Tafsir: Surat Al Maa-idah Ayat 6

Kesempurnaan Nikmat Allah ﷻ dalam Perintah Bersuci

Alhamdulillah, segala puji  bagi Allah ﷻ, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga dan shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat.

Salah satu di antara perintah Allah ﷻ kepada para hamba-Nya adalan supaya mereka bersuci sebelum melaksanakan sholat, baik bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Perintah tersebut hakikatnya merupakan bentuk kasih sayang dan kenikmatan dari Allah ﷻ yang akan mengantarkan pada kemaslahatan dan kebaikan seorang hamba.  

Allah ﷻ berfirman : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al Maa-idah : 6) [1]QS. Al Maa-idah : 6

Kandungan Ayat Secara Umum [2]

Dalam ayat ini Allah ﷻ memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, apabila mereka dalam keadaan berhadats kecil dan hendak melaksanakan shalat, supaya mereka berwudhu terlebih dahulu dengan membasuh wajah, membasuh tangan sampai siku, mengusap kepala, dan membasuh kaki sampai mata kaki. Dan jika dalam keadaan berhadats besar, supaya mandi terlebih dahulu sebelum melaksanakan shalat. [2]At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hal. 108, dan Al-Mukhtasar fi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Jama’ah min ‘Ulama’ At-Tafsir, Hal. 108

Apabila mereka dalam keadaan sakit, atau bepergian jauh, atau selesai dari buang air,  atau setelah berhubungan suami isteri, namun tidak menemukan air, maka  penggantinya adalah melakukan tayammum dengan menepukkan tangan ke permukaan tanah lalu mengusapkannya ke wajah dan telapak tangan.

Dalam perintah bersuci ini, Allah ﷻ tidak menghendaki untuk menjadikan kesempitan bagi orang-orang yang beriman, bahkan Allah ﷻ memberikan kemudahan dengan mensyari’atkan tayammum ketika seseorang dalam keadaan sakit atau ketika tidak adanya air untuk bersuci. Itu termasuk kesempurnaan nikmat Allah ﷻ yang wajib untuk disyukuri dengan mentaati Allah ﷻ baik dalam perintah maupun larangan-Nya.

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini

Di antara pelajaran dan faidah [3]Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 44-46. yang bisa dipetik dari ayat yang mulia ini adalah sebagai berikut :

  1. Keutamaan iman, karena Allah ﷻ menyeru orang-orang beriman dengannya.
  2. Di antara konsekuensi keimanan adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah ﷻ dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  3. Wajibnya bersuci sebelum melaksanakan shalat, baik bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar dengan menggunakan air, atau dengan tayammun jika tidak memungkinkan menggunakan air.
  4. Wajibnya membasuh wajah dan kedua telapak tangan sampai siku, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki ketika bersuci dari hadats kecil.
  5. Wajibnya urut dalam berwudhu pada anggota-anggota wudhu tersebut, dimulai dengan membasuh wajah,  lalu membasuh kedua tangan, lalu megusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki.
  6. Wajibnya meratakan air ke seluruh badan ketika bersuci dari janabah.
  7. Wajibnya tayammum ketika tidak memungkinkan bersuci menggunakan air, baik karena sakit atau tidak adanya air.
  8. Wajibnya mengusap wajah dan kedua telapak tangan ketika bertayammum, baik dari hadats kecil maupun janabah.
  9. Dipersyaratkan sucinya air dan debu yang digunakan untuk bersuci.
  10. Tayammum itu mensucikan dan mengangkat hadats sampai seseorang mampu menggunakan air dengan adanya air atau hilangnya udzur yang menghalanginya dari menggunakan air. Jika seseorang dalam keadaan janabah dan tidak mendapatkan air, maka ia bertayammum dan melaksanakan sholat, kemudian jika telah mendapatkan air maka ia wajib mandi. Demikian pula jika seseorang dalam keadaan janabah sedangkan ia sakit dan memadhorotinya jika mandi, maka ia bertayammum, kemudian ketika telah sembuh maka wajib baginya untuk mandi.
  11. Buang air kecil dan buang air besar, sedikit atau pun banyak, termasuk pembatal wudhu, demikian pula apa saja yang keluar dari dua jalan.
  12.  Tayammum hanya disyari’atkan untuk bersuci dari hadats, tidak disyari’atkan tayammum untuk membersihkan najis, baik najis tersebut di badan, pakaian, atau tempat sholat.
  13. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menghendaki untuk menjadikan kesempitan kepada kita dalam perintah bersuci, akan tetapi Allah ﷻ menghendaki mensucikan kita dan menyempurnakan nikmat-Nya untuk kita.
  14. Disyari’atkan bersyukur kepada Allah ﷻ atas perintah-perintah Allah ﷻ yang diberikan kepada  kita, karena hal itu untuk kemaslahatan kita dan menyempurnakan nikmat untuk kita, bukan untuk menyusahkan dan menyempitkan kita.
  15. Sesungguhnya tidak ada kesempitan dan kesulitan dalam perintah dan beban-beban dalam agama ini.


Demikian pembahasan ringkas dari ayat yang mulia ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin sekalian, dan semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam, wa akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Disusun oleh:
Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 QS. Al Maa-idah : 6
2 At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hal. 108, dan Al-Mukhtasar fi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Jama’ah min ‘Ulama’ At-Tafsir, Hal. 108
3 Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 44-46.
Back to top button