Fiqih: Keistimewaan Ilmu Fiqih Dan Manfaatnya Untuk Kehidupan

Keistimewaan Fiqih dan Manfaatnya untuk Kehidupan

Ilmu Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan seorang hamba, yang diperoleh dari meneliti dalil-dalil syar’i yang terperinci.

Yang melakukan penelitian terhadap dalil-dalil syar’i adalah para ulama mujtahid, dengan semua keahlian yang mereka miliki. Mulai dari ilmu bahasa Arab, Ushul Fiqih dan lain-lain, sebagai syarat untuk bisa mengambil kesimpulan dari sebuah dalil.

Adapun kaum Muslimin secara umum mengikuti ulama panutan mereka. Seperti inilah yang diterapkan sejak zaman para sahabat Nabi, radhiyallahu ‘anhum.

Beberapa Keistimewaan Ilmu Fiqih:

1. Fiqih berasaskan pada wahyu dari Allah.

Fiqih bersumber dari wahyu Allah yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam menyimpulkan hukum syariat, setiap mujtahid harus mengacu kepada teks-teks dalil yang berada dalam kedua sumber tersebut. Menjadikan spirit dari ajaran Islam sebagai petunjuk, memperhatikan tujuan-tujuan umum syariah dan juga berpegang kepada kaidah serta dasar-dasar umum hukum Islam.

Jika para mujtahid telah melakukan hal ini, maka ijtihad yang dihasilkan dapat dikatakan: sumbernya autentik, bangunannya kokoh dan strukturnya kuat. Ini karena dasar dan kaidah yang digunakan sempurna dan mengakar hingga pada zaman kerasulan dan turunnya wahyu.

2. Pembahasan fiqih mencakup semua sisi kehidupan.

Hukum-hukum fiqih yang mengatur semua perilaku manusia, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok:

Pertama, hukum-hukum ibadah.

Kedua, hukum-hukum muamalah. Seperti hukum yang berkaitan dengan transaksi, hukum membelanjakan harta, hukum kriminal dan lain-lain.

Hukum-hukum muamalah terbagi lagi menjadi beberapa kelompok pembahasan:

  • Pertama, berkaitan dengan masalah keluarga, pernikahan, talak dan lain-lain. 
  • Kedua, berkaitan dengan jual beli, pinjam meminjam, gadai dan lain-lain. 
  • Ketiga, berkaitan dengan hukum-hukum yang mengatur tindakan kriminal.
  • Keempat, berkaitan dengan proses persidangan.
  • Kelima, berkaitan dengan hukum pemerintahan.
  • Keenam, berkaitan dengan hukum internasional.
  • Ketujuh, berkaitan dengan hukum ekonomi dan keuangan.
  • Kedelapan, berkaitan dengan akhlak dan adab.

3. Fiqih mempunyai hubungan yang sangat erat dengan akhlak.

Perbedaan antara fiqih dengan undang-undang ciptaan manusia adalah hukum fiqih terpengaruh dengan prinsip-prinsip akhlak. Sedangkan undang-undang ciptaan manusia tujuannya hanyalah untuk mengekalkan peraturan dan ketenteraman masyarakat, meskipun dengan mengorbankan sebagian prinsip agama dan akhlak.

Fiqih menekankan keutamaan, idealisme dan akhlak yang mulia. Atas dasar itu, maka ibadah disyariatkan untuk membersihkan jiwa dan menyucikannya, supaya dapat menjauhkannya dari kemungkaran.

4. Fiqih mempunyai ciri sosial kemasyarakatan.

Dalam aturan fiqih, ada usaha untuk menjaga kepentingan individu dan kelompok sekaligus, agar kepentingan satu pihak tidak menzalimi yang lain. Meskipun demikian, jika timbul pertentangan di antara dua kepentingan itu, maka kepentingan umum lebih diutamakan. Demikian juga, jika terjadi pertentangan antara kepentingan dua individu, maka yang diutamakan adalah kepentingan orang yang akan menanggung kemudaratan lebih besar.

5. Fiqih akan sesuai untuk diterapkan pada masa apapun.

Yang dimaksud adalah fiqih yang dibangun berdasarkan dalil qiyas, maslahat dan ‘urf (tradisi). Fiqih yang seperti ini dapat menerima perubahan dan perkembangan sesuai dengan keperluan zaman, kemaslahatan manusia, situasi dan kondisi yang berbeda, baik yang berkaitan dengan zaman maupun tempat, selagi keputusan hukumnya tidak melenceng dari tujuan utama syariah dan tidak keluar dari asas yang benar. 

Hal ini hanya di dalam masalah muamalah, bukan dalam masalah akidah dan ibadah. Dan inilah yang dikehendaki dengan kaidah “hukum berubah sesuai dengan berubahnya zaman”.

6. Tujuan Fiqih Islam untuk kehidupan.

Tujuan dari pengamalan Fiqih Islam adalah untuk memberikan manfaat yang sempurna, baik pada tatanan individu atau tatanan resmi. Dengan cara merealisasikan undang-undang di setiap negara Islam berdasarkan Fiqih. Karena tujuan akhir Fiqih adalah untuk kebaikan manusia dan kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan undang-undang ciptaan manusia adalah sekadar mewujudkan kestabilan masyarakat dunia. 

Fiqih juga dapat mengatasi persoalan-persoalan hukum kontemporer, seperti asuransi, sistem keuangan, sistem saham dan lain sebagainya.

7. Fiqih sangat erat dengan Akidah Islam dan sangat kental dengan karakter keagamaan (halal-haram).

Akidah seorang muslim yang beriman kepada Allah dan akhirat mendorongnya untuk menerapkan Fiqih Islam dalam kehidupannya. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah dan akhirat, dia tidak akan menerapkan Fiqih Islam dalam kehidupannya. Dia juga tidak akan memedulikan halal dan haram. Karena tidak ada dorongan dari dalam jiwanya untuk itu. Inilah bukti keterkaitan yang sangat erat antara Fiqih dan Akidah Islamiyah.

Begitu juga dalam masalah muamalah, dalam Fiqih Islam pun, pasti dihubungkan dengan konsep halal dan haram. Dan inilah yang membedakan antara Fiqih Islam dengan hukum positif. Keputusan hakim di pengadilan yang berdasarkan pada Fiqih Islam, tidak akan mengubah sesuatu yang haram menjadi halal atau sesuatu yang halal menjadi haram.

Di dalam Al-Qur’an ada banyak contoh yang membuktikan keterkaitan antara Fiqih dan Akidah:

Misalnya, ayat yang menyebutkan secara beriringan antara salat dan zakat dengan iman kepada akhirat, seperti yang ada di dalam surat An-Naml ayat 3.

Begitu juga ayat yang berisi perintah puasa. Allah mengaitkannya dengan iman dan taqwa, seperti yang ada di dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

Begitu juga ayat yang membahas tentang masa idah wanita yang ditalak suaminya, Allah memerintahkan untuk tidak menyembunyikan kehamilannya dari suaminya, jika ternyata setelah dicerai, dia hamil. Dan ternyata di akhir ayat tersebut Allah mengaitkannya dengan keimanan, seperti yang ada di dalam surat Al-Baqarah ayat 228.

Dan masih banyak lagi yang membuktikan, bahwa Fiqih Islam sangat erat kaitannya dengan Akidah Islamiyyah. Keduanya tidak bisa dipisahkan.

8. Ilmu Fiqih mencegah terjadinya keburukan dari penyimpangan pemikiran.

Penyimpangan pemikiran ada yang muncul dari pemahaman, bahwa setiap muslim bebas mengambil kesimpulan hukum langsung dari dalil-dalil, tanpa perantara para ulama ahli fiqih. Begitu juga, ada penyimpangan pemikiran yang muncul dari pemahaman, bahwa fiqih Islam sudah tidak layak lagi dipraktikkan di zaman ini. 

Kedua bentuk penyimpangan pemikiran ini sama-sama berbahaya, karena bisa menimbulkan keburukan dalam kehidupan.

Pengafiran individu muslim secara serampangan atau penghalalan terhadap sesuatu yang telah dinyatakan haram oleh para ulama ahli fiqih adalah contoh dari keburukan tersebut.

Mengajarkan ilmu Fiqih kepada kaum Muslimin bisa mencegah terjadinya keburukan-keburukan tersebut, dengan izin dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Sumber referensi [1]Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. [2]Al-Fiqhul Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i. [3]Dan sumber-sumber yang lain.

Disusun oleh: Fajri Nur Setyawan, Lc

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili.
2 Al-Fiqhul Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i.
3 Dan sumber-sumber yang lain.
Back to top button