Tafsir: Bahaya Mempelajari dan Mengajarkan Sihir

Bahaya Mempelajari dan Mengajarkan Sihir

Allah ﷻ berfirman:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.” (QS. Al Baqarah : 102)

Sebab Turunnya Ayat [1]Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Hlm. 169.

Diriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Anas, ia berkata, ”Sesungguhnya orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ dalam rentang waktu tertentu tentang beberapa perkara di Taurat. Mereka tidak bertanya kepada beliau tentang suatu perkara pun kecuali Allah Ta’ala menurunkan wahyu terkait yang ditanyakan itu, maka Nabi ﷺ mengalahkan mereka dalam berargumentasi. Setelah mengetahui hal tersebut, mereka berkata, “Orang ini lebih mengetahui daripada kita tentang apa yang diturunkan kepada kita.”

Kemudian mereka bertanya kepada Nabi ﷺ tentang sihir untuk mengalahkan argumentasi beliau, maka Allah menurunkan firman-nya:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia.”

Kandungan Ayat Secara Umum [2]At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hlm. 16.

Dalam ayat ini, Allah ﷻ mengkhabarkan bahwa orang-orang Yahudi mengikuti apa yang diucapkan syaitan kepada para tukang sihir di masa kerajaan Nabi Suliaman bin Dawud. Sedangkan Nabi Sulaiman tidaklah kafir, dan tidak pula mempelajari sihir. Akan tetapi syaitan-syaitan itulah yang kafir kepada Allah karena mereka telah mengajarkan sihir kepada manusia untuk merusak agama mereka.

Demikian pula orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang diturunkan kepada dua malaikat yaitu Harut dan Marut di negeri Babil di kawasan Iraq, sebagai bentuk ujian dan cobaan dari Allah kepada para hamba-Nya. Sedangkan dua malaikat tersebut tidaklah mengajarkan sihir kepada seorang pun kecuali setelah memberikan nasihat dan memperingatkan dari bahaya mempelajari sihir, keduanya berkata, “Janganlah engkau kufur dengan  mempelajari sihir dan mentaaati syaitan.”

Maka manusia mempelajari sihir dari dua malaikat tersebut apa yang bisa memunculkan rasa benci antara pasangan suami isteri sehingga keduanya berpisah. Namun, para tukang sihir tidaklah mampu mendatangkan madharat kepada seorang pun dengan sihir tesebut kecuali dengan izin dan ketentuan Allah.

Para tukang sihir tidaklah mempelajari sihir itu kecuali hanya akan mendatangkan keburukan yang memadharati mereka, dan tidak mendatangkan manfaat  bagi mereka. Sesungguhnya syaitan telah mendatangkan sihir itu kepada kaum Yahudi sehingga menyebar di kalangan mereka, sampai-sampai mereka lebih mengutamakan sihir daripada Kitabullah.

Dan sesungguhnya kaum Yahudi telah mengetahui bahwa orang yang lebih memilih sihir dan meninggalkan kebenaran maka tidak akan mendapatkan bagian kebaikan di akhirat. Sungguh buruklah perbuatan mereka menjual diri mereka sendiri dengan sihir dan kekafiran sebagai ganti dari keimanan dan mengikuti Rasul, seandainya mereka memiliki ilmu yang menumbuhkan buah berupa mengamalkan nasihat yang telah disampaikan kepada mereka.

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini [3]Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 326-334.

  1. Sihir termasuk perbuatan syaitan.
  2. Orang-orang Yahudi mengambil ilmu sihir dari syaitan, dan salah seorang dari mereka yaitu Labid bin Al-A’shom pernah menyihir Nabi ﷺ.
  3. Syaitan mendatangkan sihir di masa Nabi Sulaiman, padahal Nabi Sulaiman ketika itu memiliki kekuasaan yang besar terhadap syaitan. Sebagaimana dimaklumi bahwa Nabi Sulaiman adalah seorang raja yang dikaruniai kekuasaan yang besar, yang tidak akan ada seorang pun yang diberi kekuasaan semisalnya setelah beliau. Allah telah menundukkan makhluk-makhluk-Nya berupa angin, jin, syaitan, dan selainnya untuk beliau. Bersama itu, syaitan masih bisa mendatangkan sihir ketika itu.
  4. Nabi Sulaiman tidak menyetujui perbuatan syaitan tersebut. Tidak mungkin Nabi Sulaiman menyetujui perbuatan itu, karena hal itu berarti menyetujui perbuatan kekufuran.
  5. Mempelajari dan mengajarkan sihir termasuk kekafiran, yang secara zhohir berupa kekafiran yang besar (kufur akbar). Ini jika sihir tersebut dilakukan melalui perantaraan syaitan, adapun jika dilakukan melalui obat-obatan, rerumputan, dan semisalnya maka diperselisihkan oleh para ulama. Sihir yang tercela adalah buhul-buhul dan mantra yang ditiupkan oleh tukang sihir, sehingga berpengaruh kepada badan dan akal orang yang disihir. Sihir bentuknya bermacam-macam, di antaranya ada yang  menyebabkan kematian, ada yang menimbulkan sakit, menghilangkan akal, merubah tangkapan indera, misalnya seolah-olah mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada, melihat sesuatu bergerak padahal sebenarnya diam, atau melihat sesuatu berhenti padahal sebenarnya bergerak, ada pula yang memunculkan rasa cinta, atau menibulkan rasa benci. Maka sihir itu bermacam-macam, orang yang menggelutinya tentu mengetahui hal tersebut.
  6. Allah terkadang memudahkan sebab-sebab kemaksiatan sebagai ujian bagi manusia, maka hendaklah seseorang  waspada  ketika sebab-sebab kemaksiatan itu dipermudah, jangan sampai mengerjakan kemaksiatan itu. Hendaklah kita mengingat kisah Bani Isroil ketika diharamkan berburu binatang laut pada hari Sabtu, lalu mereka tidak bersabar, sehingga mereka membuat tipu daya supaya bisa berburu di hari Sabtu. Maka Allah berfirman kepada mereka:

    كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
    “Jadilah kamu kera yang hina !” (QS. Al Baqarah : 65)

    Dan kita ingat pula kisah para shahabat Nabi Muhammad ﷺ ketika dalam keadaan ihram  Allah ‘Azza Wajalla menguji mereka dengan munculnya hewan-hewan buruan yang mudah dicapai dengan tangan dan tombak-tombak mereka, namun tidak ada seorang pun di antara mereka memburu binatang-binatang buruan tersebut. Dengan demikian akan menjadi jelas bagi kita hikmah Allah dalam memudahkan sebab-sebab kemaksiatan, untuk menguji siapakah orang yang bersabar dan yang tidak.

  7. Wajib bagi seorang insan untuk memberikan nasihat kepada manusia, meskipun itu akan menyebabkan manusia berpaling darinya. Misalnya, jika kita memiliki barang dagangan yang cacat, dan ada seseorang yang ingin membelinya, maka wajib bagi kita untuk memberitahukan cacat dalam barang dagangan tersebut.
  8. Di antara bentuk sihir yang besar adalah sihir yang berpengaruh memisahkan antara pasangan suami istri, dan itu termasuk perkara yang paling disenangi oleh syaitan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ :

    إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ
    مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

    “Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya.” Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu.” Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatu pun.” Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya.” Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau.” [4]HR. Muslim no. 2813.

  9. Sesungguhnya sebesar apapun sebab yang dilakukan,  tidaklah bisa memberikan pengaruh kecuali dengan seizin Allah ‘Azza Wajalla, sebagaimana firman Allah ﷻ:

    وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

    Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.

    Kekuasaan Allah ‘Azza Wajalla di atas seluruh sebab, bagaimanapun besarnya sebab-sebab yang ada namun jika tidak diizinkan oleh Allah maka sebab-sebab itu tidak akan memberikan pengaruh. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita tidak mengusahakan sebab-sebab yang mengantarkan kepada tujuan kita, karena pada prinsipnya sebab-sebab itu akan memberikan pengaruh dengan seizin Allah.

  10. Dalam ayat ini ada isyarat bahwa hendaknya seseorang senantiasa menyandarkan perkaranya hanya kepada Allah. Jika kita mengetahui bahwa segala sesuatu terjadi dengan izin Allah, maka sepatutnya kita menyandarkan perkara kita hanya kepada-Nya, baik dalam meraih manfaat maupun mencegah madharat.
  11. Mempelajari sihir merupakan madharat semata-mata, tidak ada kebaikan di dalamnya, karena dalam ayat di atas Allah menetapkan madharat sihir dan meniadakan manfaatnya.
  12. Kekafiran tukang sihir adalah kekafiran yang mengeluarkan dari agama Islam, karena dalam ayat di atas Allah mengkhabarkan bahwa orang yang melakukan perbuatan sihir maka tidak akan mendapatkan bagian kebaikan di akhirat. Tidak ada seorang pun yang tidak memperoleh bagian kebaikan di akhirat kecuali orang kafir. Seorang mukmin betapapun besarnya adzab yang ia terima,tetap saja ia akan mendapatkan bagian kebaikan di akhirat.
  13. Orang-orang Yahudi mempelajari sihir sedangkan mereka sebenarnya telah mengetahui bahwa hal itu termasuk perkara yang dilarang.
  14. Pemilik ilmu bermanfaat adalah seseorang yang berhati-hati dari perkara yang memadharatinya.Jika ilmu orang-orang Yahudi itu bermanfaat tentulah mereka tidak mempraktekkan ilmu sihir yang  justru mendatangkan madharat dan tidak bermanfaat bagi

Referensi

Referensi
1 Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Hlm. 169.
2 At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hlm. 16.
3 Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 326-334.
4 HR. Muslim no. 2813.
Back to top button