Kerinduan Malam Seribu Bulan
TAFSIR SURAT AL QODR
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qadr. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar Ruh dengan izin Rabbnya untuk mengatur urusan. Malam itu (penuh) Salaam sampai terbit fajar”. (QS. Al Qadr [97] : 1-5).
Tafsir Ayat Pertama :
Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menurunkan al-Qur’an pada waktu Lailatul Qadar, yaitu satu malam yang penuh berkah, yang oleh Allah difirmankan yang artinya: (“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an pada malam yang penuh berkah.”) (ad-Dukhaan: 3) dan itulah malam al-Qadr, yang ada pada bulan Ramadhan, sebagaimana difirmankan Allah yang artinya : (“Bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an.” (al-Baqarah: 185).
Kemudian apa makna inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) di malam Lailatul Qadr? sebagian ulama mengatakan yang dimaksud bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an secara keseluruhan pada satu kesempatan di malam Lailatul Qadr dari Al Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (di Langit Dunia). Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menurunkannya secara berangsur-angsur ke pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sesuai dengan kejadian selama 23 tahun
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud Inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan ayat Al Qur’an yang pertama (Allah Subhana wa Ta’ala mulai menurunkan Al Qur’an) pada malam Lailatul Qadr di Bulan Ramadhan.
Ibnu ‘Abbas dan juga yang lainnya mengatakan: “Allah menurunkan al-Qur’an itu sekaligus [30 juz], dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kemudian diturunkan secara bertahap, sesuai konteks realitasnya dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ) “pada Lailatul Qadr”. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna (الْقَدْرِ) adalah kemuliaan. Sebagian lagi berpendapat maknanya adalah takdir, karena pada malam tersebut ditentukan takdir yang akan terjadi selama setahun ke depan berdasarkan firman Allah Subhana wa Ta’ala,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dipisahkan dan dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (berupa rezeki, ajal dan lain-lain)”. (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4).
Pendapat yang lebih tepat adalah ayat tersebut (لَيْلَةِ الْقَدْرِ) mencakup dua makna di atas, yaitu dengan kita katakan bahwa malam Lailatul Qadr merupakan malam yang penuh dengan kemulian dan keagungan serta pada malam itu juga ditentukan takdir yang akan terjadi selama satu tahun ke depan berupa kehidupan, kematian, rezki dan lain-lain.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Disebut lailatul qadar karena kemuliaan dan keutamaan malam tersebut di sisi Allah. Pada malam tersebut ditetapkan berbagai perkara yang akan terjadi pada satu tahun, yaitu ditetapkan ajal, rezeki, dan berbagai takdir.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931).
Tafsir Ayat Kedua :
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ) “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu ?”
Dari bentuk kalimat seperti ini dapat diambil sebuah faidah adanya pengagungan dan pemuliaan. Bentuk kalimat sejenis ini juga Allah Subhana wa Ta’ala sebutkan dalam firmannya,
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
“Dan tahukah kamu apa itu hari yang menggetarkan hati / hari qiyamat”. (QS. Al Qari’ah [101] : 3).
Selanjutnya dengan mengagungkan keberadaan lailatul Qadr yang Dia khususkan dengan penurunan al-Qur’an al-‘Adziim padanya, Allah berfirman: wa maa adraaka maa lailatul qadri lailatul qadri khairum min alfi syahrin (“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Tafsir Ayat Ketiga :
Kemudian di ayat selanjutnya dalam Surat Al Qadr ini Allah Subhana wa Ta’ala menjelaskan Lailatul Qadr itu dengan firmannya (لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ) “Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan”. Kebaikan yang dimaksud dalam ayat ini adalah berupa pahala amal pada malam tersebut.
Pendapat yang mengatakan bahwa (pahala) beribadah pada malam tersebut lebih utama dari (pahala) beribadah seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadr nya. Pendapat ini merupakan pendapat Ibnu Jarir Ath Thabari Asy Syafi’i Rahimahullah.
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”) ketika malam kemuliaan itu menyerupai ibadah selama seribu bulan, maka ditegaskan di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Barang siapa yang bangun untuk mendirikan shalat pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”
Tafsir Ayat Keempat :
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا) “Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar Ruh”. Yaitu para malaikat tersebut turun secara bertahap. Karena malaikat adalah penduduk langit sedangkan langit terdiri dari tujuh lapis. Demikianlah para malaikat tersebut turun hingga memenuhi bumi. Turunnya malaikat ke bumi menunjukkan adanya rahmat, kebaikan dan keberkahan. Oleh karena itulah rumah yang malaikat tidak mau masuk ke dalamnya (sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim) adalah rumah yang hilang kebaikan dan keberkahan padanya.
Fiman Allah Subhana wa Ta’ala (وَالرُّوحُ) adalah Jibril ‘Alaihis Salam. Allah Subhana wa Ta’ala menyebutkannya secara khusus yang menunjukkan adanya keistimewaan dan keagungan Jibril ‘Alaihis Salam.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (بِإِذْنِ رَبِّهِمْ) “dengan izin Tuhannya”. Yaitu dengan izin kauniyah Allah. Karena izin Allah Subhana wa Ta’ala itu ada dua macam, yaitu kauniyah dan syar’iyah.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (مِنْ كُلِّ أَمْرٍ) “untuk mengatur urusan”. Ada pendapat yang mengatakan bahwa huruf (مِنْ) pada ayat ini maknanya adalah ba’ yang bermakna seluruh. Sehingga makna ayat di atas adalah “untuk mengatur seluruh urusan yang Allah Subhana wa Ta’ala perintahkan”. Namun apakah urusan yang dimaksudkan merupakan sebuah perkara yang kita tidak mengetahuinya.
Tafsir Ayat Kelima :
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (سَلَامٌ هِيَ) “Salaam”. Kalimat yang Allah Subhana wa Ta’ala gunakan dalam akhir surat ini merupakan susunan mubtada’ dan khabar dengan khabar yang muqaddam. Sehingga memberikan makna penuh dengan Salaam.
Lalu apa makna (سَلَامٌ) dalam ayat ini ? Sebagian ulama mengatakan maknanya adalah kesejahteraan padanya dalam segala urusan. Sebagian lagi mengatakan maknanya adalah keselamatan, sehingga pada malam tersebut setan tidak mampu berbuat keburukan atau tidak mampu mengganggu. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Mujahid. Asy Sya’bi mengatakan makna (سَلَامٌ) adalah salam para malaikat kepada Ahli Mesjid hingga terbit fajar. Qatadah dan Ibnu Zaid mengatakan makna (سَلَامٌ) adalah semua kebaikan sehingga tidak ada keburukan padanya hingga terbit fajar.
Allah Subhana wa Ta’ala menyebut pada malam ini adanya Salaam karena pada malam ini banyak sekali keselamatan dari dosa dan hukumanNya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan sholat pada malam lailatul Qadr karena iman dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu”.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ) “sampai terbit fajar”. Yaitu malaikat turun pada malam tersebut hingga terbitnya fajar, jika fajar telah terbit maka berakhir pula lah malam Lailatul Qadr.
Mujahid mengatakan: “Malam kesejahteraan untuk mengatur semua urusan.” Sedangkan Sa’id bin Manshur berkata: “Isa bin Yunus memberitahu kami, al-A’masy memberitahu kami, dari Mujahid, mengenai firman-Nya: salaamun Hiya (“Malam itu penuh kesejahteraan”) dia mengatakan: ‘Ia aman, dimana waktu itu syaitan tidak dapat melakukan kejahatan atau melancarkan gangguan.’” Sedangkan Qatadah dan lain-lain mengatakan: “Pada waktu itu semua urusan diputuskan, berbagai ajal dan rizki juga ditetapkan, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala: fiiHaa yufraqu kullu amrin hakiim (“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”)(ad-Dukhaan: 4).
Referensi : Tafsir Al Qur’anul Karim, Tafsir Ibnu Katsir, dll.