Ilmu Waris: Cara Menerima Warisan

Ada dua cara dalam menerima warisan, yaitu :

  1. Warisan dengan fardh (menerima jatah tertentu), baik setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, atau seperenam. [1]Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata, “Bagian-bagian warisan yang telah ditetapkan dalam kitabullah Ta’ala ada enam, yaitu : setengah, seperempat, seperdelapan, dua per … Continue reading
  2. Warisan dengan ta’shib (menerima sisa). [2]Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar-Rasyid rahimahullah berkata, “Ta’shib secara bahasa adalah mashdar dari kata ‘asshaba-yu’asshibu-ta’shiban-fahuwa ‘ashibun. Dan ashobah secara bahasa … Continue reading

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Warisan terbagi menjadi dua macam, yaitu warisan dengan fardh dan warisan dengan ta’shib. Warisan dengan fardh maksudnya seorang ahli waris mendapatkan jatah tertentu seperti setengah dan seperempat. Sedangkan warisan dengan ta’shib maksudnya seorang ahli waris mendapatkan bagian namun tidak ada batasan khusus. Jatah-jatah warisan yang disebutkan dalam Al Qur’an ada enam, yaitu setengah, seperempat, seperdelapan, dua per tiga, sepertiga, dan seperenam. Adapun sepertiga sisa maka itu ditetapkan berdasarkan ijtihad dalam kasus ‘Umariyyatain dan sebagain kasus kakek bersama saudara.” [3]Tashil Al-Faraidh, Hal. 34.

Wallahu a’lam.

Disusun oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A., حفظه الله تعالى

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata, “Bagian-bagian warisan yang telah ditetapkan dalam kitabullah Ta’ala ada enam, yaitu : setengah, seperempat, seperdelapan, dua per tiga, sepertiga, dan seperenam. Sedangkan yang ketujuh ditetapkan dengan ijtihad yaitu sepertiga sisa dalam kasus ‘Umariyyatain.” (Al-Fawaid Al-Jaliyyah fil Mabahits Al-Fardhiyyah, hal. 31).
2 Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar-Rasyid rahimahullah berkata, “Ta’shib secara bahasa adalah mashdar dari kata ‘asshaba-yu’asshibu-ta’shiban-fahuwa ‘ashibun. Dan ashobah secara bahasa bermakna kerabat laki-laki dari arah ayah, dinamakan demikan karena mereka meliputinya. Sedangkan secara istilah, ‘ashobah adalah seseorang yang menerima warisan tanpa batasan tertentu, dan jika disebutkan secara mutlaq maka yang dimaksudkan dengan ashobah adalah ‘ashobah binnafsi. (‘Uddatu Al-Bahits fi Ahkam At-Tawaruts, hal. 43).
3 Tashil Al-Faraidh, Hal. 34.
Back to top button