Keberkahan Harta dan Akhlak

Islam Memerintah Berakhlak Terpuji
Akhlak merupakan sifat yang melekat pada diri seseorang yang muncul dengan sangat mudah. Akhlak ada yang terpuji dan ada yang tercela. Allah memerintah hambaNya untuk berbuat baik, termasuk di dalamnya akhlak terpuji.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Surat An-Nahl : 90)
Karena sangat pentingnya akhlak terpuji sehingga beberapa kali Allah memunculkan akhlak terpuji yang dimiliki para Rasul melalui firman-firman Nya. Seperti beberapa ayat berikut ini :
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Kami dapati dia (Nabi Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh dia sangat taat kepada Allah.” (Surat Shad : 43)
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
“Sesungguhnya dia (Nabi Nuh) adalah hamba Allah yang banyak bersyukur.” (Surat Al-Isra : 2)
Terlebih lagi ketika Allah menerangkan akhlak terpuji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Surat Al-Qalam : 5)
Ketika ditanya bagaimana akhlak Nabi ; ‘Aisyah menjawab : “Akhlak Nabi Muhammad adalah ‘Al-Qur’an’.”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pengamalan Nabi Muhammad terhadap ajaran Al-Qur’an menjadi sifat yang melekat pada dirinya. Setiap Al-Qur’an memerintah sesuatu Nabi Muhammad melaksanakannya dan setiap Al-Qur’an melarang sesuatu Nabi Muhammad meninggalkannya. Ini semua ditambah dengan perangai-perangai terpuji yang Allah anugerahkan kepada Nabi Muhammad seperti sifat malu, dermawan, pemberani, memberi maaf, santun, dan semua sifat-sifat yang sangat baik.
Selain itu Nabi Muhammad juga memerintah umatnya untuk memiliki akhlak terpuji. Nabi pernah bersabda:
وخالق الناس بخلق حسن
“Dan sikapilah manusia dengan akhlak terpuji.” (HR. Tirmidzi)
Jika akhlak terpuji diperintahkan oleh Allah dan Rasul Nya, pasti hal itu baik dan menghasilkan kebaikan. Dan tidak diragukan lagi kebaikan dari akhlak terpuji ini meluas kepada harta yang dimiliki seseorang.
Makna Harta
Di dalam bahasa Arab harta diistilahkan dengan “al-maal”. Ditinjau dari bahasa Arab kata “al-maal” memiliki makna “sesuatu yang bengkok dan cepat hilang”. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib di dalam kitab Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an. Dan makna ini selaras dengan apa yang Allah sebutkan tentang harta di dalam banyak firman Nya. Misalnya ayat berikut ini :
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
“Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air hujan yang Kami turunkan dari langit sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Surat Al-Kahfi 45)
Sedangkan menurut istilah sebagian ahli Fiqih harta adalah segala sesuatu yang disukai tabiat manusia dan bisa disimpan untuk waktu yang dibutuhkan. Sehingga harta tidak selalu berupa uang. Harta bisa berupa barang-barang berharga lain selain uang. Seperti tanah, rumah, kendaraan, dan lain-lain.
Makna Keberkahan
Berkah diambil dari salah satu kata di dalam bahasa Arab yaitu ‘al-barakah’. Ibnu Faris ~salah satu ahli bahasa Arab~ mengatakan bahwa kata yang tersusun dari huruf ba’, ra’, dan kaf’ memiliki makna sesuatu yang menetap, tidak hilang. Al-Khalil yang juga merupakan salah satu ahli bahasa Arab mengatakan bahwa kata al-barakah maknanya adalah bertambah dan berkembang. Sehingga harta dikatakan berkah adalah ketika menghasilkan manfaat yang banyak dan sifatnya terus-menerus. Baik manfaat di kehidupan dunia terlebih lagi manfaat di kehidupan setelah kematian, di alam akherat. Sehingga ketika harta tidak memberi manfaat itu menandakan harta tersebut tidak berkah. Atau memberi manfaat hanya di dunia tanpa manfaat di akherat itu juga merupakan ciri harta yang tidak berkah.
Qarun dan Hilangnya Keberkahan Harta
Salah satu tokoh di zaman dahulu yang diceritakan Allah melalui firman-firman Nya adalah Qarun. Dia hidup di zaman Nabi Musa dan diuji Allah dengan harta kekayaan yang sangat melimpah. Berikut ini gambaran kekayaannya :
إِنَّ قارُونَ كانَ مِنْ قَوْمِ مُوسى فَبَغى عَلَيْهِمْ وَآتَيْناهُ مِنَ الْكُنُوزِ ما إِنَّ مَفاتِحَهُ لَتَنُوأُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Nabi Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat-kuat …” (Surat Al-Qashash : 76)
Jika dikatakan bahwa kunci-kunci tempat menyimpan hartanya sangat banyak, maka jumlah hartanya jauh lebih banyak lagi. Inilah harta Qarun yang ternyata tidak berkah, karena Allah menenggelamnya tempat tinggalnya ke dalam tanah, sehingga seluruh hartanya lenyap tidak bersisa. Seperti yang dijelaskan ayat berikut ini :
فَخَسَفْنا بِهِ وَبِدارِهِ الْأَرْضَ فَما كانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَما كانَ مِنَ المُنْتَصِرِينَ
“Maka Kami benamkan dia (Qarun) dan rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (Surat Al-Qashash : 81)
Dia mendapatkan hukuman seperti itu salah satu sebabnya adalah akhlak tercela yang dimilikinya yaitu sombong. Hal ini terbukti ketika ada yang menasehatinya tentang hartanya justru dia mengatakan :
قالَ إِنَّما أُوتِيتُهُ عَلى عِلْمٍ عِنْدِي
“Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padauk …” (Surat Al-Qashash : 78)
Menurut Syaikh Wahbah Zuhaili di dalam kitab tafsirnya yaitu At-Tafsir Al-Munir ; Qarun sebenarnya mengakui bahwa yang memberi harta kekayaan itu adalah Allah. Kesalahan Qarun adalah merasa bahwa dirinya diberi harta melimpah itu karena dia memang layak mendapatkannya dan cenderung meremehkan orang lain. Di dalam kitab “Shafwatut Tafasir” disebutkan bahwa ucapan tersebut adalah bukti kesombongan Qarun, yaitu ketika dia dinasehati. Ini salah satu bukti bahwa akhlak tercela menjadi sebab hilangnya keberkahan harta.
Abu Lahab dan Hilangnya Keberkahan Harta
Tidak jauh berbeda dengan Qarun, di zaman Nabi Muhammad ada tokoh yang kaya raya akan tetapi memiliki akhlak buruk. Dia adalah Abu Lahab. Di dalam perjalanan hidupnya dia termasuk yang sangat keras menentang dakwah Islam dan sangat kasar kepada Nabi Muhammad. Harta Abu Lahab juga tidak memiliki keberkahan sebagaimana harta Qarun. Allah berfirman :
تَبَّتْ يَدا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنى عَنْهُ مالُهُ وَما كَسَبَ
“Binasalah Abu Lahab, dan benar-benar binasa dia ! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.” (Surat Al-Lahab : 1-2)
Bohong dan Rakus Menghilangkan Keberkahan
Salah satu perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah sangat memperhatikan akhlak atau etika ketika melakukan transaksi jual-beli. Salah satunya adalah akhlak jujur dan keterbukaan. Nabi bersabda :
فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Jika keduanya jujur dan terbuka maka transaksi keduanya diberkahi, sedangkan jika keduanya bohong dan tidak terbuka maka keberkahan dari transaksi keduanya hilang.” (HR. Muslim)
Begitu juga dengan akhlak tercela lainnya seperti rakus atau tamak. Yaitu ambisi yang sangat besar terhadap harta, menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Hal ini juga menghilangkan keberkahan harta.
Nabi bersabda :
وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ، وَكَانَ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
“Siapa yang mengambil harta dengan sifat rakus maka hartanya tidak akan diberkahi. Dia seperti orang yang makan akan tetapi tidak kenyang.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu bentuk rakus terhadap harta adalah tidak mau membayar zakat padahal hartanya telah memenuhi syarat untuk dizakati. Allah berfirman :
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَها فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذابٍ أَلِيمٍ
“… dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah maka berilah kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih.” (Surat At-Taubah : 34)
Islam memberi pengajaran kepada umat Islam menjaga harta dan keberkahan harta, salah satunya adalah melalui akhlak terpuji, akhlaknya para Rasul.
Referensi :
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Imam Ibnu Katsir
- At-Tafsir Al-Munir, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
- Shafwatut Tafasir, Syaikh As-Shabuni
- Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan, Syaikh As-Sa’di
- Ahaditsul Akhlaq, Syaikh ‘Abdur Razzaq Al-Badr
- Sunan Tirmidzi, Imam Tirmidzi
- Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Imam Ibnu Faris
- Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an, Imam Ar-Raghib Al-Asfahani
Disusun oleh Ustadz Fajri Nur Setyawan, Lc
Artikel Alukhuwah.Com