Tafsir: Hukum Asal Benda-benda di Bumi adalah Mubah

Alhamdulillah, segala puji  bagi Allah ﷻ, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah ﷺ , keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat.

Salah satu nikmat besar dari Allah yang wajib untuk kita syukuri adalah bahwa Allah ﷻ telah menjadikan benda-benda yang ada di bumi untuk kemaslahatan manusia, sehingga hukum asal benda-benda di sekitar kita adalah mubah dan halal dimanfaatkan, baik berupa tanam-tanaman, hewan, bebatuan, bejana dan semisalnya.

Allah ﷻ berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS. Al Baqarah : 29)

Kandungan Ayat Secara Umum

Syakh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ  berkata, ”Dalam ayat ini, Allah ﷻ mengingatkan para hambanya bahwa Allah ﷻ telah menciptakan untuk mereka seluruh yang ada di bumi demi kemaslahatan dan manfaat bagi mereka baik secara diniyah maupun dunyawiyah. Mereka boleh memanfaatkan apa yang di bumi itu tanpa dilarang dan tanpa dicegah, kecuali jika ada larangan dari Allah ﷻ.

Kemudian Allah ﷻ menjelaskan bahwa setelah Allah ﷻ menciptakan apa yang di bumi, lalu Dia berkehendak menuju ke langit, maka Allah ﷻ menyempurnakan penciptaan langit itu, dan Allah menjadikannya tujuh langit. Bersama dengan itu, Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu, tidak samar baginya sedikitpun apa yang ada di bumi maupun di langit. [1]Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 31.

Dalam kitab Tafsir Al-Muyassar disebutkan, “Allah sendirilah yang menciptakan untuk kepentingan kalian segala sesuatu yang ada di bumi berupa kenikmatan-kenikmatan yang kalian manfaatkan, kemudian Dia berkehendak menciptakan langit-langit, dan menyempurnakannya menjadi tujuh langit, dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Maka ilmu Allah -Yang Maha Suci- meliputi seluruh ciptaan-Nya.” [2]At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hal. 5.

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini[3]Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Surah Al Fatihah-Al Baqarah), Fadhilatu As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 110-111.

  1. Karunia Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan segala yang ada di bumi untuk mereka, maka segala sesuatu yang ada di bumi adalah untuk kita -segala puji bagi Allah-. Namun yang mengherankan, ada sebagian manusia yang menundukkan dirinya untuk kepentingan sesuatu yang sebenarnya telah ditundukkan oleh Allah untuknya, maka orang tersebut justru menjadi pelayan bagi harta dunia, bukan harta dunia yang melayaninya, dan ia menjadikan harta dunia sebagai tujuannya yang terbesar, yaitu untuk mengumpulkan harta, memperoleh kekuasaan dan semisalnya.

     

  2. Hukum asal benda-benda yang ada di bumi adalah halal, baik berupa pepohonan, air, buah-buahan, hewan, dan selainnya. Ini adalah kaidah yang besar. Oleh karena itu, jika seseorang memakan suatu tanaman, lalu ada sebagian orang berkata kepadanya, “Itu makanan haram!” maka orang yang menyatakan haram tadi dituntut mendatangkan dalil. Demikian pula jika seseorang menemukan burung yang terbang, lalu ia melemparnya (dengan panah atau semisalnya –pen), dan mengenainya, lalu burung itu mati kemudian ia memakannya dan ada  orang lain berkata, “Itu haram!” maka orang yang mengharamkan tersebut dituntut mendatangkan dalil. Maka tidak haram sesuatu yang ada di bumi, kecuali jika ada dalil yang menunjukkannya.

     

  3. Penetapan perbuatan bagi Allah ‘Azza Wajalla, yaitu Allah mengerjakan apa yang Dia kehendaki, berdasarkan firman Allah Ta’ala (ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ), kata اسْتَوَى adalah fi’il (kata kerja), maka Allah Jalla wa ‘Ala mengerjakan apa yang Dia kehendaki. Allah mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bisa dihitung jumlahnya kecuali Allah sendiri, sebagaimana Dia berfirman dengan perkataan yang tidak bisa menghitungnya kecuali Allah sendiri.

     

  4. Adanya tujuh langit, sebagaimana firman Allah (سَبْعَ سَمَوَاتٍ) “tujuh langit”.

     

  5. Sempurnanya penciptaan langit, berdasarkan firman Allah (فَسَوَّاهُنَّ) “Dia menyempurnakannya.”

     

  6. Penetapan luasnya ilmu Allah , sebagaimana firman-Nya (وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ) “Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

     

  7. Hendaknya kita bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut, yaitu nikmat berupa diciptakannya seluruh apa yang ada di bumi itu untuk kita, karena Allah tidak menjelaskannya semata-mata sekadar mengabarkan, akan tetapi supaya kita mengetahui nikmat Allah akan hal itu, maka kita bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut.

     

  8. Wajibnya takut kepada Allah , karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu -sampai-sampai apa yang kita sembunyikan di dalam hati- maka wajib bagi kita untuk menjaga diri dari hal-hal yang menyebabkan kemurkaan Allah ‘Azza Wajalla, baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun apa yang ada di dalam hati kita.

Di ayat yang lain, Allah berfirman,

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ (12) يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آَلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (13)

“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. Mereka (para jin itu) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ : 12-13)[4]QS. Saba’ : 12-13

Kandungan Ayat Secara Umum[5]Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 34.

Allah Ta’ala mengabarkan kepada kita tentang karunia yang Dia berikan kepada Nabi-Nya, yaitu Sulaiman bin Dawud berupa kekuasaan yang besar. Yang mana Allah ﷻ telah menundukkan angin untuk Nabi Sulaiman عليه السلام, angin itu membawa beliau ke mana saja yang dikehendakinya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Perjalanan sebulan bisa ditempuh selama setengah siang, dengan tiupan yang tenang tanpa menimbulkan goncangan.

Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman عليه السلام memiliki permadani dari kayu, beliau meletakkan di atasnya apa saja yang diperlukan untuk dibawa, lalu beliau menaikinya dan dibawa oleh angin kemana saja beliau inginkan dengan seizin Allah Ta’ala.

Demikian pula, Allah Ta’ala telah menjadikan tembaga cair dan mengalir supaya mudah untuk dibentuk sesuai keinginan Nabi Sulaiman عليه السلام.

Dan Allah ﷻ telah menundukkan jin untuk Nabi Sulaiman عليه السلام, di antara mereka ada yang bekerja di hadapan beliau, ada pula yang bekerja tidak di hadapan beliau dengan izin Allah ‘Azza Wa Jalla. Mereka bekerja sesuai keinginan Nabi Sulaiman عليه السلام untuk membuat bangunan-bangunan yang kuat dan tinggi, patung-patung yang bagus dan mengagumkan [6]Patung yang dibuat oleh jin untuk Nabi Sulaiman عليه السلام ini, jika tidak berbentuk binatang maka itu diperbolehkan di syari’at kita, sebagaimana juga diperbolehkan di syari’at Nabi … Continue reading, piring-piring yang besar dan lebar, serta periuk-periuk yang besar dan kuat.

Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan kepada keluarga Dawud seluruhnya untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat tersebut, dan Allah ﷻ menjelaskan bahwa sedikit orang yang bersyukur di antara hamba-hamba-Nya, sebagai dorongan supaya keluarga Dawud termasuk di antara hamba Allah ﷻ yang sedikit itu, serta peringatan supaya tidak menjadi kebanyakan orang yang kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala. 

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini[7]Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Surah Saba’), Fadhilatu As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 106-117.

  1. Sesungguhnya Allah Ta’ala terkadang menundukkan sebagian perkara kauniyah untuk sebagian hamba-Nya sebagai tanda (mu’jizat) baginya, karena tidak ada seorang pun yang mampu mengatur angin sesuai kehendaknya, sedangkan Nabi Sulaiman عليه السلام ditundukkan bagi beliau angin tersebut, sehingga angin bertiup sesuai keinginan beliau.

  2. Tiupan angin memiliki kecepatan yang sangat tinggi, sebagaimana firman Allah Ta’ala  (غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ) “Perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)”

  3. Penetapan adanya jin, ini telah ditetapkan dalam Al Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ kaum muslimin, oleh karena itu barangsiapa yang mengingkari adanya jin maka ia telah mendustakan Al Qur’an dan dihukumi kafir.

  4. Adanya jin yang bekerja untuk manusia, sebagaimana firman Allah (وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ) “Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya”. Tidak diragukan bahwa hal itu menunjukkan kenabian dan risalah Nabi Sulaiman عليه السلام.

  5. Adakalanya jin itu terlihat, ini merupakan pemahaman dari firman Allah ﷻ ( وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ ) “Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya”, yang nampak dari ayat ini bahwa para jin itu terlihat, yang mana mereka bekerja di depan Nabi Sulaiman عليه السلام, yaitu di hadapan beliau.

  6. Sesungguhnya jin itu termasuk mukallaf (diberi beban melaksanakan syari’at), yaitu apabila mereka melakukan pelanggaran maka akan diadzab, dan termasuk kesempurnaan keadilan Allah Ta’ala bahwa apabila mereka melaksanakan kebaikan akan diberi kenikmatan. Adapun keberadaan mereka diadzab apabila melakukan pelanggaran maka ini telah disepakati oleh para ulama’, dan bahwa yang kafir di kalangan jin akan masuk neraka. Adapun masuknya jin yang beriman ke surga maka diperselisihkan oleh para ulama’. Dan pendapat yang benar dalam masalah ini adalah bahwa mereka akan masuk surga, berdasarkan firman Allah ﷻ:

    وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ (46) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (47)

    “Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
    Maka bangsa jin itu jika tahut kepada Allah Ta’ala maka mereka akan masuk ke surga.

  7. Bolehnya membuat bangunan yang tinggi,  sebagaimana firman Allah ﷻ (مِنْ مَحَارِيبَ ) “di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi”

  8. Wajibnya bersyukur kepada Allah ﷻ, berdasarkan firman Allah ﷻ (اعْمَلُوا آَلَ دَاوُودَ شُكْرًا ) “ Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah),” dan hukum asal perintah Allah ﷻ menunjukkan kewajiban.

  9. Orang yang bersyukur kepada Allah ﷻ itu hanya sedikit, sebagaimana firman Allah ( وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ ) “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”  Tujuan dari ungkapan ini adalah anjuran untuk bersyukur.

Demikian pembahasan ringkas dari ayat-ayat yang mulia ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin sekalian, dan semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wa akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Disusun oleh Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 31.
2 At-Tafsir Al-Muyassar, Nukhbah min Al-‘Ulama’, Hal. 5.
3 Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Surah Al Fatihah-Al Baqarah), Fadhilatu As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 110-111.
4 QS. Saba’ : 12-13
5 Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu As-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 34.
6 Patung yang dibuat oleh jin untuk Nabi Sulaiman عليه السلام ini, jika tidak berbentuk binatang maka itu diperbolehkan di syari’at kita, sebagaimana juga diperbolehkan di syari’at Nabi Sulaiman عليه السلام. Adapun jika berbentuk binatang dan semisalnya, maka itu dilarang di syariat kita. Dan Allah ﷻ mensyariatkan untuk para hamba-Nya apa yang Dia kehendaki, sebagaimana firman-Nya,

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ

Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu. (QS. Al Maa-idah : 48).(Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayati Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Fadhilatu Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Hal. 35).

7 Tafsir Al-Qur’an Al-Karim (Surah Saba’), Fadhilatu As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Hlm. 106-117.
Back to top button