Faraidh: Hadits Nabi ﷺ Seputar Warisan
Ada beberapa hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang ketentuan pembagian warisan, di antaranya adalah sabda beliau ﷺ :
أَلْحِقُوْا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
“Berikanlah harta warisan kepada orang yang berhak menerimanya, sedangkan sisanya untuk kerabat laki-laki yang terdekat.” [1]HR. Bukhari no. 6732.
Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ memerintahkan supaya pembagian warisan dimulai dari Ashabul Furudh, yaitu ahli waris yang mendapatkan jatah tertentu (setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, atau seperenam), kemudian jika ada sisa maka diberikan kepada kerabat laki-laki yang terdekat. [2]Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di رحمه الله ketika menjelaskan hadits di atas berkata, “Nabi ﷺ memerintahkan supaya memberikan warisan kepada ahli waris yang memiliki bagian … Continue reading
Dalam hadits lain beliau ﷺ bersabda :
إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أعْتَقَ
“Sesungguhnya wala’ itu milik orang yang memerdekakan.” [3]HR. Bukhari no. 456 dan Muslim no. 1504.
Dalam hadits ini Nabi ﷺ menjelaskan bahwa orang yang memerdekakan budak maka ia mendapatkan hak wala’, yaitu jika budak yang ia bebaskan itu wafat dan tidak memiliki ahli waris maka orang yang memerdekakan berhak untuk mendapatkan harta warisannya.
Dan beliau ﷺ bersabda :
الْــخَــالُ وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ
“Paman (dari jalur ibu) itu mewarisi orang yang tidak memiliki ahli waris.” [4]HR. Tirmidzi no. 2104 dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2104
Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa paman (dari jalur ibu) yang termasuk Dzawul Arham berhak mendapatkan warisan apabila orang yang wafat tidak memiliki ahli waris baik dari Ashabul Furudh maupun Ashobah. Hadits ini merupakan dalil ketentuan warisan bagi Dzawul Arham.
Rasulullah ﷺ juga bersabda :
لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim.” [5]HR. Bukhari no. 1588 dan Muslim no. 1351.
لا يَتَوارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ
“Orang yang berbeda agama tidak saling mewarisi.” [6]HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 7613.
Kedua hadits tersebut merupakan dalil yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan pewarisan antara dua orang yang berbeda agama. Misalnya seorang muslim tidak bisa menerima warisan dari kerabatnya yang baragama nasrani, dan orang nasrani pun tidak bisa menerima warisan dari kerabatnya yang muslim. Demikian pula sesama orang kafir tidak saling mewarisi jika agamanya berbeda, misalnya seorang nasrani tidak mendapatkan warisan dari kerabatnya yang yahudi, begitu pula sebaliknya.
Dan beliau ﷺ bersabda :
لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيْرَاثِ شَيْءٌ
“Si pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan (dari orang yang dibunuh) sedikitpun.” [7]HR. Abu Dawud no. 4564 dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 5422.
Hadits ini menjelaskan bahwa seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang yang dibunuhnya, sebagai bentuk hukuman atas perbuatannya tersebut. [8]Imam Ibnu Qudamah berkata, “Para ahli ilmu telah bersepakat bahwa orang yang membunuh secara sengaja tidak berhak mendapatkan warisan dari orang yang dibunuhnya sedikitpun. Kecuali riwayat dari … Continue reading
Disusun Oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.
Artikel Alukhuwah.Com
Referensi
1 | HR. Bukhari no. 6732. |
---|---|
2 | Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di رحمه الله ketika menjelaskan hadits di atas berkata, “Nabi ﷺ memerintahkan supaya memberikan warisan kepada ahli waris yang memiliki bagian tertentu, maka mereka didahulukna daripada ashobah. Kemudian apa yang tersisa maka diberikan kepada ahli waris laki-laki yang paling dekat hubungan kekerabatannya, mereka itu adalah ashobah dari kalangan keturunan laki-laki, ushul dari kalangan laki-laki, keturunan laki-laki dari ushul, serta wala’. (Bahjah Qulub Al-Abrar, hal. 193). |
3 | HR. Bukhari no. 456 dan Muslim no. 1504. |
4 | HR. Tirmidzi no. 2104 dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2104 |
5 | HR. Bukhari no. 1588 dan Muslim no. 1351. |
6 | HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 7613. |
7 | HR. Abu Dawud no. 4564 dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani رحمه الله dalam Shahih Al-Jami’ no. 5422. |
8 | Imam Ibnu Qudamah berkata, “Para ahli ilmu telah bersepakat bahwa orang yang membunuh secara sengaja tidak berhak mendapatkan warisan dari orang yang dibunuhnya sedikitpun. Kecuali riwayat dari Sa’id bin Musayyib dan Ibnu Jubair yang berpendapat bahwa pembunuh berhak menerima warisan, dan ini adalah pendapat kaum khawarij, dengan alasan tercakup dalam keumuman ayat warisan sehingga wajib untuk mengamalkannya. Namun pendapat tersebut tidak layak untuk diambil karena itu pendapat yang syadz, dan karena adanya dalil yang menyelisihinya. Sesungguhnya ‘Umar رضي الله عنه memberikan diyat Ibnu Qatadah Al Mudlijiy kepada saudara laki-lakinya tidak kepada ayahnya, sang ayah telah melemparnya dengan pedang sehingga ia terbunuh. Kisah ini masyhur di kalangan shahabat رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ dan tidak ada pengingkaran, sehingga telah menjadi kesepakatan mereka. (Al-Mughni 9/150-151 sebagaimana disebutkan dalam Ad-Dalil ‘ala Manhaj As-Salikin, hal. 241). |