Akhlaq: Menyambung Silaturahim Bagian #3

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ، وَيُنْسَاَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim.” (HR. Bukhari dan Muslim) [1]HR. Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557) [2]HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa menyambung silaturahim itu memiliki buah (pahala) yang banyak. Diantaranya adalah buah yang disegerakan bagi pelakunya di Dunia dan diantaranya adalah buah yang akan diberikan pada hari Kiamat. Buah yang disegerakan di Dunia adalah dilapangkan Rizki dan dipanjangkan umurnya.
Sabda Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam : “dilapangkan rizkinya…”. Maksudnya adalah diluaskan rizkinya lalu diberkahi harta-hartanya.
Sedangkan sabda Nabi : “…dan dipanjangkan umurnya…”. Maksudnya adalah umurnya diakhirkan/dipanjangkan dan ditambah dengan sebenar-benarnya.
Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullahu ta’ala : “Sebagian orang (ulama) mengatakan bahwa yang dimaksud adalah keberkahan dalam umur, yaitu seseorang beramal di waktu yang singkat atau pendek yang tidak dikerjakan oleh orang lain kecuali pada hal-hal yang banyak dikerjakan. Mereka mengatakan : “Karena rizki dan umur atau ajal adalah dua hal yang sudah Allah takdirkan dan Allah catat. Dikatakan kepada mereka : “Itu adalah keberkahan dan tambahan dalam hal umur dan kemanfaatan. Dan perubahan keduanya juga tercatat di dalam takdir dan berbeda-beda antara perkara satu dengan yang lainnya”.
Jawaban yang benar adalah : sesungguhnya Allah telah menulis ajal bagi seorang hamba di catatan Malaikat, lalu jika hamba ini melakukan amalan dengan menyambung silaturahim maka akan bertambah (umur) dalam catatan itu dan jika seseorang itu melakukan amalan yang dapat mengurangi umurnya maka juga akan berkurang.
Dari Aisyah rodhiyaallahu ’anha, bahwasanya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya :
إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ، وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ
”Sesungguhnya barang siapa yang diberikan bagiannya berupa kelemahlembutan, maka sungguh ia telah diberikan bagiannya berupa kebaikan dunia dan Akhirat. Menyambung tali kekerabatan, akhlak yang baik, dan berbuat baik kepada tetangga memakmurkan negeri dan menambah umur.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 519) [3]HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 519
Maka menyambung silaturahim memiliki pengaruh yang baik, imbal balik yang penuh berkah dan kebaikan-kebaikan yang mencakup Dunia dan Akhirat yang tidak ternilai dan terhitung lagi. Silaturahim termasuk sebab diluaskan dan diperbanyaknya rizki, diistirahatkan dan ditenangkannya hati dan di tambahkannya umur dan keberkahannya.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :
تَعَلَّمُوْا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُوْنَ بِهِ اَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِيْ الأْهْلِ، مُشَرَّاةٌ فِيْ الْمَالِ، مُنْسَأَةٌ فِيْ الْعُمْرِ
“Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia.”
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata :
مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ
“Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hadits ini hasan) [4]Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hadits ini hasan
Di dalam atsar ini terdapat dalil bahwa orang yang menyambung hubungan kekerabatan akan di cintai oleh keluarga dan kerabatnya. Karena di dalamnya terdapat tempat pujian, kedudukan dan kemuliaan. Kalau disandarkan kepada penjelasan yang berlalu maka ada keutamaan dengan dilancarkan rizki nya dan dan di panjangkan umurnya.
Dari Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991) [5]HR. Bukhari no. 5991
Maksudnya adalah bahwa orang itu dikatakan benar-benar menyambung silaturahim bukanlah dengan membalas perbuatan yang semisal. Karena jika membalas perbuatan dengan perbuatan semisal, seperti jika seseorang menyambung silaturahim lalu dibalas dengan bergantian menyambungnya maka tidak disebut dengan menyambung silaturahim tapi membalas dengan semisal. Yang benar adalah jika seseorang memutus hubungan kekerabatan lalu dibalas dengan menyambungnya lagi maka inilah yang disebut dengan menyambung silaturahim secara hakiki. Yang seseorang dapat mengharapkan pahala dan balasan dari Allah ta’ala serta menjaga dari adzab-Nya. Karena Allah telah memerintahkan hal itu dan menyediakan pahala yang besar bagi pelakunya.
Manusia dalam menyikapi hal ini terbagi menjadi tiga bagian :
Pertama, orang yang menyambung silaturahim secara hakiki dengan mengutamakan kerabatnya walaupun tak seorangpun dari kerabatnya yang membalas perbuatan itu, justru sekalipun mereka berbuat jahat padanya.
Kedua, orang yang hanya mau menyambung silaturahim jika kerabat lainnya juga mau menyambung silaturahim.
Ketiga, orang yang memutuskan hubungan kekerabatan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu beliau berkata :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ!”. فَقَالَ: “لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ”
Pernah ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam,
“Wahai Rasul, saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung namun mereka memutus (hubungan dengan)ku, aku berusaha berbuat baik pada mereka namun mereka menyakitiku, aku mengasihi mereka namun mereka berbuat jahat padaku!”
Lalu Nabi menjawab : “Andaikan kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas. Dan selama sikapmu seperti itu; niscaya engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi mereka.” (HR. Muslim) [6]HR. Muslim
Perkataan : “… Saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung namun mereka memutus (hubungan dengan)ku…” Maksudnya adalah mereka membalas kebaikanku dengan mereka memutus hubungan kekerabatan dan mereka tidak mau membalas kebaikan dengan kebaikan serupa. Lalu penanya menyebutkan hal-hal dari kebaikan menyambung silaturahim yang dia lakukan untuk para kerabatnya dan juga menyebutkan balasan kejelekan dari mereka kepadanya.
Perkataan : “aku berusaha berbuat baik pada mereka…” Maksudnya adalah aku sudah berusaha bermuamalah kepada mereka dengan baik. Dan Ihsan (berbuat baik) adalah satu kalimat yang mencakup seluruh macam kebaikan.
Inilah keadaan dan kesulitan penanya menghadapi kerabatnya sendiri lalu meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar diberi petunjuk, apa yang harus dia perbuat. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Andaikan kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas…”
Di dalam riwayat ini terdapat penjelasan akan keutamaan sahabat yang bertanya tersebut dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang lain. Dan keadaan kerabat-kerabatnya ini bagaikan seseorang yang meneguk dan memakan abu yang panas. Adapun orang yang menyambung silaturahim maka tidak akan mendapatkan mudhorot apapun justru dia akan mendapatkan keutamaan, pahala yang besar dan kekuatan atau bantuan dari Allah ta’ala.
Oleh karena itu Nabi bersabda : “Dan selama sikapmu seperti itu; niscaya engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi mereka.” Artinya dia akan selalu mendapatkan pertolongan, penjagaan dan kekuatan dari Allah. Dan disini juga sebagai dalil bahwa orang yang menyambung silaturahim adalah orang yang dicintai Allah dan mendpatkan kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Bersambung insyaallah…
Referensi :
Kitab Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrozzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafidzohullahu ta’ala halaman 74-78.
Diringkas oleh Ahmad Imron Al Fanghony
Artikel Alukhuwah.Com