Qawa’id Fiqhiyyah: Hukum Asal Mu’amalat Adalah Mubah
Hukum Asal Mu’amalat Adalah Mubah
Makna Kaidah
Kaidah ini menjelaskan bahwa akad mu’amalat yang dilakukan dua belah pihak hukum asalnya diperbolehkan, baik akad mu’amalat yang sudah ada di masa lampau, atau yang akan terjadi di masa depan hukum asalnya mubah dan boleh dilakukan, kecuali jika ada dalil jelas dan tegas yang menunjukkan larangannya. Apabila ada dalil khusus yang melarang, ketika itu hukumnya keluar dari hukum asal dan diberikan hukum yang lain sesuai konsekuensi dalil tersebut baik makruh maupun haram. Adapun jika tidak ada dalil yang melarang maka dikembalikan kepada hukum asalnya yaitu halal dan mubah. [1]Qawa’id al-Buyu’ wa Faraid al- Furu’, Syaikh Walid bin Rasyid As-Sa’idan, Kaidah Pertama.
Dalil Kaidah
Di antara dalil yang mendasari kaidah ini adalah firman Allah ﷻ :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
“Allah menghalalkan jual beli.” (QS. Al Baqarah : 275)
Sisi pendalilan dari ayat ini : Dalam ayat ini kata الْبَيْعَ “jual beli” adalah isim mufrad (kata benda tunggal) yang diawali alif lam sehingga memberikan konsekuensi makna umum, ini menunjukkan bahwa hukum asal jual beli secara umum halal, kecuali jika ada dalil khusus yang melarangnya. [2]Qawa’id fi al-Mu’amalat al-Maliyyah, Syaikh Prof. Dr. Sulaiman bin Salimillah Ar-Ruhailiy, ad-Dars ats-Tsaniy.
Dan Nabi ﷺ bersabda :
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Sesungguhnya jual beli harus dilakukan dengan saling ridha.” [3]HR. Ibnu Majah no. 2185, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullah– dalam Irwaul Ghalil 5/125.
Sisi pendalilan dari hadits ini : Rasulullah ﷺ membatasi jual beli dengan adanya saling ridha, selama ada saling ridha maka jual beli itu asalnya diperbolehkan, kecuali jika ada dalil khusus yang melarangnya.[4]Qawa’id fi al-Mu’amalat al-Maliyyah, Syaikh Prof. Dr. Sulaiman bin Salimillah Ar-Ruhailiy, ad-Dars ats-Tsaniy.
Di antara contoh penerapan kaidah yang mulia ini adalah sebagai berikut [5]Ibid. :
- Bolehnya jual beli saham, khususnya saham perusahaan yang bergerak di bidang yang halal dan anggaran dasarnya pun tidak mengandung pelanggaran syari’at, seperti perusahaan yang bergerak dalam usaha pencetakan kitab, pembuatan makanan, pakaian, dan semisalnya.
Adapun perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram, misalnya bergerak dalam jual beli khamr, alat-alat musik, atau semisalnya maka tidak boleh jual beli saham perusahaan tersebut, demikian pula jika anggaran dasar perusahaan itu mengandung pelanggaran syariat seperti bermuamalah dengan bank ribawi, atau semisalnya.[6]Adapun perusahaan yang mukhtalithah (bercampur antara yang halal dan haram), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, anggaran dasarnya pun halal, namun dalam prakteknya ada unsur … Continue reading - Diperbolehkan jual beli Murabahah, yaitu salah satu jenis jual beli dengan penetapan laba tertentu yang diketahui oleh penjual dan pembeli, misalnya si penjual berkata, “Saya jual buku ini kepadamu seharga Rp. 100.000, dan laba Rp. 15.000.” Maka jual beli semacam ini diperbolehkan sesuai hukum asal jual beli yaitu diperbolehkan.
- Jual beli Murabahah Lil Wa’id bi Syiraa’ , misalnya seseorang berkata kepada pihak bank, “Saya ingin membeli mobil dengan spesifikasi seperti ini secara kredit.”, lalu pihak bank berkata, “Kami akan menjual mobil dengan spesifikasi tersebut kepada anda”, sedangkan pihak bank ketika itu belum memiliki mobil itu. Setelah itu barulah bank mencari mobil dan menjualnya secara kredit kepada orang tersebut.
Maka ini diperbolehkan, karena masuk dalam keumuman kaidah hukum asal bolehnya jual beli. Namun dengan catatan bahwa ketika terjadi pembicaraan awal antara pihak pembeli dan pihak bank belum terjadi akad, sekedar janji (rencana) mengadakan akad jual beli, ditandai belum adanya pembayaran cicilan, belum ada penandatanganan kesepakatan jual beli, demikian pula kedua belah pihak masih punya kebebasan meneruskan atau membatalkan jual beli, sedangkan akad jual beli dilakukan setelah bank memilki mobil itu secara sempurna.
Adapun jika di pembicaraan awal sudah terjadi kesepakatan akad, maka ini tidak diperbolehkan karena bank menjual barang yang belum dimiliki. - Bolehnya jual beli Huquq Ma’nawiyyah (hak-hak maknawi), seperti hak penulisan buku, hak cipta, merek dagang, karena secara ‘urf (kebiasaan) hal itu memiliki nilai, sehingga merupakan harta yang bisa diperjual-belikan. [7]Oleh karena itu tidak boleh melakukan imitasi terhadap merek dagang tertentu tanpa seizin pemiliknya, karena itu telah menjadi hak dari si pemilik.
- Jual beli Taqshit (kredit) diperbolehkan, yaitu jual beli barang dengan pembayaran ditunda dengan cicilan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya seseorang membeli mobil seharga Rp. 120.000.000, dengan cicilan per bulan Rp. 10.000.000 selama satu tahun. Jual beli jenis ini asalnya diperbolehkan karena masuk dalam keumuman kaidah hukum asal jual beli yaitu diperbolehkan.[8]Namun tidak boleh jual beli emas, perak, atau mata uang secara kredit karena termasuk barang ribawi yang ketika diperjual belikan harus secara tunai di tempat berlangsungnya akad. Oleh karena itu … Continue reading
Disusun oleh Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.
Artikel Ilmiyah Alukhuwah.Com
Referensi
1 | Qawa’id al-Buyu’ wa Faraid al- Furu’, Syaikh Walid bin Rasyid As-Sa’idan, Kaidah Pertama. |
---|---|
2, 4 | Qawa’id fi al-Mu’amalat al-Maliyyah, Syaikh Prof. Dr. Sulaiman bin Salimillah Ar-Ruhailiy, ad-Dars ats-Tsaniy. |
3 | HR. Ibnu Majah no. 2185, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullah– dalam Irwaul Ghalil 5/125. |
5 | Ibid. |
6 | Adapun perusahaan yang mukhtalithah (bercampur antara yang halal dan haram), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, anggaran dasarnya pun halal, namun dalam prakteknya ada unsur keharaman di dalamnya, misalnya ada oknum sebagian pengurus yang menjalankan usaha perusahaan dengan riba, maka sebaiknya tidak membeli saham dari perusahaan tersebut, sebagai bentuk menghindari perkara syubhat (samar-samar). |
7 | Oleh karena itu tidak boleh melakukan imitasi terhadap merek dagang tertentu tanpa seizin pemiliknya, karena itu telah menjadi hak dari si pemilik. |
8 | Namun tidak boleh jual beli emas, perak, atau mata uang secara kredit karena termasuk barang ribawi yang ketika diperjual belikan harus secara tunai di tempat berlangsungnya akad. Oleh karena itu tidak boleh jual beli emas atau pun perak secara online karena tidak bisa diserah terimakan secara langsung. |