli haruslah berupa harta (mal), apabila bukan berupa harta maka jual beli tersebut tidak sah.
Dalam tinjauan syari’at yang dimaksud dengan harta (mal) adalah setiap barang atau manfaat yang mubah secara mutlak [1]Para ulama’ Hanabilah mendifinisikan harta secara syar’i sebagai sesuatu yang manfaatnya mubah secara mutlak, yaitu diperbolehkan di setiap keadaan, atau boleh dimanfaatkan meskipun tanpa … Continue reading. Oleh karena itu, barang yang dikenakan akad jual beli harus memiliki manfaat, jika tidak ada manfaatnya maka tidak sah diperjual belikan, hal ini karena membeli barang yang tidak ada manfaatnya termasuk idho’atul mal (menyia-nyiakan harta). Demikian pula, barang yang ada manfaatnya namun manfaat tersebut haram maka tidak sah diperjual belikan, misalnya alat-alat musik, babi, dan anjing yang tidak boleh dimanfaatkan [2]Adapun anjing yang boleh dimanfaatkan yaitu anjing untuk berburu, menjaga hewan ternak, dan menjaga tanaman maka para ulama’ berbeda pendapat apakah boleh diperjual belikan ataukan tidak. Pendapat … Continue reading.
Dengan demikian, barang yang diperjual belikan harus memiliki manfaat yang mubah secara mutlak, misalnya baju, makanan, dan semisalnya. Penentuan sesuatu dikatakan memiliki manfaat atau tidak terkadang dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan di tengah-tengah masyarakat), inilah ukuran terbesar dalam menentukan sesuatu memiliki manfaat ataukah tidak. Jika secara kebiasaan di tengah-tengah masyarakat sesuatu dianggap memilkiki manfaat maka secara syar’i pun ia dianggap memilki manfaat, selama tidak menyelisihi ketentuan syari’at. [3]Ketika adanya manfaat atau tidak pada suatu barang dikembalikan kepada kebiasan di tengah-tengah masyarakat, maka terkadang hal itu berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, karena kebiasaan … Continue reading
Di antara dalil yang menunjukkan eksistensi kaidah ini adalah sabda Nabi ﷺ:
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal bagi kalian. Dia meridhai kalian untuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, kalian berpegang teguh dengan tali Allah, dan tidak berpecah belah. Dia membenci tiga hal bagi kalian, yaitu menyebarkan berita burung, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan (menghamburkan) harta.” [4]HR. Muslim no. 1715
Dalam hadits ini disebutkan tidak diperbolehkan menyia-nyiakan harta. Apabila seseorang menggunakan hartanya untuk membeli barang yang tidak ada manfaatnya maka itu termasuk menyia-nyiakan harta. Ini menunjukkan bahwa di antara syarat barang itu sah diperjual belikan adalah bahwa barang tersebut memiliki manfaat.
Demikian pula beliau ﷺ bersabda :
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
“Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung.” [5]HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 4132
Dalam hadits ini dijelaskan tidak diperbolehkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan patung. Meskipun barang-barang tersebut memiliki manfaat namun manfaatnya haram, maka tidak dianggap sebagai harta dalam pandangan syari’at. Oleh karena itu tidak diperbolehkan memperjual belikannya karena barang-barang tersebut tidak termasuk kategori harta secara syari’i.
Contoh Penerapan Kaidah
Di antara contoh penerapan kaidah ini adalah sebagai berikut :
- Gambar pemandangan alam, baik pemandangan gunung, laut dan semisalnya, apakah boleh diperjual belikan ataukah tidak, maka ini dikembalikan kepada kebiasaan di tengah-tengah masyarakat. Jika secara kebiasaan gambar-gambar tersebut dinilai memiliki manfaat maka boleh diperjual belikan. Adapun jika ternyata di suatu masyarakat dianggap tidak memiliki manfaat maka tidak boleh diperjual belikan.
- Tidak boleh jual beli gambar makhluk bernyawa, berupa gambar binatang dan semisalnya, karena meskipun secara urf dianggap memiliki manfaat namun manfaat tersebut haram, sehingga tidak bisa dimasukkan dalam kategori harta, dan tidak sah diperjual belikan.
- Terkait jual beri perangko untuk koleksi, bukan untuk diletakkan di amplop surat yang akan dikirim. Terkadang perangko untuk koleksi memiliki harga yang sangat tinggi, bahkan ada pasar khusus untuk jual beli perangko. Apabila memang perangko untuk koleksi ini dianggap memiliki manfaat di tengah-tengah masyarakat atau di kalangan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya maka boleh memperjual belikannya.
- Demikian pula terkait jual beli nomor cantik untuk telepon dan semisalnya, terkadang nomor tersebut dihargai dengan nilai yang tinggi. Apabila seseorang menilai ada manfaat dengan menggunakan nomor cantik tersebut, misalnya ingin ia berikan kepada orang tuanya yang sulit menghafal nomor telepon, sehingga dengan nomor cantik tersebut akan memudahkan dihafal dan memudahkan untuk berkomunikasi, maka ini manfaat yang diperbolehkan, dalam kondisi ini boleh memperjual belikan nomor tersebut meskipun dengan harga di atas rata-rata. Adapun seseorang yang tidak menganggap adanya manfaat dengan nomor itu, yaitu tidak ada kebutuhan dengan nomor tersebut maka tidak boleh baginya membeli nomor tersebut dengan harga berlebih, karena itu termasuk menyia-nyiakan (menghamburkan) harta dalam hal yang tidak bermanfaat. [6]Dari sini dapat kita ketahui bahwa penentuan suatu barang memiliki manfaat atau tidak terkadang dikembalikan kepada pribadi masing-masing orang, dan tidak bisa dipukul rata. Jika seseorang menganggap … Continue reading
- Alat pencukur rambut bisa jadi manfaat yang ada padanya mubah dan bisa jadi haram. Jika digunakan untuk mencukur rambut, bulu ketiak, dan semisalnya maka itu adalah manfaat yang mubah, bahkan termasuk manfaat yang disyari’atkan. Namun bisa juga manfaatnya haram, misalnya jika digunakan untuk mencukur jenggot. Mengingat bahwa syarat barang yang bisa diperjual belikan adalah memiliki manfaat yang mubah, maka muncul permasalahan bolehkah memperjual belikan alat pencukur tersebut, karena ada kemungkinan manfaatnya mubah dan ada kemungkinan haram. Dalam hal ini para ulama’ menjelaskan bahwa barang yang memiliki dua kemungkinan seperti ini dimenangkan sisi penghalalan sebagai bentuk berprasangka baik kepada kaum muslimin, sehingga boleh memperjual belikannya, kecuali jika diketahui dengan jelas bahwa barang tersebut akan digunakan untuk perkara yang haram. Oleh karena itu, diperbolehkan jual beli alat pencukur rambut, kecuali jika memang diketahui dengan jelas atau diperkirakan kuat bahwa si pembeli akan mempergunakannya untuk perkara yang haram. Demikian pula hukum jual beli alat-alat elektronik, handphone, dan semisalnya.
- Demikian pula terkait pakaian pendek bagi wanita, adakalnya manfaatnya mubah dan adakalanya haram. Jika pakaian tersebut dipakai oleh wanita untuk berhias di hadapan suaminya maka itu manfaat yang mubah, adapun jika dipakai di luar rumah maka itu manfaat yang haram. Maka pakaian seperti ini asalnya diperbolehkan diperjual belikan kecuali jika diketahui atau diperkirakan kuat akan digunakan untuk perkara yang haram. Misalnya apabila si pembeli adalah seorang wanita yang tebiasa membuka auratnya maka tidak boleh menjual pakaian tersebut kepadanya. Adapun jika si pembeli adalah wanita yang terbiasa memakai pakaian syar’i maka boleh menjual pakaian itu kepadanya. [7]Para ulama’ dalam Lajnah Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ pernah ditanya tentang hukum memperjual belikan perhiasan wanita yang akan dipakai secara tabarruj (menampakkan perhiasan) di … Continue reading
- Para ulama’ berbeda pendapat tentang barang yang manfaatnya terbatas dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pulsa telepon yang manfaatnya hanya selama sebulan, dan produk-produk semisalnya. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini diperbolehkan memperjual belikannya, karena secara realitas memang ada barang-barang yang manfaatnya tidak bisa didapatkan secara terus-menerus, misalnya buah-buahan yang biasanya akan rusak jika dibiarkan selama tiga atau empat hari. Maka selama barang tersebut memiliki manfaat yang mubah dan kedua pelaku akad sama-sama ridha dalam akad jual beli, maka sah memperjual belikannya, meskipun manfaat yang terkandung pada barang tersebut terbatas dalam jangka waktu tertentu. [8]Demikian pula diperbolehkan jual beli pulsa telepon dengan harga di bawah atau di atas nilai yang tertera. Misalnya pulsa senilai Rp. 100.000 boleh dijual dengan harga di bawah Rp. 100.000 atau lebih … Continue reading
Referensi
- Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Al-Muta’alliqoh bi Al-Buyu’. Syaikh Prof. Dr. Sulaiman bin Salimillah Ar-Ruhailiy. Dar Al Mirots An-Nabawiy. Cettakan Pertama. Tahun 1436 H. Hal. 112-119.
- Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah. Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyyah. Cetakan Kedua. Tahun 1404 H/1983 M. Jilid 36 Hal. 32.
- Muhadharah Prof. Dr. Sulaiman bin Salimillah Ar-Ruhailiy, dengan tema “Kaedah Fiqih Harta Muamalah” (Sesi 02). Link : https://www.youtube.com/watch?v=B5Ux4HEHRTA
Disusun oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.
Ponpes Al Ukhuwah, Sukoharjo
Kamis siang, 30 Dzulqa’dah 1443 H (30 Juni 2022)
Artikel Alukhuwah.Com
Referensi
1 | Para ulama’ Hanabilah mendifinisikan harta secara syar’i sebagai sesuatu yang manfaatnya mubah secara mutlak, yaitu diperbolehkan di setiap keadaan, atau boleh dimanfaatkan meskipun tanpa adanya hajat. (Syarh Muntaha Al-Iradat 2/142 sebagaimana disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah 36/32). |
---|---|
2 | Adapun anjing yang boleh dimanfaatkan yaitu anjing untuk berburu, menjaga hewan ternak, dan menjaga tanaman maka para ulama’ berbeda pendapat apakah boleh diperjual belikan ataukan tidak. Pendapat yang paling kuat tidak boleh memperjual belikannya, karena Nabi ﷺ melarang jual beli anjing secara mutlak tanpa rincian, sebagaimana beliau ﷺ bersabda, “Harga anjing itu jelek.” (HR. Muslim no. 1568). |
3 | Ketika adanya manfaat atau tidak pada suatu barang dikembalikan kepada kebiasan di tengah-tengah masyarakat, maka terkadang hal itu berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, karena kebiasaan suatu masyarakat terkadang berbeda dengan kebiasaan mayarakat lainnya. |
4 | HR. Muslim no. 1715 |
5 | HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 4132 |
6 | Dari sini dapat kita ketahui bahwa penentuan suatu barang memiliki manfaat atau tidak terkadang dikembalikan kepada pribadi masing-masing orang, dan tidak bisa dipukul rata. Jika seseorang menganggap bahwa barang tersebut memiliki manfaat maka sah melakukan akad transaksi atasnya. Adapun seseorang yang tidak menilai adanya manfaat padanya, maka tidak sah melakukan akad jual beli atas barang tersebut. |
7 | Para ulama’ dalam Lajnah Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ pernah ditanya tentang hukum memperjual belikan perhiasan wanita yang akan dipakai secara tabarruj (menampakkan perhiasan) di hadapan laki-laki yang bukan mahram, maka jawabannya bahwa jika si penjual mengetahui bahwa si pembeli akan memakai perhiasan itu untuk perkara yang haram maka tidak boleh menjual kepadanya karena termasuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Adapun jika si pembeli akan memakainya di hadapan suaminya, atau si penjual tidak mengetahui akan digunakan untuk apa maka boleh memperjual belikannya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ 13/67). |
8 | Demikian pula diperbolehkan jual beli pulsa telepon dengan harga di bawah atau di atas nilai yang tertera. Misalnya pulsa senilai Rp. 100.000 boleh dijual dengan harga di bawah Rp. 100.000 atau lebih dari itu. Ini tidak termasuk riba, karena hakikat yang ada dalam jual beli tersebut adalah jual beli manfaat dengan uang. Bukan jual beli uang dengan uang. Maka diperbolehkan jual beli tersebut baik dengan harga sama dengan nilai yang tertera pada pulsa atau lebih rendah darinya ataupun lebih tinggi darinya, dan tidak termasuk riba. |