URGENSI ILMU, AMAL DAN KEIKHLASAN

Ringkasan Faidah Kajian Pembinaan Asatidzah Dan Karyawan Ponpes Al Ukhuwah Sukoharjo Dengan Tema Urgensi Ilmu, Amal Dan Keikhlasan

Sambutan Pertama

Oleh Ustadz Drs. Muhammad Sahli hafidzahullahu ta’ala (Ketua yayasan Al Ukhuwah)

1. Sudah banyak para ustadz dibimbing untuk kembali belajar terkait urgensinya ilmu, amal & keikhlasan.

2. Banyak juga para ustadz senior di datangkan untuk memberikan pengalaman dan ilmu mereka terkait urgensinya ilmu, amal dan keikhlasan.

3. Semua ini dilakukan agar dapat memberikan semangat bagi para ustadz dan ustadzah serta pegawai pondok dalam menuntut ilmu, beramal dan berdakwah bahkan ketika bekerja.

4. Walaupun sudah menjadi ustadz atau ustadzah atau sudah bekerja di pondok, tapi belajar dan menuntut tetap harus diperhatikan.

Sambutan Kedua

Oleh Ustadz Mukhlis Abu Sa’id hafidzahullahu ta’ala (Kepala bidang kepegawaian pondok Al Ukhuwah)

1. Kita semua masih perlu dan membutuhkan ilmu, baik pegawai ataupun ustadz sekalipun.

2. Selain masih membutuhkan ilmu, para ustadz dan pegawai juga harus mengamalkan ilmu yang sudah didapatkan karena buah ilmu adalah amal, tidak ada gunanya ilmu tanpa diamalkan. Kami juga bangga dengan adanya beberapa ustadz atau pegawai yang diluar pondok menjadi penyeru dakwah bagi yang lainnya.

3. Pembinaan ini bertujuan untuk kembali mengingatkan apa yang pernah menjadi niatan saat pertama kali bergabung dengan pondok ini.

4. Para santri sudah akan balik ke pondok, maka hendaknya para ustadz dan pegawai memperhatikan pekerjaan dan tanggung jawabnya di pondok. Kita semua adalah para pendidik, maka didiklah para santri dengan sebaik-baiknya pendidikan.

Pemateri Pertama

Oleh Syaikh Usamah Abu Jauna hafidzahullahu ta’ala (Staf pengajar ponpes Al Ukhuwah)

Dengan tema Urgensi kisah-kisah bagi kaum Muslimin.

Kenapa kita membutuhkan kisah?

Alasan kita membutuhkan kepada kisah adalah banyaknya pelajaran yang dapat diambil darinya, diantaranya adalah :

  1. Memperkuat keteguhan bagi hati kaum Muslimin. Keteguhan dalam beribadah, iman, menuntut ilmu, berdakwah dan lainnya. Sebagaimana tujuan kisah-kisah itu juga disampaikan kepada Nabi. Allah berfirman :

    وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

    “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Huud : 120)
  2. Cara untuk mengenal orang-orang baik dan untuk meneladani mereka.

    قَالَ الإِمَامُ أَبُوْ حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ اللّٰهُ : الحِكَايَاتُ عَنِ العُلَمَاءِ وَمَحَاسِنِهِمْ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كَثِيْرٍ مِنَ الفِقْهِ، لِأَنَّهَا آدَابُ القَوْمِ

    Imam Abu Hanifah berkata : “Menceritakan tentang para ulama lebih aku cintai dari pada mempelajari banyak bab dalam fiqih krena itu intisari adab-adab mereka (untuk bisa diteladani).”
  3. Salah satu cara untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari orang-orang terdahulu. Allah berfirman :

    لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

    “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Yusuf : 111)
  4. Mengetahui sunnah-sunnah kauniyah (ketetapan yang pasti terjadi pada umat ini). Diantaranya adalah kemenangan atau pertolongan yang Allah berikan kepada orang-orang beriman. Allah berfirman :

    وَكَانَ حَقًّاۖ عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ

    “Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.” (Ar-Rum : 47)

Kisah siapa yang kita butuhkan dan siapa yang berkisah?

Sesungguhnya kisah-kisah terbaik adalah yang diambil dari Al Qur’an karena itu adalah kisah yang benar. Allah Azza wa Jalla berfirman :

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar.” (Al-Kahfi : 13)

Juga firman-Nya:

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ ۚ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran : 62)

Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla :

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَٰذَا الْقُرْآنَ

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu.” (Yusuf : 3)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Hal itu karena kisah-kisahnya benar, kalimat-kalimatnya terangkai dengan baik dan makna yang terkandung begitu indah. (Taisir Karimirrahman).

Dan kisah Al Qur’an yang berkisah adalah Allah ta’ala yang tahu persis detail-detailnya.

Kisah setelah dari Al Qur’an adalah kisah-kisah yang ada dalam hadits-hadits Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang mana yang bercerita adalah Nabi yang tidak mungkin berdusta.

Setelah itu adalah kisah para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in dan orang-orang shalih setelah itu.

Apa yang didapatkan setelah mempelajari kisah-kisah?

Yang bisa kita ambil dan dapatkan setelah mempelajari kisah-kisah adalah pelajaran di dalamnya, bagaimana mereka teguh dalam agama ini, bagaimana mereka berdakwah, bagiamana mereka menyikapi orang-orang yang menyelisihi kebenaran dan lainnya.

Catatan sebelum mempelajari kisah-kisah.

  1. Memulai yang terpenting dari yang penting.
  2. Memilih kisah yang paling utama dan terbaik.
  3. Merujuk kepada kitab yang diakui.
  4. Mendoakan rahmat saat menyebut nama-nama mereka.
  5. Memastikan kebenaran kisah.
  6. Jika kisahnya benar maka difahami dengan sebaik-baiknya.
  7. Menyakini bahwa selamatnya kisah adalah kisahnya para Nabi.
  8. Menjauhi kalimat yang menjatuhkan kehormatan seseorang saat berkisah.

Pemateri Kedua

Oleh Ustadz Aris Abu Sulaiman hafidzahullahu ta’ala (Mudir/kepala ponpes Al Ukhuwah)

Dengan tema Termasuk syirik seseorang menghendaki dunia dengan amal ibadahnya

(Kitab Tauhid Karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rohimahullahu ta’ala.)

  1. Syirik adalah dosa besar dan paling besar. Allah Ta’ala berfirman :

    إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

    “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisa’ : 48).
  2. Perbuatan syirik dapat menggugurkan amalan. Allah berfirman :

    وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

    “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar : 65).
  3. Kenapa penulis membawa bab yang mirip dengan bab sebelumnya (bab riya’)??
    Ada beberapa kemungkinan :
    • Bab ini dan bab sebelumnya saling menguatkan.
    • Bab riya’ lebih khusus sedangkan bab ini lebih umum.
    • Bab ini dan bab sebelumnya tidak ada kaitannya.
  4. Contoh bentuk mengharapkan dunia dalam suatu ibadah :
    • Menginginkan harta. Seperti ; muadzin, orang haji dan lainnya.
    • Menginginkan jabatan dunia. Seperti ; kuliah agama dapat ijazah untuk naik jabatan.
    • Menginginkan menolak penyakit atau sesuatu yang mengganggunya. Seperti ; beribadah agar sehat atau agar disukai orang lain agar tidak di ganggu.
    • Agar orang mencintai dan menghormatinya atau segan kepadanya. Seperti ; para penghafal Al Qur’an, pengisi kajian dan lainnya.
  5. Apakah termasuk syirik orang yang belajar agama agar naik pangkat atau naik gaji??
    Penulis menjawab : “Jika niatnya tidak ada yang syar’i (mutlak tujuannya dunia), maka termasuk syirik. Janganlah meniatkan kuliah agama itu dengan tujuan dunia (martabat/jabatan), niatkan kuliah itu sebagai sebab dan wasilah (perantara) untuk taat kepada Allah…”.
  6. Tidak mengapa, seseorang ketika beribadah shalat dia berdoa agar diberikan kebaikan dunia baik harta atau yang lainnya. Namun jangan sampai dia shalat hanya karena ingin berdoa itu, sehingga tidak murni dia beribadah.
  7. Diantaranya dalil yang menyebutkan larangan mengharapkan dunia dalam ibadahnya adalah :
    Allah Ta’ala berfirman :

    مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

    “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan”. (Huud : 15-16).

    Firman Allah Ta’ala dalam ayat lain :

    مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

    “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa (balasan dunia) yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami inginkan, kemudian Kami jadikan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”. (Al-Israa’ : 18).

    Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

    ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﻳْﻨَﺎﺭِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺪِّﺭْﻫَﻢِ، ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﺼَﺔِ ﺗَﻌِﺲَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﺨَﻤِﻴْﻠَﺔِ ﺇِﻥْ ﺃُﻋْﻄِﻲَ ﺭَﺿِﻲَ ﻭَﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂَ ﺳَﺨِﻂَ

    “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah”. (HR. Bukhari)
  8. Seorang mujahid (pejuang sejati) dijalan Allah akan merasa siap ditempatkan dimanapun dalam bagian jihadnya, apakah di bagian pertahanan, bagian samping atau bahkan dibagian belakang. Dan sekalipun ditempatkan dibagian belakang dia akan siap melaksanakan tugasnya dengan baik.
  9. Orang yang biasa dan mungkin tidak memiliki kedudukan, namun dirinya mengerjakan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya maka dia adalah orang yang beruntung.
  10. Manusia itu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
    • Orang yang tidak punya keinginan kecuali dunia semata.
    • Orang yang keinginannya akhirat dengan cara yang terbaik.
  11. Sesungguhnya orang yang tujuannya adalah dunia saja maka urusannya akan berbalik bahkan dirinya tidak mampu menyelesaikan urusannya sekalipun hanya kecil (sepele). Berbeda dengan orang yang beribadah itu tujuannya akhirat.
  12. Tidak selayaknya Mujahid itu tujuannya adalah ghanimah atau jabatan (panglima) semata dalam jihadnya. Justru mujahid itu harus melaksanakan tugasnya dengan baik dimanapun dia di tempatkan. Apakah itu di samping pasukan, depan pasukan atau bagian belakang pasukan. Dan kita, mau ditempatkan dimanapun dalam pondok ini hendaknya siap menerimanya. Apakah itu dibagian dapur, sarpras, pengajar dan lainnya.
  13. Rendahnya martabat seseorang dihadapkan manusia, bukan berarti martabatnya rendah juga di sisi Allah ta’ala. Salah seorang Ulama berkata :

    كَمْ مِنْ مَشْهُوْرٍ فِى الأَرْضِ مَجْهُوْلٌ فِى السَّمَاءِ
    Betapa banyak orang yg populer dimuka bumi tapi tidak populer di langit.

    وَكَمْ مِنْ مَجْهُوْلٍ فِى الأَرْضِ مَشْهُوْرٌ فِى السَّمَاءِ
    Banyak orang tidak terkenal dimuka bumi tapi terkenal dilangit.


Diringkas oleh Ustadz Ahmad Imron حفظه الله

(Masjid Ibnu Utsaimin ponpes Al Ukhuwah Sukoharjo :: Sabtu, 18 Syawwal 1445 H / 27 April 2024 M)

Artikel Ilmiah Alukhuwah.Com

Back to top button