Bijaksana Dalam Berwaqaf
Hukum-Hukum Dan Adab Waqaf
- Waqaf merupakan peluang besar untuk berbuat kebajikan dan kebaikan, sehingga dapat dilakukan pada segala sesuatu yang bisa mewujudkan tercapainya tujuan syariat ini, maka setiap amalan yang dicintai dan diridhoi Allah dari seorang yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang banyak adalah termasuk peluang untuk berwaqaf dengannya sehingga dianjurkan untuk dilakukan.
- Tatkala tujuan disyariatkannya waqaf adalah untuk memberikan manfaat kepada para hamba Allah, maka waqaf yang paling besar pahalanya adalah yang paling bermanfaat bagi para hamba Allah untuk memenuhi kebutuhan mereka, maka tidak selayaknya membatasi waqaf pada hal – hal yang bersifaf sementara ( area tradisional yang diwarisi ), meskipun kebutuhan manusia kepada hal tersebut pada waktu lampu memang benar adanya, akan tetapi kebutuhan manusia berkembang dan berubah, maka yang lebih utama adalah melihat kepada kebutuhan manusia yang bersifat terus menerus.
- Manusia yang paling utama dan paling berhak untuk kita berbuat baik kepadanya adalah keluarga dan kerabat terdekat, sehingga waqaf yang paling utama adalah untuk mereka dari anak keturunan kemudian kerabat yang terdekat, hal ini karena keumuman perintah untuk mengutamakan dan mengedepankan mereka dalam bersedekah, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam menjelaskan keutamaan orang yang bersedekah kepada meraka ( para kerabat ) ( يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ ) Artinya : “ (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat “. ( QS. Balad : 15 ). Dan sabda Rasulullah sholallahu alaihi wasallam : “ Sesungguhnya sedekah untuk orang miskin sekedar sedekah, sedangkan sedekah untuk kerabat adalah sedekah dan suatu bentuk menyambung silaturahmi “ ( HR. Ahmad, An-Nasai, At-Tirmidzi dan dishohihkan Al-Albani ).
Dan telah datang perintah Nabi kepada para sahabat agar memperioritaskan waqaf untuk para kerabat yang masih ada hubungan rahim, sebagaimana dalam hadist Abu thalhah bahwasanya Nabi Sholallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya : ( Berikanlah kebun tersebut kepada kerabatmu ) ( HR. Bukhori dan Muslim ).
Dan Zubair bin Awwam radhiyallahu anhu menjadikan rumahnya sebagai waqaf untuk para anaknya. ( HR. Bukhori secara Muallaq ).
Dan waqaf lebih ditekankan untuk ditujukan kepada anak keturunan dan para kerabat jika mereka termasuk orang – orang yang lemah seperti para yatim, janda, orang sakit, dan wanita yang dicerai, sebagaimana yang dilakukan Zubair bin awwam radhiyallahu anhu : “ Bahwasanya anak – anak perempuan beliau yang kekurangan berhak untuk mendapatkan waqaf rumah dari beliau sehingga tidak mendapatkan madharot dan bahaya , akan tetapi apabila mereka sudah berkecukupan bersama para suami maka tidak berhak mendapatkannya. ( HR. Bukhori secara Muallaq ).
- Meskipun setiap pintu waqaf memiliki keutamaan masing – masing, akan tetapi waqaf yang paling utama adalah waqaf yang bermanfaat bagi agama orang banyak, dan diantaranya adalah pengajaran ilmu syar’i, mencetak buku-buku agama, mendirikan sekolah – sekolah, dan berinfak untuk para penuntut ilmu, seperti waqaf untuk mencetak mushaf – mushaf , mengajarkan dan membina hafalan Al Qur’an, dan juga waqaf untuk dakwah kepada Allah dengan menyeru non muslim kepada islam, atau memberikan bimbingan, nasehat dan peringatan kepada kaum muslimin.
- Dan termasuk yang perlu diperhatikan dalam waqaf adalah waqaf kepada istri dan anak keturunan yang berupa tempat tinggal yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak terlebih khusus untuk para istri dan anak – anak yang lemah karena sakit, cerai, atau janda yang ditinggal mati suaminya.
- Dibolehkan untuk disyaratkan apa saja pada waqaf selama tidak dilarang oleh syariat dalam pensyaratannya, dan syarat tersebut lebih ditekankan apabila lebih bermanfaat untuk waqaf tersebut, lebih besar pahalanya dan lebih luas manfaatnya, seperti mensyaratkan untuk menentukan pihak yang berhak mengambil faedah dari waqaf tersebut, atau membatasi dalam penggunaannya dan pihak yang berhak dalam pandangannya setelahnya.
Dan termasuk syarat yang seharusnya lebih diperhatikan oleh pewaqaf adalah mensyaratkan prioritas dari hasil waqaf untuk perbaikan dan penjagaan barang waqaf agar tidak hancur dan hilang atau berkurang manfaatnya.
- Agar manfaat waqaf tidak menganggur maka yang lebih utama adalah tidak membatasi satu pintu saja dari pintu – pintu kebaikan, meskipun disana ada pintu kebaikan yang jadi prioritas atau pintu asal, akan tetapi hendaknya pewaqaf menjadikan pintu tersebut luas atau longgar yang mana apabila manfaatnya menganggur pada suatu pintu kebaikan maka hendaknya dipindahkan kepada pintu yang lainnya
- Penggunaan waqaf tidak harus disyaratkan untuk fakir miskin dan yang membutuhkan saja, akan tetapi dia adalah sedekah umum yang diperbolehkan untuk orang kaya dan fakir. Dan hal tersebut lebih ditekankan pada waqaf yang pemanfaatannya umum yang mana seluruh masyarakat bisa mengambil manfaat darinya, seperti untuk masjid, proses belajar mengajar, hafalan Al-Qur’an, rumah sakit, jalan dan sebagainya.
Dan Abdullah bin Umar mensifati waqaf bapaknya yaitu Umar Radhiyallahu anhuma dengan berkata bahwa : “ Umar bersedekah untuk faqir miskin, kerabat dan para tamu “. ( HR. Bukhori ). Dan sudah dimaklumi bahwa kerabat dan para tamu bisa jadi termasuk orang faqir atau kaya.
- Selayaknya bagi orang yang Allah berikan kemampuan untuk mewaqafkan sesuatu dari hartanya untuk memberikan penguat, persaksian dan pembatasan penggunaannya dengan jelas dan gamblang, dan tidak meninggalkan pencatatan waqaf yang masih mengandung kemungkinan – kemungkinan yang membuka celah agar waqaf tersebut kuat tidak diingkari dan berlangsung terus menerus tanpa terputus, dan memutus pintu persengketaan dan perselisihan setelahnya.
Diambil dari kitab ( “الوقف حكم وأحكام” ) Waqaf Ditinjau Dari Hikmah Dan Hukumnya ( Syaikh Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Ibrahim Al Awiid, Pengajar kuliah syariah di Jami’ah Qasim).
Diterjemahkan oleh : Ust. Beni Setyawan S.Ag.
( Pesantren ”Al Ukhuwah” Joho Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sabtu, 21 Januari 2017 M )