Wasilah Dihukumi Sesuai Dengan Tujuannya
KAIDAH KEDUA
الْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ
Wasilah Dihukumi Sesuai Dengan Tujuannya
Beberapa hal yang masuk dalam keumuman kaidah ini di antaranya adalah :
- Perkara wajib yang tidak bisa sempurna kecuali dengan keberadaan sesuatu hal, maka hal tersebut hukumnya juga wajib.
- Perkara sunnah yang tidak bisa sempurna kecuali dengan keberadaan sesuatu hal, maka hal tersebut sunnah juga hukumnya.
- Jalan-jalan yang mengantarkan kepada perkara yang haram atau mengantarkan kepada perkara yang makruh, maka hukumnya mengikuti hukum perkara yang haram atau makruh tersebut.
Sesungguhnya Alloh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah mengetahui apa yang menjadi konsekuensi dari hukum-hukum yang Ia syariatkan kepada hambanya berupa kelaziman-kelaziman, syarat-syarat, dan penyempurna-penyempurna. Maka perintah untuk mengerjakan sesuatu merupakan perintah mengerjakannya, dan juga perintah untuk mengerjakan apa yang sesuatu tersebut tidak sempurna kecuali dengannya. Dan larangan dari mengerjakan sesuatu merupakan larangan darinya dan dari segala sesuatu yang mengantarkan kepada larangan tersebut.
Oleh karena itu, berjalan untuk melaksanakan sholat, menuju ke majelis dzikir, silaturahim, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, dan selainnya termasuk dalam kategori ibadah. Demikian pula keluar untuk melaksanakan haji, umroh, dan jihad fi sabilillah sejak keluar dari tempat tinggalnya sampai pulang kembali maka ia senantiasa dalam pelaksanaan ibadah, karena ia adalah wasilah (sarana) untuk melaksanakan ibadah dan penyempurnanya. Allah berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120) وَلَا يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (121)
Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) Karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. At Taubah : 120-121)
Dan di dalam hadits yang shahih, bahwa Nabi bersabda ;
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ أَوَ سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memperjalankannya atau memudahkan jalan beginya menuju ke surga.” (HR. Muslim)
Dan sungguh telah banyak hadits-hadits shahih yang menjelaskan tentang pahala berjalan menuju sholat, dan sesungguhnya setiap langkah yang ditempuh maka ditulis baginya satu kebaikan dan dihapuskan satu kejelekan.
Dan firman Allah :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Yasin : 12)
Yang dimaksud dengan “bekas-bekas yang mereka tinggalkan” pada ayat di atas adalah perpindahan langkah-langkah dan amalan-amalan mereka untuk melaksanakan ibadah. Sebagaimana melangkahkan kaki dan upaya-upaya untuk melaksanakan ibadah mengikuti hukum ibadah tersebut, maka melangkahkan kaki menuju kemaksiatan juga mengikuti hukumnya. Maka perintah melaksanakan sholat adalah perintah untuk melaksanakannya dan perkara-perkara yang sholat tidak sempurna kecuali dengannya berupa thaharah, menutup aurat, menghadap kiblat, dan syarat-syarat lainnya. Demikian pula perintah mempelajari hukum-hukum yang mana pelaksanaan sholat tidaklah bisa sempurna kecuali didahului mempelajari ilmu tersebut.
Termasuk penerapan kaidah ini pula adalah perkataan ulama : Jika datang waktu sholat bagi orang yang tidak menjumpai air, maka wajib baginya mencari air di tempat-tempat yang diharapkan keberadaannya. Dikarenakan hal-hal yang tidak sempurna kewajiban kecuali dengannya maka perkara tersebut juga wajib. Demikian pula, wajib baginya untuk membeli air atau membeli penutup aurat yang wajib dengan harga yang wajar, atau dengan harga yang lebih dari kewajaran asalkan tidak memadharatinya dan tidak menyebabkan habis hartanya.
Dan masuk di dalam kaidah ini pula adalah tentang wajibnya mempelajari perindustrian yang hal ini sangat dibutuhkan manusia dalam urusan agama dan dunia mereka, baik urusan yang besar maupun yang kecil.
Demikian pula, masuk dalam kaidah ini wajibnya mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat. Dan ilmu tersebut terbagi manjadi dua macam :
Pertama : Ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu ain, yaitu ilmu yang sifatnya sangat diperlukan oleh setiap manusia dalam uruasan agama, akhiratnya, dan muamalahnya. Setiap orang wajib mempelajari sesuai keadaannya masing-masing.
Kedua : Ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu kifayah, yaitu setiap ilmu yang merupakan tambahan dari yang hukumnya fardhu ain, yang mana ilmu itu dibutuhkan oleh masyarakat luas.
Maka, ilmu yang sangat dibutuhkan oleh seorang manusia secara pribadi maka hukumnya fardhu ain. Adapun ilmu ynag sifatnya tidak mendesak jika ditinjau dari sisi individu seseorang, dan masyarakat luas membutuhkannya maka hukumnya fardhu kifayah. Di mana fardhu kifayah ini jika telah dilaksanakan oleh sebagian orang yang telah mencukupi maka gugur kewajiban yang lainnya, dan jika tidak ada sama sekali yang melaksanakannya maka wajib atas setiap orang. Oleh karena itu, termasuk cabang kaidah ini adalah : Semua hal yang hukumnya fardhu kifayah, berupa adzan, iqamah, kepemimpinan yang kecil maupun yang besar, amar ma’ruf nahi munkar, jihad yang hukumnya fardhu kifayah, pengurusan jenazah berupa memandikan, mengkafani, menyolatkan, membawanya ke pemakaman, serta menguburkannya.
Termasuk pula dalam penerapan kaidah ini adalah usaha seseorang dalam bekerja yang menjadi wasilah baginya untuk memenuhi apa yang menjadi kawajibannya kepada dirinya sendiri, kepada isterinya, anak-anaknya, budaknya, dan juga binatang ternaknya, serta untuk melunasi hutangnya, maka hal-hal tersebut hukumnya adalah wajib dan usaha untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut hukumnya juga wajib.
Demikian pula, tentang wajibnya mempelajari tanda-tanda datangnya waktu shalat, mengetahui arah kiblat, dan arah mata angin bagi yang membutuhkan hal tersebut. Hal-hal tersebut masuk juga dalam kaidah ini.
Dan termasuk pula dalam penerapan kaidah ini bahwa ilmu-ilmu syar’i terbagi menjadi dua macam : ilmu yang menjadi tujuan, yaitu ilmu Al Qur’an dan ilmu As Sunnah. Maka wasilah untuk memahami ilmu Al Qur’an dan As Sunnah seperti ilmu bahasa Arab beserta macam-macamnya, yang mana pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah sangat tergantung dari penguasaan seseorang terhadap ilmu bahasa Arab tersebut, maka menyibukkan diri untuk mempelajari ilmu tersebut hukumnya mengikuti hukum mempelajari ilmu syar’i.
Wallohu a’lam.
Ustad Nurmawan, B.A.