Tafsir: Surah Al A’raaf 31-32

Tentang Kewajiban Menutup Aurat dalam Shalat

Segala puji  bagi Allah ﷻ, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga dan shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa salah satu syarat sahnya shalat adalah menutup aurat. Dalil-dalil dari Al Qur’an dan As-Sunnah telah menunjukkan wajibnya menutup aurat ketika shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala berkata setelah menyebutkan dalil-dalil tentang wajibnya menutup aurat, “Ini menunjukkan bahwa wajib bagi seorang insan untuk menutup auratnya ketika shalat. Ibnu Abdil Barr rahimahullahu ta’ala telah menukil kesepakatan para ulama’ akan hal itu, dan bahwa seseorang yang shalat dalam keadaan telanjang sedangkan ia mampu menutup auratnya maka shalatnya tidak sah.” [1]Shifat As-Shalah, hlm. 56.

Dalil tentang Kewajiban Menutup Aurat

Allah ﷻ berfirman :

يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31) قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (32)

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al A’raaf : 31-32) [2]QS. Al A’raaf : 31-32

Kandungan Ayat Secara Umum

Allah Ta’ala menyeru manusia dengan sebutan anak Adam karena dekatnya pembicaraan tentang ayah mereka yaitu Adam (sebelum ayat ini). Allah ﷻ memerintahkan supaya mereka mengenakan pakaian yaitu perhiasan badan setiap kali hendak melaksanakan shalat untuk menutupi aurat. Dia juga memerintahkan makan dan minum untuk menjaga kekuatan mereka, dan supaya itu bisa dijadikan sarana untuk mengerjakan ketaatan kepada-Nya. Demikian pula, Allah ﷻ melarang dari melampaui batas, baik batas  kewajaran maupun batasan syar’i dalam hal tersebut, karena termasuk perbuatan berlebih-lebihan, sedangkan Dia ﷻ tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Kemudian Allah ﷻ memerintahkan Nabi-Nya ﷺ supaya dengan tegas mengingkari orang yang berbuat lancang kepada Allah ﷻ dengan mengharamkan perhiasan yang Dia sediakan untuk hamba-hamba-Nya, dan mengharamkan rizki yang baik. Itu merupakan bentuk penentangan kepada Allah ﷻ dan menyempitkan hamba-hamba-Nya. 

Allah ﷻ juga menjelaskan bahwa perhiasan dan rizki yang baik itu halal bagi orang-orang beriman di dunia, tidak ada tuntutan maupun dosa nanti pada hari kiamat. Kemudian Allah ﷻ mengkhabarkan bahwa penjelasan dan rincian ini hanyalah untuk orang-orang yang siap menerima ilmu dan senang untuk mendapatkannya, sehingga mereka bisa memahaminya. [3]Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayat Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Hal. 77.

Beberapa Pelajaran dari Ayat Ini

Di antara pelajaran dan faidah yang bisa kita petik dari ayat yang mulia ini adalah sebagai berikut [4]‘Aun Ar-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an, 9/79-82.:

  1. Allah ﷻ memuliakan anak cucu Adam dan memberikan  perhatian kepada mereka, oleh karena itu Allah ﷻ menyeru dan memberikan pengarahan kepada mereka.
  2. Wajibnya menutup aurat ketika shalat dan thawaf, dan sunnahnya mengenakan perhiasan (berupa pakaian yang bagus) untuk shalat, thawaf, dan setiap hendak menuju ke masjid.
  3. Diperbolehkan makan dan minum, itu termasuk karunia bagi bani Adam. Bahkan terkadang wajib makan dan minum, misalnya ketika seseorang khawatir terjatuh dalam kebinasaan (kelaparan).
  4. Haramnya berlebih-lebihan dalam mengenakan perhiasan (berupa pakaian), makan, minum, dan semisalnya.
  5. Allah ﷻ tidak mencintai orang-orang yang  berlebih-lebihan.
  6. Penetapan sebab dan hikmah dalam hukum dan perbuatan Allah ﷻ. 
  7. Penetapan kecintaan Allah ﷻ kepada orang yang tidak berlebih-lebihan. Ketika Allah ﷻ tidak mencintai orang yang berlebih-lebihan maka bisa difahami bahwa Dia mencintai orang yang tidak berlebih-lebihan.
  8. Sesungguhnya Rasul ﷺ sekedar menyampaikan (syari’at) dari Allah ﷻ. Ini merupakan bantahan bagi orang yang menuduh Nabi ﷺ mengada-adakan Al Qur’an.
  9. Pengingkaran dan celaan kepada orang yang mengharamkan perhiasan dan rizki yang telah disediakan oleh Allah ﷻ untuk hamba-hamba-Nya. Di sini terkandung bantahan kepada orang yang bersikap zuhud meninggalkan rizki yang baik, dan lebih memilih makanan dan minuman yang buruk.
  10. Penetapan penghambaan seluruh makhluk kepada Allah ﷻ, yaitu penghambaan secara umum.
  11. Diperbolehkan memanfaatkan perhiasan dan rizki yang baik dari Allah ﷻ.
  12. Besarnya karunia Allah ﷻ kepada hamba-hamba-Nya, di mana Allah ﷻ telah menyediakan dan memperbolehkan pemanfaatan perhiasan dan rizki yang baik tersebut.
  13. Apa yang disediakan Allah ﷻ berupa perhiasan dan rizki yang baik adalah halal untuk orang-orang beriman di kehidupan dunia, yaitu orang-orang yang bersyukur kepada Allah ﷻ atas kenikmatan tersebut dan menggunakannya dalam ketaatan kepada-Nya. Berbeda dengan orang-orang kafir, yang mana mereka akan diminta pertanggung jawaban dan dihukum karena memanfaatkannya, disebabkan kekufuran mereka dan menggunakan kenikmatan itu dalam kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, rizki yang baik di akhirat dikhususkan bagi orang-orang yang beriman saja, tidak diberikan kepada selain mereka.
  14. Anjuran untuk beriman, karena perhiasan dan rizki yang baik dihalalkan untuk orang-orang beriman di kehidupan dunia, dan dikhususkan untuk mereka di akhirat, bukan untuk selainnya. 
  15. Sesungguhnya keimanan itu diterima ketika seseorang masih hidup di dunia, dan sebelum ditutupnya pintu taubat dengan sampainya ruh di kerongkongan atau terbitnya matahari dari arah barat, adapun di akhirat maka tidak ada yang lain kecuali pembalasan amalan.
  16. Penetapan hari kiamat, hisab, dan balasan terhadap amalan.
  17. Allah ﷻ telah merinci dan menjelaskan ayat-ayat syar’iyyah dan kauniyyah, sebagaimana rincian dalam ayat-ayat ini.
  18. Pujian bagi ahli ilmu yang bisa mengambil manfaat dengan ilmunya, baik dalam agama, dunia, maupun akhirat. Sebaliknya, terdapat celaan bagi orang-orang yang jahil yaitu orang-orang yang tidak bisa mengambil manfaat dengan rincian ayat-ayat dan penjelasannya.

Demikian penjelasan ringkas ayat yang mulia ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin sekalian, dan semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam, wa akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Disusun oleh Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Shifat As-Shalah, hlm. 56.
2 QS. Al A’raaf : 31-32
3 Al-Ilmam bi Ba’dhi Ayat Al-Ahkam Tafsiron wa Istinbathon, Hal. 77.
4 ‘Aun Ar-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an, 9/79-82.
Back to top button