Optimis Mendapat Keutamaan Lailatul Qadar

Keutamaan yang luar biasa dari lailatul qadar tidak diragukan lagi. Keutamaannya menjadi incaran orang-orang yang beriman, yang sadar akan kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagiaan di alam akherat. Paling tidak ada dua surat yang menggambarkan keutamaan lailatul qadar. Pertama surat Ad-Dukhan dan yang ke dua surat Al-Qadar.

Allah berfirman :

إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةٍ مُبارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.” (Ad-Dukhan : 3)

Yang dimaksud “malam yang diberkahi” menurut Imam Qurthubi adalah “lailatul qadar”. Seperti yang beliau tegaskan di dalam kitab tafsirnya :

وَاللَّيْلَةُ الْمُبَارَكَةُ لَيْلَةُ الْقَدْرِ

“Malam yang diberkahi adalah ‘lailatul qadar’.”

Imam Qurthubi juga menjelaskan, malam itu dikatakan sebagai malam yang diberkahi karena sangat banyaknya keberkahan, kebaikan dan pahala yang Allah limpahkan kepada hamba-hamba Nya. [1]Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, 2006)

Besarnya pahala yang Allah janjikan, penjelasannya ada di surat Al-Qadar ayat yang ke 3 berikut ini :

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.”

Menurut Imam Ibnu Juzai, yang dimaksud ayat ini adalah orang yang beribadah ketika lailatul qadar maka pahala seperti beribadah selama 1000 bulan. Ini adalah salah satu pendapat ahli tafsir generasi terdahulu. Dan nampaknya disetujui banyak ahli tafsir yang lain. [2]Ibnu Juzai, At-Tashil Li ‘Ulumit Tanzil, (Kairo : Dar Ibnul Jauzi, 2018)

Syaikh As-Sa’di di dalam kitab tafsirnya juga berpendapat demikian [3]As-Sa’di, Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan, (Kuwait : Jam’iyyatu Ihya’ At-Turats, 2003). Syaikh Jabir Al-Jazairi juga mengikuti pendapat ini, dan menambahkan keterangan bahwa 1000 bulan adalah 83 tahun lebih 4 bulan. Sungguh beruntung orang yang bisa ibadahnya bertepatan dengan malam ini. [4]Jabir Al-Jazairi, Aisarut Tafasir, (Mesir : Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, 2014)

Meski demikian masih ada beberapa hal yang berkaitan dengan lailatul qadar. Misalnya apakah benar lailatul qadar sekarang sudah tidak ada ? Begitu juga masalah di malam keberapa lailatul qadar berada ? Atau masalah apakah harus beribadah di masjid untuk mendapatkan keutamaan malam ini ?

Penjelasan Imam Nawawi Di Kitab Syarh Shahih Muslim

Dari sekian banyak kitab ulama yang menjelaskan lailatul qadar cukup detail, kitab Syarh Shahih Muslim yang disusun Imam Nawawi adalah salah satunya. Yang menarik dari kitab ini adalah kevalidan riwayat-riwayatnya. Karena kitab ini adalah penjabaran dan penjelasan dari kitab “Shahih Muslim” yang tidak diragukan lagi keshahihannya atau kevalidannya. Ditambah penjelasan dari ulama yang tidak diragukan lagi keberkahan ilmunya, yaitu Imam Nawawi.

Berikut ini rangkuman dari penjelasan Imam Nawawi mengenai beberapa masalah terkait lailatul qadar yang diperdebatkan, ditambah dengan keterangan dari ahli tafsir :

Apakah Lailatul Qadar Sudah Tidak Ada ?

Barangkali di antara kita ada yang mendengar pernyataan dari suatu ceramah atau tulisan ; bahwa lailatul qadar hanya ada di zaman Nabi Muhammad. Sekarang lailatul qadar sudah tidak ada lagi.

Menurut Imam Nawawi pendapat ini salah. Berikut ini perkataan Imam Nawawi yang menegaskan hal itu :

وَأَجْمَعَ مَنْ يُعْتَدُّ بِهِ عَلَى وُجُودِهَا وَدَوَامِهَا إِلَى آخِرِ الدَّهْرِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْمَشْهُورَةِ

“Ulama yang perkataannya layak dipertimbangkan telah bersepakat akan keberadaan dan keberlangsungan lailatul qadar sampai akhir zaman. Berdasarkan hadits-hadits shahih sekaligus sangat dikenal …” [5]An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhin Nawawi, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-’IIlmiyyah, 2019)

Kalimat ini memang tidak tegas menyatakan adanya kesepakatan ulama dalam masalah ini. Kita hanya bisa menyangka bahwa ada yang berpendapat ; lailatul qadar sekarang sudah tidak ada. Akan tetapi yang berpendapat seperti ini bukan ulama yang layak diterima pendapatnya. Dan kita juga bisa menyimpulkan bahwa Imam Nawawi tidak setuju dengan pendapat yang menganggap lailatul qadar sudah tidak ada.

Kemudian jika kita buka kitab tafsirnya Imam Ibnu Katsir, ada keterangan bahwa yang berpendapat seperti ini adalah beberapa golongan dari kelompok Syi’ah. Dan Imam Ibnu Katsir juga tidak sependapat dengan mereka. Ibnu Katsir tegas menyatakan bahwa lailatul qadar masih ada sampai akhir zaman nanti. Keterangan dari sahabat Nabi yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari, yang diriwayatkan Imam Ahmad, menjadi dasar Imam Ibnu Katsir atas pendapatnya tersebut. [6]Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1998)

Imam Al-Qurthubi, salah satu ahli tafsir terkenal, mengatakan bahwa pendapat yang benar adalah lailatul qadar terus ada sepanjang zaman. [7]Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, 2006)

Imam Ibnul Jauzi, di dalam kitab tafsirnya juga berpendapat demikian. Beliau mengatakan :

اختلف العلماء هل ليلة القدر باقية، أم كانت في زمن النبيّ صلّى الله عليه وسلم خاصّة؟ والصحيح بقاؤها

“Ulama berbeda pendapat, apakah lailatul qadar masih ada atau hanya ada di zaman Nabi Muhammad ? Pendapat yang benar, lailatul qadar ada setiap zaman.” [8]Ibnul Jauzi, Zadul Masir Fi ‘Ilmit Tafsir, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2015)

Keterangan para ahli tafsir terkemuka ini sudah cukup menjadi dasar keyakinan bahwa lailatul qadar tetap ada sampai akhir zaman. Terlebih lagi jika kita kaitkan dengan rahmat Allah kepada umat Nabi Muhammad yang usia mereka lebih singkat dibandingkan dengan umat-umat di zaman dahulu. Sehingga dengan usianya yang singkat ini, umat Nabi Muhammad bisa menjadi umat terbaik. 

Di Malam Keberapa Lailatul Qadar Berada ?

Imam Nawawi menyebutkan banyak pendapat mengenai kapan adanya lailatul qadar ? Perbedaan pendapat ini disebabkan perbedaan informasi yang ada di dalam hadits-hadits yang sama-sama shahih. 

Misalnya di dalam kitab Shahih Muslim, ada hadits yang memberikan informasi adanya lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh hari terakhir. Akan tetapi ada juga hadits yang memberi informasi berbeda, yaitu di sepuluh hari terakhir, tanpa ada keterangan ‘malam ganjil’. Bahkan ada hadits yang memberi informasi, lailatul qadar ada di tujuh hari terakhir. Semuanya adalah hadits-hadits yang shahih, valid secara sanadnya.

Oleh karena itu, dari sekian banyak pendapat yang dicantumkan Imam Nawawi, ada pendapat yang menyatakan bahwa lailatul qadar ada di bulan Ramadhan, akan tetapi berpindah-pindah, dari satu malam ke malam yang lain. Dan pendapat ini dianggap sebagai pendapat yang baik, karena bisa menggabungkan semua hadits shahih yang redaksinya berbeda-beda.

Apakah Harus I’tikaf Di Masjid Untuk Mendapatkan Lailatul Qadar ?

Bagi umat Islam, khususnya seorang lelaki, yang malam harinya beribadah di dalam masjid, minimalnya shalat ‘Isya’, dan keesokannya shalat Subuh, insyaallah dia telah mendapatkan bagian dari lailatul qadar, menurut Imam Syafi’i. Keterangan ini disebutkan Imam Ibnu Rajab di dalam kitab Lathaiful Ma’arif.

Meskipun demikian yang beribadah di rumah, misalnya seorang wanita, atau orang yang tidak sanggup ke masjid karena sakit atau semisalnya, insyaallah dia tetap bisa mendapatkan bagian dari keutamaan lailatul qadar.

Ini karena hukum asal i’tikaf adalah mustahab, tidak wajib. Imam Nawawi mengatakan :

وَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ

“Umat Islam sepakat akan dianjurkannya i’tikaf, dan mereka juga sepakat bahwa i’tikaf tidak wajib …”

Tidak diragukan lagi bahwa i’tikaf adalah salah satu sarana yang tepat untuk mendapatkan keutamaan lailatul qadar. Akan tetapi i’tikaf bukan syarat untuk mendapatkannya.

Karena seperti yang dikatakan Imam Nawawi, bahwa i’tikaf sangat dianjurkan di bulan Ramadhan, akan tetapi tidak wajib. Dengan demikian seorang muslim bisa mendapatkan keutamaan lailatul qadar meskipun beribadah di rumah. Bahkan wanita yang sedang haid, sehingga tidak bisa shalat, dia tetap bisa mendapatkan keutamaan lailatul qadar. Karena dia masih bisa melakukan ibadah-ibadah yang tidak disyaratkan kesucian, misalnya dzikir dan doa. Termasuk apa yang dilakukannya ketika menyiapkan keperluan buka puasa maupun sahur, dia bisa meniatkannya sebagai sarana mendapatkan keutamaan lailatul qadar.

Begitu juga laki-laki yang di sepuluh hari terakhir harus bekerja, mencari nafkah untuk keluarganya di malam hari, dia tetap bisa mendapatkannya. Pekerjaan yang dia lakukan bisa diniatkan untuk mendapatkan keutamaan lailatul qadar. Sesungguhnya rahmat Allah sangat luas. Tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang i’tikaf di masjid.

Terlebih lagi jika kita renungi teks-teks ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits shahih mengenai keutamaan lailatul qadar, ternyata tidak ada yang mempersyaratkan i’tikaf di masjid untuk mendapatkan keutamaan lailatul qadar.

Disusun oleh Fajri Nur Setyawan, Lc, M.H.

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1, 7 Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, 2006)
2 Ibnu Juzai, At-Tashil Li ‘Ulumit Tanzil, (Kairo : Dar Ibnul Jauzi, 2018)
3 As-Sa’di, Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan, (Kuwait : Jam’iyyatu Ihya’ At-Turats, 2003)
4 Jabir Al-Jazairi, Aisarut Tafasir, (Mesir : Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, 2014)
5 An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhin Nawawi, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-’IIlmiyyah, 2019)
6 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1998)
8 Ibnul Jauzi, Zadul Masir Fi ‘Ilmit Tafsir, (Beirut : Dar Ibn Hazm, 2015)
Back to top button