Perjuangan Salman Al-Farisi Mencari Kebenaran Hakiki

Referensi Primer Kisah Islamnya Salman Al-Farisi

Dr. Musa bin Rasyid Al-‘Azimi menulis kitab siroh nabawiyah yang sangat bagus, dan diberi nama ‘Al-Lu’lu’ Al-Maknun Fi Sirati An-Nabiy Al-Ma’mun’. Di dalam kitabnya ini, penulis menyantumkan kisah Islamnya Salman Al-Farisi.

Dr. Musa Al-‘Azimi juga menyebutkan sejumlah ahli hadits yang menyantumkan kisah tersebut di dalam kitab-kitab mereka. Ahli hadits tersebut adalah :

1. Imam Ahmad.
2. Imam Ibnu Hibban.
3. Imam Al-Hakim.
4. Imam At-Thahawi.

Imam Bukhari juga menyebutkan kisah Salman Al-Farisi. Akan tetapi bukan kisah yang utuh dari awal hingga akhir perjalanan menemukan kebenaran Islam. Yang dicantumkan Imam Bukhari hanya sebagian sisinya. [1]Musa Al-‘Azimi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Riyadh : Dar Ash-Shumai’i, 2013), jilid 2 halaman 98

Para Peneliti Yang Menyatakan Keshahihan Kisah Islamnya Salman Al-Farisi

Syaikh Al-Albani mengatakan kisah Salman Al-Farisi sanadnya shahih. Keterangan ini ada di dalam kitabnya yang bernama Shahih As-Sirah An-Nabawiyyah. [2]Al-Albani, Shahih As-Sirah An-Nabawiyyah, (Yordania : Al-Maktabah Al-Islamiyyah, 1421 H), halaman 70

Dr. Musa Al-‘Azimi juga mengatakan bahwa Imam Ibnu Ishaq menyantumkan kisah Salman Al-Farisi di dalam kitab siroh nabawiyah dan menyatakan bahwa sanadnya hasan[3]Musa Al-‘Azimi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Riyadh : Dar Ash-Shumai’i, 2013), jilid 2 halaman 98

Syaikh Abu Zahrah juga menyatakan bahwa riwayat Islamnya Salman Al-Farisi adalah riwayat yang shahih (valid). Seperti yang dikatakannya di dalam karyanya di bidang sirah nabawiyah yang berjudul “Khatamun Nabiyyin”. [4]Abu Zahrah, Khatamun Nabiyyin, (Mesir : Darul Fikr Al-‘Arabi), halaman 252

Inilah beberapa ulama masa kini yang dengan tegas menyatakan bahwa kisah Salman Al-Farisi adalah kisah yang valid.

Rangkuman Perjuangan Salman Al-Farisi Mencari Kebenaran Hakiki

1. Pengikut agama majusi sejak kecil

Ibnu ‘Abbas menceritakan dari Salman Al-Farisi yang berkata :

“Aku adalah seorang Persia, dari wilayah Asbahan [5]Di kitab yang sama dengan penerbit yang berbeda tertulis “Isbahan”., bagian dari perkampungan yang dikenal dengan mama Jayyu. [6] Ini adalah nama daerah tersebut versi bahasa Arab. Adapun versi non Arab dikenal dengan nama “Syahrastan” Bapakku adalah pemuka agama perkampungan tersebut. Aku adalah anak yang paling dia cintai.

Kecintaannya kepadaku senantiasa ada sampai akhirnya dia ‘mengurung’ aku di rumahnya, sebagaimana anak perempuan yang dipingit. Aku sangat serius dalam menjalankan ajaran Majusi (agama para penyembah api).

Sampai akhirnya aku menjadi penjaga api yang disembah yang dinyalakan bapakku. Dia tidak memperkenankan api tersebut padam walaupun hanya sesaat.”

2. Awal Mula Mengenal Agama Nasrani

Setelah menceritakan agama yang diyakini sejak kecil, dan kesibukannya sebagai “penjaga tuhan” versi kaum majusi, berikutnya Salman Al-Farisi menceritakan awal mula mengenal agama Nasrani. Dia menceritakan itu semua bermula saat ayahnya menyuruhnya menyelesaikan pekerjaan di luar rumah.

Berikut ini sebagian keterangan langsung dari Salman Al-Farisi, yang diceritakan oleh Ibnu ‘Abbas :

“Suatu hari aku keluar rumah hendak menyelesaikan pekerjaan ayah yang karenanya dia mengutus aku. Lalu aku melewati salah satu gereja kaum Nasrani. Aku mendengar suara mereka di dalamnya, mereka ketika itu sedang shalat. [7]Di dalam keterangan ini Salman Al-Farisi menyebutkan kaum Nasrani yang dia temui saat itu melakukan shalat. Keterangan ini bisa diterima karena salah satu ajaran Nabi Isa adalah shalat. Di dalam … Continue reading

Aku sama sekali tidak mengetahui tentang mereka, karena ayahku mengurung aku di dalam rumahnya. Ketika aku mendengar suara mereka, aku masuk ruangan gereja, memperhatikan apa yang mereka lakukan.

Sholat yang mereka lakukan sangat membuatku kagum, dan membuatku tertarik. Aku saat itu berkata : “Agama ini lebih baik dari agama yang selama ini kami jalani”. 

Aku di gereja sampai matahari tenggelam. Aku tinggalkan pekerjaan ayahku. Aku tidak menyelesaikan pekerjaannya.”

Kemudian Salman Al-Farisi sempat bertanya kepada kaum Nasrani yang ada di dalam gereja tentang wilayah asal agama mereka. Dan ternyata wilayah tersebut adalah Syam.

Sesampainya di rumah dia menceritakan kepada ayahnya tentang kaum Nasrani tersebut. Bahkan Salman Al-Farisi juga menyampaikan pujiannya terhadap agama Nasrani, di hadapan ayahnya. 

Hal itu menyebabkan ayahnya marah dan menghukumnya. Sejak saat itu Salman Al-Farisi dikurung di dalam rumah dalam keadaan kakinya dibelengku dengan rantai besi.

3. Salman Al-Farisi Meninggalkan Rumah

Hukuman yang diterima Salman Al-Farisi tidak membuatnya menyerah dan tidak mengurangi ketertarikannya dengan agama tersebut. Selanjutnya dia menceritakan keberhasilannya pergi meninggalkan rumah. Berikut ini keterangan langsung dari Salman Al-Farisi : 

“Aku mengutus seseorang menemui kaum Nasrani tersebut, aku sampaikan kepada mereka (melalui utusan) : “Jika telah datang rombongan dari Syam, beritahukanlah kepadaku”.

Kemudian datang menemui mereka rombongan para musafir dari Syam, mereka adalah para pedagang beragama Nasrani. Dan akhirnya mereka memberitahu aku (melalui utusan).

Kemudian aku memberitahu mereka (melalui utusan) : “Jika mereka telah menyelesaikan urusan, dan hendak kembali ke Syam, beritahukanlah kepadaku”.

Ketika hendak kembali ke Syam, mereka memberitahu aku, lalu aku lepaskan rantai besi yang membelengku kakiku. Kemudian aku keluar bersama mereka sampai akhirnya tiba di wilayah Syam.”

Selanjutnya Salman Al-Farisi bertanya kepada kaum Nasrani di Syam tentang orang yang paling mulia di tengah-tengah mereka. Dan akhirnya mereka mengatakan bahwa yang terbaik adalah “uskup”, yang ada di gereja.

4. Salman Bertemu Uskup yang Tidak Taat dan Cinta Dunia

Kemudian Salman Al-Farisi menemui seseorang yang disebut “usquf”, dan menyatakan keinginannya untuk “berguru” kepadanya. Berikut pernyataan Salman Al-Farisi kepada sang “uskup” :

“Aku sangat tertarik dengan agama ini (Nasrani). Aku sangat ingin tinggal bersamamu. Aku akan menjadi pelayanmu di gerejamu. Kemudian aku belajar kepadamu dan beribadah bersamamu.”

Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang diharapkan Salman Al-Farisi. Orang yang dikatakan para pengikutnya sebagai yang paling mulia ternyata justru sebaliknya.

Sang “usquf” justru memanfaatkan kedudukannya untuk mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari pengikutnya. Berikut pernyataan Salman Al-Farisi :

“Dia orang yang jelek. Dia menyuruh mereka sedekah dan memotivasi agar mereka melakukannya. Ketika mereka telah mengumpulkan sedekah kepadanya, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin. [8]Di dalam Al-Qur’an ada informasi mengenai hal ini. Tepatnya di surat Maryam ayat 34.

Akhirnya sang “uskup” mati. Ketika kaum Nasrani ingin menguburkannya, mereka diberitahu Salman tentang kejelekan perilakunya selama memimpin jama’ah gereja. Dan ketika mereka meminta buktinya, Salman menunjukkan tempat penyimpanan harta sedekah tersebut.

Melihat itu mereka tidak menguburnya. Akan tetapi meletakkannya di tiang salib dan melemparinya menggunakan batu. Kemudian mereka mencari penggantinya. Dan ternyata dia adalah seorang “uskup” yang shalih dan berperilaku baik.

5. Salman Al-Farisi Bertemu Uskup-Uskup yang Shalih

Keteguhan Salman Al-Farisi dalam mencari kebenaran layak dikagumi dan dijadikan teladan. Meskipun bertemu seorang uskup yang tidak baik, hal itu tidak membuatnya patah semangat mencari kebenaran. Barangkali karena inilah kemudian Allah mempertemukannya dengan seorang uskup yang shalih dan baik.

Berikut ini pernyataan Salman Al-Farisi mengungkapkan kekagumannya terhadap seorang “uskup” yang ke dua :

“Menurutku dia jauh lebih mulia dari “uskup” sebelumnya. Dia jauh lebih zuhud terhadap dunia. Dia jauh lebih perhatian dengan akherat. Tidak ada yang ibadahnya lebih baik darinya, di siang hari maupun malamnya. Hingga kemudian ajal mendatanginya.”

Kemudian Salman Al-Farisi meminta nasehat terakhir sebelum sang “usquf” meninggal. Nasehat tentang orang yang pantas dijadikannya sebagai guru. Berikut ini pesan sang “uskup” :

“Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui adanya satu orang pun yang keyakinannya seperti keyakinanku pada hari ini. Umat manusia telah binasa, mereka mengganti ajaran yang benar dan meninggalkan sebagian besar ajaran yang selama ini mereka Yakini. Kecuali seorang laki-laki dari “Al-Maushil”, dia berada di atas ajaran yang aku yakini. Ikutlah bersamanya ! [9]Penggalan kisah ini selaras dengan surat Shaf ayat 6.

Salman Al-Farisi benar-benar menjalankan pesan terakhir ini dan akhirnya menemukan seorang “uskup” yang ternyata lebih baik dari sebelumnya. Berikut ini komentar Salman Al-Farisi :

“Aku meyakini dia adalah orang terbaik yang keyakinannya sama dengan keyakinan temannya.”

Tidak jauh berbeda dengan kejadian sebelumnya, Salman Al-Farisi menjelaskan maksud kedatangannya, dan akhirnya sang “uskup” mempersilahkannya tinggal bersamanya dan berguru kepadanya.

Sebelum sang “uskup” meningga dunia, Salman Al-Farisi meminta nasehat terakhir. Dia berpesan untuk mencari seorang “uskup di daerah Nashibin.

Kemudian Salman Al-Farisi menuju daerah Nashibin, setelah bertemu dengan “uskup” yang dimaksud, kejadian yang terjadi tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Menjelang meninggalnya sang uskup memberinya pesan terakhir agar mencari “uskup” di daerah ‘Amuriyah, Romawi.

6. Uskup Daerah ‘Amuriyah Memberitahu Tentang Kemunculan Nabi Muhammad 

Yang paling menarik dari kisah para uskup shalih ini adalah uskup yang ada di daerah ‘Amuriyah. Karena dialah uskup terakhir yang ditemui Salman sebelum bertemu dengan Nabi Muhammad.

Uskup inilah yang memberitahu Salman tentang kemunculan Nabi Muhammad. Berikut sebagian perkataan sang uskup kepadanya :

“Telah tiba waktunya zamannya seorang Nabi. Dia diutus dengan membawa ajaran Nabi Ibrahim, yang muncul di tanah Arab. Wilayah yang menjadi tujuan hijrahnya adalah wilayah yang berada di antara dua tanah bebatuan berwarna hitam. Di antara keduanya ada kebun kurma.

Pada diri Nabi tersebut ada tanda-tanda yang sangat jelas, yaitu mau menerima hadiah dan tidak mau memakan sedekah. Di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu sanggup menuju wilayah tersebut lakukanlah !”

7. Ujian Berat Menuju Tanah Arab

Setelah tinggal cukup lama di daerah ‘Amuriyah, terutama setelah sang uskup meninggal, Salman Al-Farisi bersiap-siap melakukan perjalanan untuk menemui Nabi yang diceritakan kepadanya.

Akan tetapi perjalanan kali ini sangat ‘berliku’, tidak seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya. Sekaligus membuktikan keteguhan Salman Al-Farisi dalam mencari kebenaran yang hakiki.

Kejadian bermula ketika Salman Al-Farisi meminta izin kepada rombongan musafir yang diketahui akan menuju tanah Arab. Dia meminta agar diperkenankan ikut serta dalam rombongan tersebut. Salman Al-Farisi sebenarnya tidak hanya meminta, akan tetapi juga membayar mereka dengan bayaran yang tidak sedikit. 

Ternyata mereka bukan orang-orang yang baik. Mereka sepakat menzhalimi Salman Al-Farisi. Mereka menjualnya kepada seorang Yahudi. Semenjak saat itu status Salman Al-Farisi adalah “budak”. Salman Al-Farisi tidak menyebutkan alasannya kenapa tidak melarikan diri. Ada kemungkinan karena dia tidak ingin rencananya gagal, yaitu bertemu sang Nabi terakhir di tanah Arab.

Waktu berlalu dan perjalanan dilanjutkan. Salman Al-Farisi sangat senang ketika melihat kebun kurma, meskipun dengan status barunya sebagai “budak”. Pertanda tidak jauh dari sang “Nabi”.

8. Salman Al-Farisi Sampai di Madinah

Tidak lama setelah itu, saudara sepupu majikannya yang berasal dari yahudi bani quraizah, tiba-tiba membelinya dari majikannya tersebut. Kemudian Salman Al-Farisi dibawa majikan barunya ke kota Madinah.

Akan tetapi ketika dia dibawa majikan barunya ke kota Madinah, Nabi Muhammad masih di Mekah, belum hijrah menuju kota Madinah. Berikut ini pernyataan dari Salman Al-Farisi :

“… Akhirnya aku tinggal di Madinah. Saat itu adalah masa diutusnya Rasulullah, dan beliau tinggal di Mekah selama waktu yang beliau kehendaki. Aku tidak mendengar nama beliau disebut-sebut, bersamaan dengan keadaanku yang sangat terkekang karena menjadi seorang budak. Hingga akhirnya Nabi Muhammad hijrah ke Madinah …”

Yang lebih menarik dari itu semua adalah ketika Salman Al-Farisi berada di atas pohon kurma, menjalankan tugas majikannya, dia mendengar sepupu majikannya yang menyampaikan berita tentang adanya orang-orang yang berkumpul di daerah Quba karena ada seseorang yang datang dari Mekah, dia mengaku sebagai seorang Nabi.

Penggalan kisah ini kemudian menjadi awal mula pertemuan antara Salman Al-Farisi dan Nabi Muhammad. 

9. Salman Al-Farisi Menemui Nabi Muhammad di Quba

Kemudian Salman Al-Farisi menceritakan pertemuaannya dengan Nabi Muhammad dan apa yang dia lakukan untuk memastikan kebenaran pengakuan Nabi Muhammad sebagai seorang utusan Tuhan.

Salman Al-Farisi telah mengetahui beberapa ciri Nabi terakhir dari keterangan salah satu “uskup” yang dia temui selama perjalanan mencari kebenaran. Salman Al-Farisi bercerita ketika benar-benar berada di hadapan Nabi Muhammad :

“Sampai kepadaku sebuah kabar bahwa Engkau adalah orang yang baik. Bersamamu ada pengikut-pengikutmu yang terasing dan membutuhkan santunan. Ini ada sedikit makanan milikku untuk sedekah. Aku memandang kalian lebih berhak mendapatkannya dibandingkan selain kalian.”

Dan ternyata “percobaan” yang dia lakukan membuahkan hasil. Karena saat itu Nabi Muhammad mempersilahkan kaum fakir miskin mengambil sedekah dari Salman, sedangkan Nabi tidak mengambilnya sedikitpun.

Itu artinya ciri pertama sang Nabi terakhir, benar-benar ada pada diri Nabi Muhammad, yaitu tidak menerima sedekah. 

Kemudian Salman meninggalkan Nabi, untuk menyiapkan sesuatu yang akan diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai hadiah. Setelah berada di hadapan Nabi Muhammad untuk yang kedua kalinya, Salman Al-Farisi berkata :

“Aku melihat Engkau tidak mau memakan sedekah, ini hadiah dalam rangka memuliakan Engkau.”

Dan ternyata Nabi memakannya sekaligus memanggil para sahabatnya untuk ikut makan. Itu artinya dua ciri utusan Allah sudah terbukti. Hanya tersisa satu ciri lagi yaitu adanya tanda kenabian yang ada di punggung, tepatnya di antara kedua pundak.

10. Akhir Perjalanan Mencari Kebenaran Hakiki

Di kesempatan yang lain Salman berencana membuktikan ciri terakhir pada diri Nabi. Dan ternyata saat itu Nabi bersama umat Islam, sedang menguburkan salah satu jenazah. Di sinilah kebenaran hakiki terungkap. Berikut ini sebagian dari pernyataannya :

“Kemudian aku mendatangi Rasulullah, yang saat itu berada di area pemakaman Baqi’ Al-Gharqad. Beliau mengiringi jenazah salah seorang laki-laki dari para sahabatnya. Ketika beliau duduk di antara para sahabatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku berjalan berputar untuk melihat ke arah punggungnya. Apakah aku melihat tanda kenabian yang disebutkan sahabatku.

Ketika Rasulullah melihat aku berjalan ke arah belakangnya, beliau paham bahwa aku sedang memastikan sesuatu yang pernah diceritakan sahabatku. Kemudian Rasulullah menyingkirkan selendang dari pundaknya. Lalu aku melihat tanda kenabian dan aku semakin yakin. Kemudian aku duduk di hadapannya, menciumnya dan aku menangis.”

Kemudian Salman Al-Farisi menceritakan semua kejadian yang dia alami kepada Rasulullah, dan beliau sangat kagum terhadap kisahnya itu.

Wallahu a’lam

Disusun oleh Fajri Nur Setyawan, Lc, M.H.

Artikel Alukhuwah.Com

Daftar Pustaka :

  • Abu Zahrah, Khatamun Nabiyyin, (Mesir : Darul Fikr Al-‘Arabi)
  • Akram Dhiya’ Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah (Madinah : Maktabah Al-‘Ulum wal Hikam, 1994)
  • Al-Albani, Shahih As-Sirah An-Nabawiyyah, (Yordania : Al-Maktabah Al-Islamiyyah, 1421 H)
  • Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, 2006)
  • Ibnu Hisyam, Siratun Nabiyyi, (Darus Shahabah, 1995)
  • Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1998)
  • Muhammad An-Nurustani, Al-Madkhal Ila Shahih Al-Imam Al-Bukhari, (Kuwait : Idaratus Syu-un Al-Fanniyyah, 2023)
  • Musa Al-‘Azimi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Riyadh : Dar Ash-Shumai’i, 2013)

Referensi

Referensi
1, 3 Musa Al-‘Azimi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Riyadh : Dar Ash-Shumai’i, 2013), jilid 2 halaman 98
2 Al-Albani, Shahih As-Sirah An-Nabawiyyah, (Yordania : Al-Maktabah Al-Islamiyyah, 1421 H), halaman 70
4 Abu Zahrah, Khatamun Nabiyyin, (Mesir : Darul Fikr Al-‘Arabi), halaman 252
5 Di kitab yang sama dengan penerbit yang berbeda tertulis “Isbahan”.
6  Ini adalah nama daerah tersebut versi bahasa Arab. Adapun versi non Arab dikenal dengan nama “Syahrastan”
7 Di dalam keterangan ini Salman Al-Farisi menyebutkan kaum Nasrani yang dia temui saat itu melakukan shalat. Keterangan ini bisa diterima karena salah satu ajaran Nabi Isa adalah shalat. Di dalam Al-Qur’an ada informasi mengenai hal ini. Tepatnya di surat Maryam ayat 31.
8 Di dalam Al-Qur’an ada informasi mengenai hal ini. Tepatnya di surat Maryam ayat 34.
9 Penggalan kisah ini selaras dengan surat Shaf ayat 6.
Back to top button