Fiqih: Cara Mudah Mengenal Ibadah Haji
Pada tulisan kali ini akan dibahas secara singkat tentang Ibadah Haji. Pembahasan secara ringkas Ibadah Haji akan dibagi menjadi 7 pembahasan. Berikut secara pembahasannya.
Pembahasan Pertama
Ihram dari Miqat
Dari sekian banyak rangkaian manasik haji yang pertama adalah ihram. Yaitu niat masuk ke dalam manasik haji. Dinamakan ihram, yang secara bahasa bermakna mengharamkan; karena seorang muslim yang telah ihram tersebut mengharamkan untuk dirinya apa saja yang halal dilakukan sebelum ihram. Misalnya hubungan suami istri, memakai parfum, memotong kuku.
Hakekat Ihram
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
مجرد ما في قلبه من قصد الحج ونيته؛ فإن القصد ما زال في القلب منذ خرج من بلده، بل لا بد من قول أو عمل يصير به محرما
“Seseorang tidak dianggap telah ihram dengan sekedar adanya ‘keinginan’ dan ‘niat’ di dalam hatinya untuk melaksanakan haji. Karena ‘keinginan’ sudah ada di dalam hati sejak dia di negaranya. Akan tetapi harus ada ‘ucapan’ dan ‘perbuatan’ untuk bisa dianggap sebagai ihram.”
Langkah Pertama
Melakukan Hal-hal yang Dianjurkan (Disunnahkan) Sebelum Ihram
- Mandi. Mandi sebelum ihram sangat ditekankan, bahkan bagi wanita yang nifas maupun haid. Seperti dahulu Nabi pernah memerintahkan Asma’ bintu Umais untuk mandi, yang ketika itu dia dalam keadaan nifas. Dan memerintah ‘Aisyah untuk mandi sebelum ihram dalam keadaan haid.
- Menghilangkan rambut yang dianjurkan dihilangkan dari badan
- Memakai minyak wangi
- Khusus laki-laki melepas semua pakaian yang berjahit dan menggantinya dengan pakaian khusus ihram yang berupa rida’ dan izar.
Langkah ke Dua
Memilih Salah Satu dari Tiga Macam Manasik Haji
Setelah melakukan hal-hal yang dianjurkan, langkah berikutnya adalah memilih salah satu dari tiga macam manasik haji, yaitu :
- Tamattu’. Yaitu ihram untuk umrah di bulan-bulan haji, kemudian menyelesaikan umrahnya. Setelah itu dia ihram untuk haji di tahun tersebut. Dalam prakteknya ; setelah dia sampai di Madinah misalnya, kemudian dia ihram untuk umrah, kemudian selesai umrah dia lepas pakaian ihramnya. Dan bebas beraktivitas seperti kaum muslimin pada umumnya. Kemudian di tanggal 8 Dzulhijjah dia ihram lagi untuk haji di tahun tersebut.
- Ifrad. Yaitu ihram untuk haji saja, kemudian dia tetap dalam keadaan ihramnya, sampai melaksanakan semua manasik haji.
- Qiran. Yaitu ihram untuk umrah dan haji secara bersamaan. Atau pada awalnya dia ihram untuk umrah, kemudian dia menggabungkan haji ke dalam ihramnya tersebut sebelum dia memulai thawaf.
Sehingga dia memiliki dua pilihan ; ihram umrah dan haji sekaligus dari miqat, atau dia ihram untuk umrah sekaligus haji sebelum memulai thawaf umrahnya.
Catatan :
Ihram dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Nabi Muhammad. Yang di dalam istilah Fiqih disebut dengan Miqat. Sebagai contoh ; salah satu miqat itu adalah tempat yang bernama Dzulhulaifah. Jamaah haji Indonesia kloter pertama juga ihram di tempat ini. Yaitu mengikuti miqatnya penduduk Madinah.
Langkah ke Tiga
Membaca Kalimat Talbiyah
Setelah memilih salah satu dari tiga manasik haji, kemudian dia membaca talbiyah, yaitu :
لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَ الملْكَ، لَا شَرِيْكَ لَكَ
Pembahasan ke Dua
Yang Dilakukan Ketika Sampai di Mekah
Jika manasik haji yang dia pilih adalah tamattu’; dia langsung melaksanakan manasik umroh, yaitu :
- Thawaf sebanyak tujuh putaran.
- Setelah thawaf shalat sunnah 2 reka’at, lebih utama melakukannya di dekat maqam Ibrahim, jika memungkinkan.
- Kemudian pergi menuju Shafa untuk melakukan sa’i ; berjalan cepat dari Shafa ke Marwah. Sebanyak tujuh kali. Dianjurkan ketika sa’i memperbanyak doa.
- Setelah sa’i ; jama’ah haji laki-laki mencukur rambutnya. Sedangkan jama’ah wanita memotong ujung rambutnya seukuran satu ruas jari. Dengan demikian dia telah selesai dari umrohnya, kemudian dia bebas melakukan apa saja yang sebelumnya diharamkan karena ihram.
- Kemudian di hari Tarwiyah ( tanggal 8 Dzulhijjah ); dia kembali melakukan ihram
- Jama’ah yang memilih Ifrad atau Qiran; ketika sampai Mekah dia melakukan thawaf qudum.
- Jika dia menghendaki; setelah thawaf bisa langsung melakukan sa’i.
Setelah itu dia tetap dalam posisi ihram sampai hari ‘nahr’ ( tanggal 10 Dzulhijjah ).
Pembahasan ke Tiga
Yang Dilakukan di Hari Tarwiyah ( 8 Dzulhijjah )
Setelah ihram menyibukkan diri dengan talbiyah. Sehingga dia bertalbiyah mulai dari ketika ihram lalu bertalbiyah setelah ihram beberapa saat, mengangkat suaranya, sampai dia melempar jumrah aqabah di hari raya ‘idul adha.
Kemudian jama’ah haji pergi menuju Mina, terutama yang ber-ihram di Mekah di hari Tarwiyah. Yang lebih utama dia menuju Mina sebelum zawal (sebelum masuk waktu Dhuhur). Sehingga dia bisa shalat Dhuhur di Mina dan shalat-shalat lainnya sampai Subuh. Lalu dia menginap di Mina pada malam ke Sembilan.
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Lalu Nabi mengendarai kendaraannya ke arah Mina, kemudian shalat di sana; Dhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya’, dan Subuh. Kemudian tinggal sebentar di Mina sampai matahari terbit.”
Hukum Ihram di Hari Tarwiyah
Dr. Shalih Al-Fauzan berkata :
“Menuju Mina sebelum Dhuhur hukumnya sunnah. Begitu juga ihram di hari tarwiyah hukumnya tidak wajib. Menginap di Mina pada malam ke 9 dan melakukan shalat lima waktu di Mina; hukumnya sunnah, tidak wajib.“
Realita Jama’ah Haji Indonesia
Beberapa tahun yang lalu pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi jamaah haji Indonesia untuk bermalam di Mina. Karena beberapa alasan yang kuat, diantaranya karena membutuhkan tenaga yang sangat besar dan waktu yang sangat singkat. Jika dipaksakan menginap di Mina dalam kondisi seperti itu dikhawatirkan jamaah haji Indonesia tidak bisa melaksanakan rukun haji yang sangat agung yang dilaksanakan keesokan harinya yaitu wukuf di ‘Arafah. Maka dari itu pemerintah Indonesia hanya memfasilitasi untuk langsung ke ‘Arafah. Dan yang seperti ini hajinya tetap sah karena hukum bermalam di Mina tidak wajib.
Pembahasan ke Empat
Yang Dilakukan di Hari ‘Arafah ( 9 Dzulhijjah )
Kemudian di pagi hari tanggal 9 Dzulhijjah setelah terbit matahari ; jama’ah haji meninggalkan Mina menuju ‘Arafah untuk melakukan wukuf.
Dr. Shalih Al-Fauzan berkata :
“Batasan wilayah ‘Arafah telah diberi tanda-tanda dan tulisan-tulisan yang membedakan antara ‘Arafah dengan yang lainnya. Siapa yang berada di dalam batasan tersebut maka dia ada di dalam ‘Arafah, dan yang di luar batasan tersebut dikhawatirkan dia tidak di dalam ‘Arafah.“
Maka dari itu jama’ah haji harus memastikan hal itu, dan mencari tahu tentang tanda tersebut untuk memastikan bahwa dia berada di dalam ‘Arafah.”
Shalat Dhuhur dan ‘Ashar Secara Jama’ dan Qashar.
Ketika telah masuk waktu Dhuhur ; shalat Dhuhur dan Ashar dengan dijama’ sekaligus diqashar.
Amalan Setelah Shalat Dhuhur dan Ashar.
Setelah itu jama’ah haji mengisi waktu dengan doa, dan menundukkan diri di hadapan Allah, di tempat manapun yang mereka singgahi di dalam ‘Arafah. Tidak disyaratkan ketika berdoa harus pergi ke gunung Ar-Rahmah (Jabal Ar-Rahmah), dan tidak disyaratkan juga melihat dan menyaksikan gunung tersebut. Yang seharusnya adalah ketika berdoa menghadap ke Ka’bah.
Jama’ah haji tinggal sementara di ‘Arafah sampai tenggelamnya matahari.
Pembahasan ke Lima
Menuju Muzdalifah – Mabit – Menuju Mina – Amalan di Hari Raya
Setelah tenggelam matahari ; jama’ah haji bertolak menuju Muzdalifah dalam keadaan tenang dan beradab. Ketika berjalan menuju Muzdalifah tidak mendesak atau mengganggu jama’ah haji yang lain.
Dr. Shalih Al-Fauzan mengatakan :
“Begitulah seharusnya kaum Muslimin ketika menuju Muzdalifah ; dengan tenang dan kelemahlembutan. Tidak mendorong saudara-saudaranya sesama jama’ah haji ketika berjalan, tidak menyakiti mereka dengan mendesak-desak, dan tidak membuat mereka takut dengan mobil-mobil yang mereka kendarai. Menyayangi orang-orang lemah, para orang tua renta dan para pejalan kaki.”
Dianjurkan Dzikir dan Istighfar Ketika Menuju Muzdalifah.Setelah sampai di Muzdalifah ; shalat Maghrib dan ‘Isya’ dengan dijama’ dan meng-qashar shalat ‘Isya’ menjadi dua reka’at. Dengan satu kali adzan dan dua kali iqamat.
Dan hendaknya ketika bertolak dari ‘Arafah menuju Muzdalifah ; sambil membaca “istighfar” dan memperbanyak dzikir.
Shalat Maghrib dan ‘Isya’ Secara Jama’ dan Qashar.
Setelah sampai di Muzdalifah ; shalat Maghrib dan ‘Isya’ dengan dijama’ dan meng-qashar shalat ‘Isya’ menjadi dua reka’at. Dengan satu kali adzan dan dua kali iqamat.
Bermalam di Muzdalifah.
Kemudian bermalam di Muzdalifah sampai masuk waktu Subuh dan shalat Subuh di Muzdalifah, dan inilah yang disunnahkan. Kemudian berhenti sejenak untuk berdoa. Kemudian bertolak menuju Mina sebelum matahari terbit.
Bermalam di Muzdalifah hukumnya wajib, bagi yang bisa sampai di Muzdalifah sebelum pertengahan malam.
Imam Ibnu Qudamah di dalam kitab “Al-Mughni” berkata :
“Jama’ah haji yang baru sampai di Muzdalifah di pertengahan malam yang akhir ; tidak ada kewajiban apapun (tidak wajib bermalam di Muzdalifah).”
Hukum Khusus Orang-orang yang Lemah Berkaitan dengan Muzdalifah
- Khusus orang-orang yang lemah, seperti para wanita dan anak-anak, atau orang-orang yang mengurusi mereka ; boleh bertolak menuju Mina ketika bulan telah hilang (tengah malam).
- Dr. Shalih Al-Fauzan berkata : “Orang-orang yang mempunyai udzur boleh tidak bermalam di Muzdalifah ; misalnya orang sakit yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, atau orang yang dibutuhkan orang sakit untuk merawatnya …”
Mengambil Kerikil untuk Melempar Jumrah.
Dr. Shalih Al-Fauzan berkata :
“Dan mengambil kerikil-kerikil di perjalanan sebelum sampai Mina, inilah yang paling utama. Atau mengambil kerikil saat di Muzdalifah. Atau mengambil kerikil dari Mina. Dari manapun dia mengambil kerikil ; hukumnya boleh.”
Pembahasan ke Enam
Yang dilakukan di hari Nahr (10 Dzulhijjah)
Ketika sampai di Mina yaitu antara lembah muhassir sampai jumrah ‘Aqabah ; jama’ah haji pergi menuju ‘jumrah ‘aqabah’ yang merupakan akhir jumrah yang dekat dengan Mekah, dan disebut juga dengan Jumrah Kubra. Jama’ah haji melemparinya dengan tujuh kerikil, yaitu satu kali setelah terbit matahari, dan waktunya berlanjut sampai tenggelamnya matahari.
Hal-hal yang Disunnahkan :
- Disunnahkan ketika sampai di Mina tidak memulai dengan melakukan apapun sebelum melempar jumrah ‘aqabah.
- Disunnahkan bertakbir setiap kali melempar kerikil.
- Disunnahkan ketika melempar kerikil berdoa :
اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجّاً مَبْرُوْرًا وَ ذَنْباً مَغْفُوْرًا
Catatan :
- Di hari Nahr ( 10 Dzulhijjah ) hanya melempar jumrah ‘aqabah.
- Setelah melempar jumrah ‘aqabah ; yang paling utama adalah menyembelih hewan hadyu ; jika jama’ah haji tersebut termasuk yang wajib menyembelih hewan hadyu karena memilih manasik tamattu’ atau qiran. Daging dibagikan untuk fakir miskin dan sebagian dimakan.
- Setelah itu jama’ah haji mencukur rambut kepala. Yang lebih utama adalah mencukur sampai habis. Jika dia memilih mencukur sebagian ; harus merata semua bagian rambut kepala.
- Jama’ah haji wanita ; pastinya memotong sebagian rambutnya saja, seukuran satu ruas jari.
- Dianjurkan bagi jama’ah haji setelah mencukur rambutnya ; memotong kuku, mencukur kumis, rambut kemaluan dan ketiak. Adapun jenggot maka tidak boleh dicukur.
- Bagi yang sejak awal tidak mempunyai rambut kepala ; cukup melewatkan pisau cukur di kepalanya.
Tahallul yang Pertama
Tahallul yang pertama didapatkan dengan melakukan dua hal dari tiga hal ; melempar jumrah ‘aqabah, atau mencukur rambut, atau thawaf ifadhah dan sa’i, terutama bagi yang wajib melakukan sa’i.
Tahallul yang ke Dua
Tahallul yang ke dua didapatkan dengan melakukan tiga hal tersebut ; melempar jumrah ‘aqabah, mencukur rambut dan thawaf ifadhah sekaligus sa’i.
Waktu Melakukan Thawaf Ifadhah
Kemudian setelah melempar jumrah aqabah dan mencukur rambut ; jama’ah haji bertolak menuju Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah, kemudian melakukan sa’i ; dari Shafa ke Marwah.
Sa’i diwajibkan kepada :
- Jama’ah yang memilih manasik tamattu’ atau Qiran.
- Jama’ah haji yang memilih manasik ifrad dan dia belum melakukan sa’i setelah thawaf qudum.
Pembahasan ke Tujuh
Amalan-amalan di Hari Tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah) dan Thawaf Wada’
Setelah melakukan thawaf ifadhah di hari raya ‘Idul Adha ; jama’ah haji kembali ke Mina, lalu bermalam di Mina, dan ini hukumnya wajib.
Jika menghendaki tidak segera meninggalkan Mina ; bermalam selama tiga malam. Jika menghendaki segera meninggalkan Mina ; boleh bermalam dua malam saja ; malam ke 11 dan malam ke 12 Dzulhijjah. Selama di Mina melakukan shalat lima waktu dengan cara di-qashar saja tanpa dijama’.
Melempar Jumrah.
Kemudian melempar tiga macam jumrah (jumrah ula, jumrah wustha, jumrah kubra) ; dimulai dari hari tasyriq ketika sudah masuk waktu shalat Dhuhur.
Setelah Selesai Melempar Semua Jumrah.
Setelah melempar tiga macam jumrah (ula, wustha, dan kubra) di hari ke 12 Dzulhijjah ; jika menghendaki, dia boleh segera meninggalkan Mina sebelum tenggelam matahari. Dan jika menghendaki tidak segera meninggalkan Mina ; dia bisa bermalam, kemudian keesokan harinya dia melempar tiga macam jumrah setelah masuk waktu Dhuhur, di hari ke 13 Dzulhijjah, dan yang seperti ini lebih utama.
Khusus Wanita yang Haid atau Nifas Sebelum Ihram dan Sesudahnya.
Wanita yang haid atau nifas sebelum ihram kemudian ihram, atau wanita yang dari awal ihram kemudian keluar darah haid atau nifas ; maka wanita tersebut tetap mempertahankan ihramnya, dan melakukan semua yang dilakukan jama’ah haji, seperti wuquf di ‘Arafah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah dan bermalam di Mina.
Yang tidak dilakukan wanita haid atau nifas hanya thawaf dan Sa’i. Kedua ibadah ini dilakukan ketika telah suci dari haid atau nifasnya.
Seandainya terjadi ; ketika thawaf dalam kondisi suci, kemudian setelah thawaf keluar darah haid maka dia tetap sa’i dari Shafa ke Marwah, karena sa’i tidak disyaratkan “suci”.
Thawaf Wada’.
Jama’ah haji laki-laki yang telah selesai dari semua amalan haji, dan hanya tersisa persiapan safar kembali ke negara masing-masing ; hendaknya melakukan thawaf wada’ sebanyak tujuh putaran. Adapun jama’ah haji wanita yang haid maka dia tidak boleh melakukan thawaf wada’.
Referensi
- Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Al-Qadhi Ibnu Rusyd
- Fiqhus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq
- Al-Mulakhas Al-Fiqhi’, Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Disusun oleh Fajri Nur Setyawan, Lc
Artikel Ilmiyah Alukhuwah.Com