Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati
Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati
Ketika hati gelisah akan balutan dosa
Ketika jiwa terdorong panggilan perubahan
Ketika “hijrah” jalan yang ingin kau lewati
Kesadaran Untuk berhijrah .
Awal mulai keinginan hijrah adalah sebuah kesadaran, sadar akan kelalaiannya selama ini, sadar dalam memahami arti hakikat kehidupan, sadar bahwa ternyata selama ini ia berada dalam buaian mimpi yang semu, sehingga terketuk pintu hatinya untuk bangun dan bangkit, kesadaran untuk berhijarah menjadi pribadi yang lebih baik.
Ketika kita mulai belajar islam, mulai bertobat, mulai ada keinginan untuk berhijrah, kemudian terhambat tembok penghalang yang menjulang tinggi yaitu restu orang tua ?.
Apa yang harus kita perbuat ?.
Apa Sih yang Dimaksud Hijrah?
Sebelumnya apa sih yang dimaksud hijrah ?
Berbicara tentang hijrah, sebenarnya kita berbicara tentang kembali pulang ke rumah asal kita, kembali kepada fitrah manusia.
Secara Bahasa makna hijrah adalah meninggalkan / berpindah.
Yang mana hijrah ada dua maksud :
- Hijrah hissi, yaitu berpindah tempat, yaitu berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam atau berpindah dari negeri yang banyak fitnah ke negeri yang tidak banyak fitnah. Ini adalah hijrah yang disyari’atkan.
- Hijrah maknawi (dengan hati), yaitu berpindah dari maksiat dan segala apa yang Allah larang menuju ketaatan. Hijrah itu meninggalkan segala yang tak Allah suka.
Dan Hijrah yang akan kita bahas adalah hijrah secara maknawi, yaitu hijrah meninggalkan dosa, hijrah meninggalkan apa yang Allah tidak suka, kalau kita mengetahui Allah tidak suka, kita tinggalkan, itu adalah hijrah, hijrah yang ini Allah buka sampai hari kiamat, sampai matahari terbitnya di barat, sampai nyawa berada dikerongkongan, baru ditutup pintu hijrah itu.
Hijrah adalah meninggalkan hal-hal yang tidak Allah suka. Ini adalah hijrah yang sebenarnya. ( المهاجر من هاجر ما نهى الله هنه ) : ( Orang yang berhijrah adalah orang yang cepat berpindah dari segala yang dilarang oleh Allah ).
Jangan menunda Hijrah !.
Ketika seseorang sadar ingin berhijrah, maka janganlah ditunda !.
Karena ita semua tidak tahu, kapan akan kedatangan sebuah tamu yang semua orang akan menyambutnya, yaitu tamu yang datangnya tanpa permisi dan tanpa mengetuk pintu, yaitu tamu kematian. Kalau sesorang tidak mengetahui kapan jatah umur di dunia, maka dia akan segera berhijrah. Allah Ta’ala berfirman :
( وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ )
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. ( Ali Imran : 133 ).
Maka sebelum menyesal, janganlah menunda hijrah !!!.
Hijrah Butuh proses .
Meskipun kita bersegera untuk berhijrah.
Tapi hijrah itu tidaklah Instan, butuh proses panjang, bahkan butuh perjuangan dan pengorbanan, sehingga orang yang berhijrah membutuhkan kesabaran.
Allah Ta’ala berfirman :
إنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10].
Sehingga ada tahap – tahap harus dilewati, agar hijrah kita benar dan menghantarkan kepada keridhoan Allah Ta’ala.
Ujian Orang yang berhijrah.
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja.
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?.
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya.
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.
- Pertama : Yang bisa merubah orang adalah ilmu , maka buat mereka cinta ilmu dulu, banyak diantara jama’ah kajian yang mengakui perubahan terjadi pada orang tuanya ketika mulai cinta ilmu, cinta kajian, sehingga tipsnya seperti ketika orang tua dirumah, dan kita pergi sekolah atau bekerja atau kita ada aktivitas , diputarin radio islam misalnya, atau TV Islam, yang penting kita setel dahulu, insya Allah nanti lama – kelamaan akan merasa ternyata bagus juga ya kajiannya, sehingga menjadi cinta mendengar kajian, dan kadang mempunyai ustad favorit.
Bahkan ada seorang Ikhwan mengatakan awalnya ayah saya belum dengar kajian, tetapi ketika beliau dengar, beliau sampai pada tingkat ketagihan, rindu untuk mendengarkan kajian, selalu di ingatkan anaknya minta disetelkan, kalau sudah pagi selalu dengar, berhenti hanya mungkin ketika ke kamar mandi atau tatkala tidur, makan, selain itu selau dengar ceramah, sampai ketika Alat rusak di suruh untuk cari beli yang baru atau diperbaiki.
Jadi kita buat suka ilmu dulu, kalau mereka sudah bisa kita tanamkan cinta ilmu, maka sangat mudah sekali untuk kita kasih masukan dan menerima Hijrah kita. Dan usahakan gunakan fasilitas yang ada, ada medsos sekarang, ada buku – buku islami, majalah, ada you tube, itu luar biasa pengaruhnya, itu kalau seandainya orang tua belum bisa hadir di pengajian.
Begitu pula dengan buku – buku islami, majalah islami, kita tidak usah menyuruh untuk orang tua untuk membacanya, cukup kita letakkan di meja, insya Allah nanti ortu akan penasaran, dan akhirnya dibaca juga.
Jadi kecintaan orang tua terhadap ilmu agama, itulah yang menjadi sebab orang tua menerima hijrah kita, paham bahwa perubahan yang terjadi pada anaknya, perubahan penampilan, bukanlah suatu yang aneh, bukanlah suatu kesalahan, paham bahwa perubahan tersebut menghantarkan kepada keridhoan Allah Ta’ala.
Ini semua menunjukkan pentingnya kedudukan ilmu syar’i, ilmu agama bagi seorang muslim dan muslimah.
- Ilmu kunci kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Ilmu sebab dimudahkan jalan menuju surga.
- Ilmu sebab kemuliaan di dunia dan diakhirat.
- Ilmulah yang akan membimbing seseorang dalam meniti jalan hijrah, yang panjang penuh dengan ujian, menuntun seseorang dalam mengarungi kehidupan, yang akan membimbingnya untuk istiqomah.
- Ketika kita berdakwah kepada keluarga, modal pertama itu akhlak, tunjukkan akhlak yang mulia, tunjukkan sunnah kepada mereka, senyum, lebih ramah, lebih supel, ketika duduk dengan orang tua kita pijet kakinya, semakin kita tunjukkan bakti kita kepada mereka. Kekuatan akhlak mulia sangatlah besar dalam menarik hati orang tua.
Akhlak yang mulia dapat mempersempit ‘jurang-jurang lebar’ antara anak yang sudah ngaji dengan orang tua mereka yang masih awam.
Kerenggangan antara orang tua dan anak itu seringkali terjadi akibat ‘benturan-benturan’ yang terjadi, sebagai dampak dari orang tua yang masih awam melihat perubahan yang aneh.
Hal itu semakin diperparah ketika si anak kurang bisa mencairkan suasana, dengan mengimbangi kesenjangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan orang tuanya. Padahal betapa banyak hati orang tua yang luluh untuk menerima al-haq/kebenaran yang dibawa si anak, bukan karena pintarnya anak berargumentasi, namun karena terkesannya sang orang tua dengan akhlak dan budi pekerti anaknya yang semakin mulia setelah dia ngaji!
Jangan ketika kenal kajian malah mahal senyum, selalu cemberut, buang muka, janganlah begitu mulai kenal kajian langsung memandang orang yang belum ngaji dengan pandangan yang rendah…
Sehingga tatkala orang tua melihat perubahan akhlak kita, maka akan bertanya : Nak kamu ngaji di mana, gak apa – apa deh ngaji sampai jam dua belas malem ? di jawab : Di masjid Agung karanganyar BU …yang diadakan oleh Temen – temen Kajian inspirasi, formaiska dan elemen lainnya.
Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam saja , yang terkenal akhlak beliau yang sangat mulia, Al amin, orang mekkah tahu bahwa beliau adalah orang yang jujur, itu aja ketika berdakwah di tentang besar – besaran oleh keluarga, padahal akhlak beliau sangat mulia, lalu bagaimana dengan kita baru ngaji sebentar langsung frontal , Bapak ini gak boleh, neraka nanti….sehingga orang menyangka : Nak engkau ikut aliran apa ?.
Tapi buat orang tua senang, tunjukkan Akhlak yang mulia dan yang santun sama orang tua, Bahasa kita ke orang itu beda, Allah berfirman : ( وقل لهما قولا كريما ) ) Dan katakanlah untuk keduanya perkataan yang mulia. Para ulama menjelaskan yang dimaksud perkataan yang mulia disini kata – katanya mulia, dan cara yang menyampaikannya mulia, nada berbicaranya diperhatikan….
Cara terbaik dalam menasehati Ibu yang terkadang tidak setuju dengan perubahan kita, adalah rendahkan diri dihadapan orang tua, hormati orang tua, jangan terkesan menggurui, . Allah berfirman : ( واحفض لهما جناح الذل من الرحمة ) : “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang ( QS. AL Isra : 23 – 24 ). Seorang Ibu yang mungkin jenjang pendidikannya hanya SD atau mungkin tidak pernah sekolah, Tetap Ibu diatas kita….kalau sudah berhadapan dengan orang tua letakkan seluruh atribut yang ada pada kita.
Maka jangan terkesan menggurui, tapi ceritakan, bahwasanya tadi pas kajian banyak temen-temen yang datang, diceritakan keadaan pas kajiannya, diceritakan faedah ilmu yang telah didapatkan, kemudian baru masuk, ternyata ustad menerangkan bahwa yang seperti ini ternyata gak boleh, dan ini dalilnya…jadi ini cerita tidak sedang menggurui, sama seperti orang yang ngeshare berbagi…dan ini adalah retorika metode untuk mendakwahi yang lebih tua.
Sehingga yang paling penting adalah kita tidak boleh menghardik atau menyalahkan, gak boleh mengatakan ibu salah, ayah salah, ini akan terjadi spontanitas penolakan, karena dalam jiwa mereka kita tetap anak…
Sebenarnya terkadang orang tua tatkala melihat perubahan anaknya, dia takut kita ikut aliran sesat, itu bentuk cinta mereka kepada kita, bukan kebencian mereka, kalau kebencian mereka itu bukan kebencian yang di dasari ilmu, karena gak ngerti, insya Allah setelah mau ikut ngaji akan mengerti.
Jadi ambil hati orang tua, salam kepada Bapak ibu cium tangan, bawa hadiah, orang – orang yang belum dapat hidayah di rangkul, tidaklah manusia yang diambil hatinya dengan akhlak yang mulia, dengan materi kemudian memusui kita. Orang tua menganggap anaknya eksklusif, itu karena kita jauh dari menerapkan sunnah, tidak ucapin salam, senyum, malas membantu ortu, kita jangan malah menjauh…
Pepatah mengatakan “ Raihlah hatinya engkau akan bisa membuatnya menerima apapun darimu “.
Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan akhlak dalam islam.
- Orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.
- Yang paling banyak memasukkan seseorang ke surga adalah akhlak mulia.
- Metode dakwah yang terbaik adalah dengan Akhlak yang mulia.
- Dengan akhlak mulia dapat merubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik.
- Menerapkan skala prioritas dalam mendakwahi orang tua, bertahap, tidak langsung frontal, karena hijrah itu butuh proses, hijrah itu bukan seperti mie instan.
Kita mulai dari yang terpenting, dakwah tauhid.
Tidak semua kemunkaran yang kita dapati dalam keluarga langsung kita ingkari, tapi bertahap.
Terkadang seorang frontal.
“Pokoknya mulai hari ini bapak dan ibu tidak boleh lagi pergi ke dukun dan tidak boleh lagi sedekah bumi, tidak boleh ini dan itu“.
“Karena itu syirik, bid’ah dan maksiat!.
Dijawab : “Kamu itu anak kemarin sore, tahu apa?! Tidak usah macam-macam, kalau tidak mau tinggal di rumah ini keluar saja!!”.
“Ya akhi..Bertahaplah dalam mengingkari kemungkaran-kemungkaran yang ada di rumah antum… Antum harus bersikap lebih hikmah…”.
Pentingnya Hikmah dalam berdakwah :
Allah ta’ala berfirman :
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن . النحل: ١٢٥
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. QS. An-Nahl: 125.
Apa itu Hikmah ?
Hikmah adalah: “Tepat dalam perkataan, perbuatan dan keyakinan, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai”.
Dan termasuk sikap hikmah adalah Menerapkan skala prioritas dalam mengingkari kemungkaran; dimulai dari yang paling berat lalu yang lebih ringan.
Metode bertahap dalam mengingkari kemungkaran sebagaimana yang dituturkan Ibunda kita Aisyah radhiyallahu’anha bercerita :
“… Sesungguhnya (surat al-Qur’an) yang pertama kali diturunkan adalah surat yang menceritakan tentang surga dan neraka. Tatkala orang-orang saat itu telah kembali kepada Islam, baru turun (ayat-ayat yang menjelaskan hukum) halal dan haram. Seandainya (ayat) yang pertama kali turun adalah “Janganlah kalian minum khamr”, niscaya orang-orang akan berkata, “Selamanya kami tidak mau meninggalkan khamr’. Begitu pula jika (ayat) yang pertama kali turun, “Janganlah kalian berzina”, niscaya mereka akan berkata, “Selamanya kami tidak akan meninggalkan zina”…”[88].
Contoh menerapkan skala prioritas dalam mengingkari kemungkaran dalam keluarga :
Jika kita hidup di tengah keluarga yang banyak praktek-praktek kesyirikan dan kemaksiatan lainnya, maka yang kita prioritaskan untuk diingkari pertama kali adalah kesyirikan-kesyirikan itu dan untuk sementara waktu kita tunda pengingkaran terhadap maksiat yang lainnya. Contohnya: dahulukan menasehati orang tua dari praktek perdukunan sebelum memperingatkan mereka dari maksiat lainnya. Prioritaskan untuk memperingatkan umat dari percaya dengan ramalan bintang, sebelum memperingatkan mereka dari kemaksiatan yang lainnya.
Seharusnya kita senantiasa berusaha terlebih dahulu untuk ‘menyelamatkan’ seseorang dari perbuatan syirik dan kufur yang akan mengakibatkan dirinya kekal di neraka, sebelum menyelamatkan dia dari perbuatan maksiat yang dibawah kesyirikan, yang meskipun mengakibatkan pelakunya masuk neraka, hanya saja masih ada kemungkinan untuk diampuni oleh Allah ta’ala.
Syaikh Muhammmad bin sholeh Al Utsaimin mengatakan : “Terkadang, menunda pengingkaran terhadap suatu kemungkaran, termasuk metode hikmah dalam berdakwah. Bisa jadi, bukan merupakan sikap yang tepat kita mengingkari pelaku kemungkaran itu pada waktu tersebut, namun kita telah berencana untuk mendakwahinya pada saat yang kira-kira lebih pas baginya. Ini sebenarnya adalah metode yang benar.
Jadi Bertahap dan tidak frontal, jangan terlalu kaku, apalagi mengingkari sesuatu yang sudah lama , tapi bertahap, kadang – kadang mengingkari kemunkaran itu dilarang kalau mudharotnya lebih besar, kita jangan buru – buru dan tergesa – gesa.
- Mencari waktu yang tepat untuk memberi masukan, memanfaatkan sebuah peluang, Kalau berkaitan dengan orang tua kita, banyak orang yang merantau, atau mungkin kuliah di luar kota, sehingga ia tidak bisa sering – sering berkumpul dengan orang tua, mungkin Cuma ketika liburan semester, ketika mudik, ( Ya ustad aku susah menasehati orang tua ) , pertanyaan berapa kali kita menasehati orang tua ?.
Sebuah kisah ishaq ibnu rahuyah kalau gak salah, ketika itu beliau di libanon, tahu – tahu ada orang dateng , orang persia, ditanya kamu dari mana, dari tastur, tastur itu di daerah iran sana, ditanya anda muslim, iya saya muslim, tapi orang tua ditinggal masih dalam keadaan majusi, apa kata gurunya ini , coba kamu pulang, jangan kau tinggalkan orang tuamu, mungkin orang tuamu bisa dapat hidayah lewat dirimu, ( ini baru nyampai, di suruh balik pulang, ya udah pulang ). Ketika pulang ternyata bapaknya sakit, dia rawat bapaknya, bapaknya bingung melihat anaknya berbakti kepadanya, padahal beda agama, itulah islam, maka ayahnya bingung melihat anaknya merawat, kemudian ayahnya tanya agamamu itu apa sih, ceritalah anaknya tentang islam, akhirnya bapaknya masuk islam, dan sehari dua hari setelah itu meninggal dunia bapaknya, itu kadang kekurangan kita, kita tinggalkan orang tua kita jauh, dengan lingkungan yang jauh dari agama, maka tugas kita meskipun terkadang jauh dengan orang tua tapi tetap menyambung silaturahmi dan berbakti kepada keduanya, sehingga kita masih bisa tetap bisa memberikan nasehat.
5.Meminimalisir perbedaan yang menjauhkan jurang antara anak dengan orang tua. Tidak terkesan ingin tampil beda.
Terkadang disyari’atkan untuk meninggalkan beberapa amalan yang hukumnya sunnah, untuk menghindari fitnah (keributan atau huru-hara) atau untuk menarik hati orang tua.
Imam al-Bukhari rahimahullah mengambil suatu kesimpulan yang amat indah, “Bab: (Disyariatkannya bagi) seseorang untuk meninggalkan beberapa perkara ikhtiyar ( yang hukumnya sunnah[147]), karena khawatir pemahaman sebagian orang tidak sampai kepadanya; sehingga mereka terjerumus ke dalam perbuatan yang lebih parah”[148].
Kalau begitu berarti betapa banyak sunnah-sunnah Rasul shallallahu’alaihiwasallam yang akan kita ‘kubur’? Bukankah justru kita berusaha untuk menghidupkan sunnah-sunnah yang telah ‘mati’?
Hal-hal yang mubah, bahkan beberapa hal yang hukumnya sunnah, jika di suatu waktu seandainya dikerjakan akan menimbulkan perpecahan, maka sebagian ulama berpendapat agar sunnah itu sementara ditinggalkan. Bukan ditinggalkan selamanya! Namun hingga orang tua paham.
Berikut contoh beberapa praktek yang hendaknya kita terapkan guna menghindari fitnah dan menarik hati orang tua:
– Berkaitan dengan masalah pakaian, seyogyanya kita berusaha untuk tidak tampil beda dari pakaian yang umum dipakai di masyarakatnya, selama pakaian tersebut tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Seandainya masyarakat kampungnya terbiasa untuk memakai sarung, kemeja, baju koko dan songkok hitam, maka hendaknya kita tidak berusaha untuk tampil beda dengan memakai jubah, gamis (baju pakistan), ‘imamah (sorban yang dililit di kepala) atau syimagh (kerudung yang biasa dipakai oleh laki-laki arab). Karena menurut para ulama: yang disunnahkan dalam masalah pakaian; hendaknya seseorang menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian penduduk negerinya, selama pakaian mereka tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
- Mencari teman baru untuk membantu meyakinkan orang tua, ketika Abdurrahman bin auf sampai di Madinah Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam mencarikan saudara untuknya yaitu sa’ad bin rabi’, ini pentingnya kalau seseorang berhijrah dia harus cari temen yang baru, dan kita kalau tahu ada temen baru hijrah , kita carikan dia temen baru, karena kita takut bisa kembali nanti dia…
Hijrah Bersama sahabat, itulah hal yang membahagiakan.
Sahabatlah yang akan menguatkan kita dalam meniti jalan hijrah yang penuh dengan rintangan dan hambatan.
- Kekuatan Doa ( Kisah Abu Hurairah ) .Mendoakan yang terbaik untuk ortu.
Janganlah meremehkan sebuah doa, doa adalah senjata orang yang beriman, sebuah kisah yang menujukkan pentingnya sebuah doa.
Agar Bisa Istiqamah dalam Berhijrah?
Ingatlah kalau bisa istiqamah, itu benar-benar suatu karunia yang besar. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah disampaikan oleh muridnya Ibnul Qayyim dalam Madarij As-Salikin,
أَعْظَمُ الكَرَامَةِ لُزُوْمُ الاِسْتِقَامَةِ
“Karamah yang paling besar adalah bisa terus istiqamah.”
Kiat agar bisa terus istiqamah adalah:
- Harus dimulai dengan niatan yang ikhlas.
Hijrah tersebut harus ikhlas karena Allah, bukan karena cari ridha manusia.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وما لا يكون له لا ينفع ولا يدوم
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak akan kekal.” (Dar-ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql, 2: 188).
Para ulama juga memiliki istilah lain,
ما كان لله يبقى
“Segala sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, pasti akan langgeng.”
Ketika orang mau hijrah ia harus membulatkan tekadnya, untuk siapa ? untuk Allah. Maka hijrah harus ikhlas karena Allah bukan karena manusia,
- Meninggalkan maskiat dahulu yang dilakukan.
- Bertekad untuk jadi lebih baik. ( Pembagian waktu menurut Ibnu Qoyyim ).
- Mencari lingkungan bergaul yang baik.
Masalah teman, ini teramat penting. Karena tanpa teman yang baik, kita sulit untuk berubah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; Ahmad, 2: 344. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3545).
- Berusaha terus menambah ilmu lewat majelis ilmu.
- Memperbanyak doa.
Jangan lupa untuk panjatkan doa pada Allah. Karena tanpa pertolongan-Nya, kita tak berdaya dengan berbagai godaan. Do’a yang paling sering nabi panjatkan agar bisa terus istiqamah adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Sebagai penutup :
Ayyuhal Ikhwan Wal Akhwat rahimakumullah, Hijrah itu tidahlah mudah, butuh perjuangan, pengorbanan, dan yang lebih berat adalah menjaga keistiqomahan setelah hijrah, karena ada masa – masa furur / masa iman turun, maka butuh untuk menjaga semangat dengan senantiasa menghadiri majelis taklim.
Maka saya sangat berterimakasih sekali kepada temen-temen panitia kajian inspirasi, formaiska dan elemen lain, berkat jeri payah sehingga kajian untuk pemuda – pemudi bisa tersaksana di masjid yang kita cintai ini, masjid Agung karanganyar. Jazakumullahu khoiron katsira. Semoga Allah yang membalas dengan balasan yang terbaik. Amin.
Terakhir, Semoga kita mendapatkan taufiq dan bimbingan Allah dalam meniti jalan hijrah yang panjang, dengan harapan semoga kita semua diberikan istiqomah diatas jalan hidayah sampai akhir hayat kelak. Amin.
Ustad Hanif Beni setyawan, S.Ag.
Ponpes ”Al Ukhuwah” Joho Sukoharjo.
Minggu, 15 Syawal 1438 H / 9 Juli 2017 M.