Siapakah Ahlus Sunnah ?
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH, SIAPAKAH MEREKA ?
Sering kali kita mendengar istilah Ahlussunnah wal Jama’ah. Sering kali pula kita dengar bahwa mereka adalah Al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat),. Namun siapakah mereka itu, mengapa dinamakan Ahlussunnah wal Jama’ah, bagaimana karakteristik mereka, dan pertanyaan-pertanyaan lain kadang melintas di benak kita. Maka, pada edisi kali ini kami mengangkat pembahasan yang penting ini untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas.
- SIAPAKAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH ?
Jika kita memperhatikan makna salaf dan makna jama’ah sebagaimana dijelaskan dalam dalil-dalil syar’i, demikian pula dari ungkapan para ulama’ salaf, maka kita dapat mengetahui dengan jelas tentang siapakah Ahlussunah wal Jama’ah tersebut. Berikut ini beberapa batasan tentang siapakah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana bisa difahami dari ungkapan para salaf (generasi pendahulu umat ini).
- Ahlussunnah wal Jama’ah adalah para shahabat Rasulullah r, merekalah yang dimaksud dengan Ahlussunnah yang diketahui dan difahami oleh para salaf. Maka para shahabat adalah generasi yang paling berhak dengan penamaan Ahlussunnah dikarenakan mereka telah mendahului dalam berkomitmen dengan sunnah, baik secara ilmu, amal..
- Demikian pula, generasi setelah para shahabat yang mengambil, mempelajari, dan menukil agama ini dari para mereka. Yaitu generasi tabi’in. Kemudian dilanjutkan dengan tabi’ut tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik sampai akhir zaman. Maka, mereka juga adalah Ahlussunnah yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnah Nabi r dan tidak mengadakan kebid’ahan, serta tidak mengikuti selain jalannya kaum mu’minin.
- Ahlussunnah wal jama’ah adalah Al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat) di antara golongan-golongan yang ada dalam umat ini, dan mereka adalah kelompok yang mendapatkan kemenangan dan mendapat pertolongan sampai datangnya hari kiamat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi r yang menggambarkan tentang kondisi mereka. Nabi r bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
Akan ada segolongan dari umatku yang senantiasa menampakkan kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang merendahkan mereka sehingga datang hari kiyamat sedangkan meraka dalam keadaan seperti itu. (HR. Muslim)
Dan dalam lafadz yang lain :
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى النَّاسِ
Akan ada segolongan dari umatku yang senantiasa menegakkan perintah-perintah Allah. Tidak akan membahayakan mereka rang-orang yang merendahkan atau menyelisihi mereka sehingga datang hari kiyamat sedangkan mereka nampak (dengan kebenaran) diantara manusia. (HR. Muslim)
- Mereka adalah Al Ghurabaa’ (orang-orang yang asing). Mereka terlihat asing ketika telah banyak menyebar kesesatan, kebid’ahan, serta telah banyak terjadi kerusakan. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah r :
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Pada awalnya, Islam berada dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. (HR. Muslim)
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِي أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
Beruntunglah orang-orang yang asing. Ditanyakan kepada beliau : Siapakah orang-orang asing itu, wahai Rasulullah? Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang shalih di antara orang-orang banyak yang jelek. Orang yang menentang mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka. (HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ As Shaghir)
- Mereka adalah Ashabul Hadits (para ahli hadits) yang memahami hadits baik secara dirayah maupun riwayah, secara ilmu dan amal. Oleh karena itu kita dapati para imam salaf menafirkan At Thaifah Al Manshurah (kelompok yang ditolong) dan Al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat) dengan Ashabul Hadits (para ahli hadits) sebagaimana hal ini diriwayatkan dari Imam Ibnul Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnul Madini, dan Ahmad bin Sinan. Dan ini adalah hal yang benar karena imam-imam ahli hadits adalah para imam Ahlussunnah. Imam Ahmad berkata tentang siapakah At Thaifah Al Manshurah (kelompok yang ditolong) :
إِنْ لَمْ يَكُوْنُوْا أَهْلَ الْحَدِيْثِ فَلاَ أَدْرِيْ مَنْ هُمْ
Jika mereka itu bukan para ahli hadits maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu.
Demikian pula, orang-orang awam di kalangan muslimin yang senantiasa berada dalam fitrah dan tidak mengikuti jalan-jalan kesesatan dan bid’ah, mereka juga Ahlussunnah, yang mana mereka mengikuti para ulama’ dengan mencontoh dan mengambil petunjuk.
- MENGAPA DINAMAKAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Dinamakan Ahlussunnah dikarenakan mereka mengambil sunnah Rasulullah r, berpegang teguh dengan sunnah, mengamalkan konsekuensinya, serta merealisasikan sabda Rasulullah r:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang diberi petunjuk, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu adalah sesat. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan selainnya, dishahihkan Syaikh Al Albani)
Sedangkan yang dimaksudkan sunnah disini adalah apa-apa yang diterima oleh para shahabat dari Rasullah r berupa syari’at, agama, dan petunjuk baik yang zhahir maupun batin. Demikian pula generasi tabi’in menerimanya dari para shahabat, kemudian selanjutnya diterima oleh tabi’ut tabi’in, dan para imam yang adil dan teladan, serta orang-orang yang meniti jalan mereka sampai hari kiyamat.
Adapun penamaan mereka dengan Ahlul jama’ah, maka hal ini dikarenakan mereka mengikuti wasiat Nabi r untuk selalu berkomitmen dengan jama’ah, maka mereka mengambil al haq (kebenaran), dan berjama’ah di atas kebenaran tersebut. Mereka mengikuti jejak jama’ah kaum muslimin yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Demikian pula dikarenakan mereka berkumpul dengan para imam-imam mereka, dan berkumpul untuk jihad dan amar ma’ruf nahi munkar bersama waliyul amr (para pemimpin kaum muslimin). Demikian pula berkumpul di atas sunnah dan ittiba’ (meneladani), dan meninggalkan bid’ah, hawa nafsu, dan perpecahan. Maka mereka itulah jama’ah yang dimaksudkan oleh Rasulullah r dan diperintahkan untuk komitmen dengannya.
- APAKAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH TERBATAS DENGAN TEMPAT DAN WAKTU TERTENTU ?
Ahlusunnah wal jama’ah tidaklah terbatas dengan suatu tempat atau zaman tertentu. Terkadang jumlah mereka banyak di suatu negeri dan sedikit di negeri yang lainnya. Dan terkadang jumlah mereka banyak di suatu masa tertentu dan sedikit pada masa yang lainnya. Akan tetapi mereka akan senantiasa ada dan tidak akan terputus keberadaannya.
Dengan beberapa penjelasan di atas maka jelaslah tentang siapa sebenarnya Ahlussunnah wal Jama’ah. Adapun pengakuan kelompok-kelompok yang menyimpang dari jalan Sunnah dan dari Al Jama’ah yang menyatakan bahwa mereka termasuk dari Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pengakuan yang tidak benar. Demikian pula pendapat yang mengatakan bahwa kaum muslimin seluruhnya berpijak di atas sunnah, juga tidak sesuai dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah r dan tidak sesuai pula dengan waqi’ (realita) yang ada. Rasulullah r telah bersabda :
تَفْتَرِقُ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَ سَبْعِيْنَ فِرْقَةً, أَوْ اِثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَ النَّصَارَى مِثْلُ ذَلِكَ, وتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan atau tujuh puluh dua golongan, demikian pula Nasrani. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. (HR. Tirmidzi, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Zhilalul Jannah)
- BEBERAPA KARAKTERISTIK AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Ahlussunnah wal Jama’ah mempunyai beberapa karakteristik dan ciri-ciri yang membedakan mereka dengan selainnya. Di antaranya adalah :
- Mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap kitabullah Al Qur’an, dengan membacanya, menghafalkannya, dan memahami tafsirnya. Demikian pula, mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap hadits, dengan mengenal, memahaminya, serta membedakan antara hadits yang shahih dengan hadits yang dha’if (lemah). Hal ini dikarenakan keduanya adalah sumber dalam mengetahui syari’at agama ini. Kemudian, mereka mengiringi ilmu yang telah mereka ketahui tersebut dengan amalan.
- Mereka masuk ke dalam agama secara keseluruhan dan beriman kepada kitabullah secara keseluruhan pula. Sehingga mereka mengimani nash-nash yang menunjukkan janji (khabar gembira) dari Allah U demikian pula nash-nash yang menunjukkan ancaman Allah U. Mereka mengimani ayat-ayat yang menetapkan sifat bagi Allah U dan mengimani pula ayat-ayat yang meniadakan suatu sifat tertentu bagi Allah U. Mereka menjamakkan (menggabungkan) antara iman terhadap takdir Allah U dengan penetapan kehendak, keinginan, dan perbuatan hamba.
- Mereka senantiasa ittiba’ (mencontoh dan meneladani Rasulullah r) dan menjauhi bid’ah (perkara-perkara baru dalam agama). Mereka senantiasa bersatu dan menjauhi perpecahan serta perselisihan dalam agama.
- Meneladani dan mengambil petunjuk dari para imam yang adil yang diteladani dalam ilmu, amal, dan dakwah, dari kalangan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan menjauhi orang-orang yang menyelisihi jalan mereka.
- Mereka senantiasa mempunyai sikap adil (pertengahan). Dalam masalah i’tiqod (keyakinan), amalan, maupun akhlak, mereka pertengahan antara kelompok yang berlebih-lebihan dan kelompok yang meremehkan.
- Senantiasa bersemangat untuk mempersatukan kaum muslimin di atas al haq (kebenaran), dan mempersatukan barisan mereka di atas tauhid dan meneladani Rasulullah r, serta berusaha menjauhkan sebab-sebab perselisihan di antara kaum muslimin.
- Senantiasa berdakwah mengajak ke jalan Allah U, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, berjihad di jalan Allah U, menghidupkan sunnah, meniadakan bid’ah, serta menegakkan syari’at dan hukum Allah U baik dalam perkara kecil maupun besar.
- Mereka senantiasa memperhatikan keadilan. Sehingga mereka mendahulukan hak Allah U di atas hak pribadi dan hak kelompok. Demikian pula mereka tidak berlebih-lebihan dalam memberikan loyalitas dan tidak berlebihan dalam permusuhan, serta tidak menutupi keutamaan seseorang yang mempunyai keutamaan, siapa pun dia.
- Bersesuaian dalam pemahaman dan sikap, meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh dan zaman yang berbeda. Hal ini disebabkan karena sumber dan metode pengambilan dalil yang sama.
- Senantiasa berbuat ihsan dan berakhlak mulia kepada semua manusia.
- Memberikan nasihat untuk taat kepada Allah U, dan nasihat akan kitabullah, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin.
- Memperhatikan keadaan kaum muslimin dan memberikan pertolongan kepada mereka, menunaikan hak-hak mereka, dan tidak memberikan gangguan kepada mereka.
Semoga Allah U memberikan taufiq kepada kita untuk mengetahui al haq dan mengikutinya, dan menunjukkan kepada kita perkara yang bathil dan kita bisa menjauhinya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah r , keluarga beliau, para shahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau sampai akhir zaman. Wallahu a’lam. Wa akhiru da’waana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin. (Disadur dari kitab Hiraasatul ‘Aqidah yang ditulis oleh Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql yang diberi kata pengantar oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan)
Ditulis Oleh : Ustad Nurwan Darmawan