Fiqih: Wudhu Menurut Ahli Fiqih
Pembahasan Pertama
1. Batas Minimal Wudhu yang Sah
Imam Abu Dawud di dalam kitab sunannya meriwayatkan hadits dengan sanadnya, dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إنه لا يتم صلاة أحدكم حتى يسبغ الوضوء كما أمره الله فيغسل وجهه ويديه إلى المرفقين ويمسح برأسه ورجليه إلى الكعبين
“Tidak sah shalat seorang di antara kalian sampai dia menyempurnakan wudhu seperti yang Allah perintahkan ; yaitu mencuci muka, dan mencuci dua tangannya sampai siku, dan mengusap kepalanya, dan mencuci kakinya sampai mata kaki.”
Allah memerintahkan wudhu dan menjelaskan caranya, yaitu pada firman Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka cucilah wajahmu dan tanganmu sampai siku serta usaplah kepalamu dan cuci kedua kakimu sampai kedua mata kaki.”
Berdasarkan ayat ini dan hadits riwayat Abu Dawud di atas maka batas minimal wudhu yang sah adalah dengan melakukan beberapa hal berikut ini secara urut :
- (1) niat,
- (2) mencuci muka,
- (3) mencuci dua tangan sampai siku,
- (4) mengusap kepala, dan
- (5) mencuci dua kaki sampai mata kaki.
Olehkarenanya Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa rukun wudhu ada 6, yaitu niat, mencuci muka, mencuci dua tangan sekaligus siku, mengusap sebagian kepala, mencuci kaki sekaligus mata kaki, dan urut dalam melakukan itu semua.
Masih ada beberapa hal berkaitan dengan cara wudhu yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an, seperti: Niat, mencuci dua telapak tangan, berkumur-kumur, dan lain-lain.
Pembahasan ke Dua
Pendapat-pendapat Ahli Fiqih
1. Niat
Menurut mayoritas ulama, diantaranya Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad niat ketika wudhu merupakan syarat sah. Sehingga wudhu tidak sah jika tidak disertai niat. Hanya Imam Abu Hanifah yang menganggap niat bukan syarat sah wudhu. Demikian disebutkan di dalam kitab Bidayatul Mujtahid.
Pendapat mayoritas ulama lebih sesuai dengan dalil yang mensyaratkan niat dalam ibadah secara umum. Misalnya hadits yang diterima dan diamalkan semua ulama :
“Sesungguhnya sahnya suatu amalan tergantung dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Alasan ulama yang tidak mensyaratkan niat dalam wudhu juga terbantahkan dengan kenyataan bahwa wudhu tidak hanya disyari’atkan disyari’atkan ketika sebelum shalat.
Ada beberapa waktu yang juga disyari’atkan wudhu ; seperti ketika akan tidur, ketika akan membaca Al-Qur’an, dan lain-lain. Maka perlu adanya niat untuk membedakan tujuan dan maksud orang yang wudhu.
Adapun batasan niat dalam wudhu ; bisa diniatkan untuk menghilangkan hadats. Atau diniatkan untuk menghalalkan ibadah yang disyaratkan wudhu.
2. Mencuci Telapak Tangan Sebelum Wudhu
Ada banyak hadits yang menyebutkan tentang mencuci dua tangan sebelum wudhu. Sebagian hadits menunjukkan bahwa hal itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan sebelum wudhu. Dan sebagian hadits berisi perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencuci dua tangan sebelum wudhu.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan sebagian hadits-hadits ini di dalam kitabnya Bulughul Maram :
Dalam hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Muslim ; disebutkan bahwa sebelum wudhu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mencuci kedua telapak tangannya terlebih dahulu.
Sedangkan di dalam hadits riwayat Muslim Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jika seorang di antara kalian bangun dari tidurnya ; jangan memasukkan dua tangannya ke dalam air sebelum dia mencuci keduanya tiga kali ; karena dia tidak mengetahui tangannya memegang apa ?”
Hingga akhirnya ada tiga pendapat tentang hukum mencuci tangan sebelum wudhu :
Pertama
Pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum wudhu hukumnya sunnah, walaupun tangannya bersih dan suci.
Ke dua
Pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum wudhu hukumnya sunnah ; khusus untuk orang yang ragu-ragu apakah tangannya suci atau tidak ?
Sehingga menurut pendapat ini jika orang tersebut yakin tangannya suci ; tidak disunnahkan mencuci tangan sebelum wudhu.
Ke tiga
Pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum wudhu hukumnya wajib ketika bangun dari tidur.
Imam Nawawi di dalam kitabnya Minhajut Thalibin tegas menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum wudhu adalah sunnah. Imam Nawawi ketika menjelaskan sunnah-sunnah wudhu berkata :
غسل كفيه فإن لم يتيقن طهرهما كره غمسهما في الإناء قبل غسلهما
“… mencuci dua telapak tangannya. Dan jika dia tidak yakin akan sucinya kedua telapak tangan ; makruh hukumnya menyelupkan tangan ke dalam wadah air wudhu sebelum mencucinya …”
Maka menurut Imam Nawawi :
Mencuci telapak tangan sebelum wudhu adalah sunnah, walaupun dia yakin tangannya suci. Sedangkan jika dia tidak yakin tangannya suci maka kesunnahannya lebih kuat.
3. Berkumur-kumur
Menurut mayoritas ulama ; berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung adalah bagian dari sunnah-sunnah wudhu. Yang berpendapat demikian di antaranya adalah Imam Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i.
Dan sebagian kecil ulama menganggap dua hal tersebut hukumnya wajib. Yang berpendapat demikian adalah beberapa pengikut Imam Dawud Az-Zhahiri.
Di dalam hadits yang disepakati Imam Bukhari dan Muslim ; ada keterangan yang sangat jelas bahwa ketika wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya. Bahkan di dalam sebagian hadits ada keterangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya.
Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan sanadnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذَا تَوَضَّأْت فَمَضْمِضْ
“Jika kamu wudhu maka berkumur-kumur lah !”
Menurut mayoritas ulama ; cara memahami hadits-hadits ini agar bisa disesuaikan dengan ayat yang menyebutkan tentang cara wudhu ; di mana di dalam ayat ini tidak disebutkan tentang berkumur-kumur ; maka perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dianggap sebagai perintah yang tidak wajib, akan tetapi perintah yang sifatnya anjuran atau sunnah.
Ayat yang dimaksud adalah firman Allah ta’ala di dalam surat Al-Maidah ayat 6 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku serta usaplah kepalamu dan basuh kedua kakimu sampai kedua mata kaki.”
4. Mengusap Kepala
Dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang wajib diusap ketika wudhu adalah sebagian kepala. Imam Abu Hanifah juga berpendapat demikian. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa yang wajib dilakukan adalah mengusap semua bagian kepala.
Sebab perbedaan ulama tersebut adalah perbedaan dalam memahami huruf “baa” yang ada di dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang menjelaskan tentang wudhu. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, sedangkan di dalam bahasa Arab huruf “baa” mempunyai dua faedah makna :
Pertama, memberi faedah makna “sebagian”. Ke dua, memberi faedah makna “taukid” atau penguatan makna.
Berdasarkan makna huruf “baa” sebagai penguat ; maka ayat tersebut artinya : “… usaplah semua bagian kepalamu …”.
Sedangkan berdasarkan makna huruf “baa” yang menunjukkan arti “sebagian” ; maka ayat tersebut artinya : “… usaplah sebagian kepalamu …”. Dan inilah yang dipilih oleh Imam Syafi’i dan juga Imam Abu Hanifah.
Kemudian Imam Syafi’i memahami bahwa apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam praktekkan ketika wudhu ; mengusap semua bagian kepala sebagai sunnah wudhu. Bukan sebagai hal yang wajib.
Pendapat Imam Syafi’i ini juga didukung sebuah hadits riwayat Muslim ; di mana ketika itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam wudhu dalam keadaan memakai sorban. Di dalam hadits tersebut disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap ubun-ubunnya, lalu mengusap sorbannya, tanpa melepas sorbannya.
5. Melakukan Amalan-amalan Wudhu Tanpa Jeda
Termasuk hal yang dibahas ulama tentang wudhu adalah masalah apakah dalam melakukan wudhu ; harus sekaligus dalam waktu yang sama atau boleh dipisah antara satu amalan wudhu dengan yang lainnya.
Misalnya setelah mencuci muka harus segera mencuci tangan sampai siku. Lalu mengusap kepala, lalu membasuh kaki sampai mata kaki. Dan apakah dibolehkan misalnya setelah membasuh muka, dia selingi dengan kegiatan lain. Kemudian setelah itu dia baru melanjutkan wudhunya ?
Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i ; melakukan wudhu secara langsung tanpa ada jeda ; termasuk sunnah wudhu. Dalam arti seandainya orang yang wudhu tersebut setelah mencuci muka tidak langsung mencuci tangan, akan tetapi menunda sebentar, lalu melanjutkan wudhu ; maka wudhunya sah.
Sehingga menurut pendapat ini seandainya ada seorang yang wudhu, dan saat itu dia sedang mencuci muka, tiba-tiba air di rumahnya habis, lalu di pergi ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Maka ketika sampai di masjid dia tidak perlu mengulangi wudhu dari awal, cukup melanjutkan mencuci tangan dan seterusnya.
Pembahasan ke Tiga
Wudhu yang Sempurna
Wudhu yang sempurna adalah gabungan antara rukun-rukun wudhu dan sunnah-sunnah wudhu. Contoh hadits yang disebut-sebut ulama memuat wudhu yang sempurna adalah tentang praktek wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah dicontohkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu :
وَعَنْ حُمْرَانَ: أَنَّ عُثْمَانَ – رضي الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ مَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Humran, dia berkata :
“Suatu ketika Utsman meminta air wudlu. Lalu dia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan menghirup air ke dalam hidung dan menghembuskannya keluar.
Kemudian mencuci wajahnya tiga kali. Lalu mencuci tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan (mencuci) tangan kirinya seperti itu. Kemudian mengusap kepalanya, lalu mencuci kaki kanannya hingga kedua mata kaki, sebanyak tiga kali dan (mencuci) kaki kirinya seperti itu.
Kemudian dia berkata:
“Aku melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini”.” (Muttafaq Alaihi)
Pembahasan ke Empat
Sunnah-sunnah Wudhu
Berikut ini beberapa sunnah-sunnah wudhu menurut Imam Nawawi, yang dianjurkan diamalkan sebagai tambahan untuk rukun-rukun wudhu :
Siwak (membersihkan gigi dan mulut), mencuci dua telapak tangan, berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya, melakukan tiga kali ketika mengusap kepala dan mencuci anggota wudhu yang lain, mendahulukan mencuci bagian tubuh yang kanan, mengusap semua bagian kepala sekaligus telinga, membasahi sela-sela jari tangan dan jari kaki, dan membaca doa setelah wudhu.
Selain itu banyak ulama yang mengatakan bahwa membaca “bismillaah” sebelum wudhu termasuk sunnah wudhu.
Sumber :
- Bidayatul Mujtahid
- Bulughul Maram dan syarahnya
- Minhajut Thalibin
- Al-Ghayah wa At-Taqrib
Fajri Nur Seyawan, Lc