Faraidh: Karakteristik Pembagian Warisan Dalam Islam

Segala puji bagi Allah ﷻ, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga, shahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai akhir zaman.

Berikut ini kami uraikan secara ringkas tentang karakteristik pembagian warisan dalam Islam. Di antara karakteristik tersebut adalah :

1. Rabbaniyyul Mashdar (sumbernya dari Allah ﷻ).

Dalam artian bahwa ketentuan-ketentuan dalam ilmu waris mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh Allah ﷻ dan Rasul-Nya, bukan sekedar hasil pemikiran  atau pertimbangan akal semata-mata. Itu menjadikan jaminan bahwa pembagian warisan akan mendatangkan keadilan dan kebaikan bagi setiap hamba. [1]Di  antara bentuk keadilan dalam pembagian warisan sesuai tuntunan Islam adalah bahwa setiap orang yang terpenuhi padanya sebab mendapatkan warisan dan terlepas dari pencegahnya, maka ia berhak … Continue reading

2. Tsabit (tetap).

Ketentuan hukum dalam ilmu waris bersifat tetap, tidak berubah-rubah. Berbeda dengan hukum buatan manusia yang berubah-rubah sesuai situasi dan kondisi zaman. [2]Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan berkata, “Demikian pula dari sisi umat, tidak boleh mereka merubah aturan warisan dari ketentuan syar’i yang adil kepada aturan lainnya, misalnya … Continue reading

3. Menumbuhkan rasa kasih sayang di antara manusia.

Dengan menerapkan ketentuan dalam ilmu waris maka akan memunculkan kebahagiaan, dan saling menyayangi antar keluarga, karib kerabat, dan manusia secara umum.

4. Mendorong seseorang untuk giat bekerja

Karena ia yakin bahwa harta yang ia dapatkan akan dinikmati oleh keturunan dan karib kerabatnya sendiri setelah ia meninggal. [3]Apabila seseorang wafat dalam keadaan tidak ada kerabat atau pihak yang berhak menerima warisannya maka hartanya dimasukkan ke baitul mal dan dimanfaatkan untuk kemasalahatan kaum muslimin. … Continue reading

Demikian pembahasan ringkas ini, semoga bermanfaat untuk kamum muslimin sekalian, dan semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita ke jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wallahu a’lam, wa akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin.

Disusun Oleh Ustadz Abu Muslim Nurwan Darmawan, B.A.

Artikel Alukhuwah.Com

Referensi

Referensi
1 Di  antara bentuk keadilan dalam pembagian warisan sesuai tuntunan Islam adalah bahwa setiap orang yang terpenuhi padanya sebab mendapatkan warisan dan terlepas dari pencegahnya, maka ia berhak mendapat warisan, baik orang dewasa atau anak kecil, laki-laki atau perempuan, masih kuat atau pun sudah lemah. (At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah fi Al-Mabahits Al-Fardhiyyah, hal. 19)
2 Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan berkata, “Demikian pula dari sisi umat, tidak boleh mereka merubah aturan warisan dari ketentuan syar’i yang adil kepada aturan lainnya, misalnya dengan memberikan warisan kepada orang yang sebenannya terhalang atau tercegah dari mendapatkannya, karena ini termasuk melanggar batasan-batasan Allah ﷻ, dan berbuat lancang terhadap hukum-hukum-Nya. Termasuk dalam hal ini pula apa yang dilakukan oleh sebagian pemimpin di sebagian negeri berupa memberikan bagian warisan kepada cucu laki-laki bersama anak laki-laki, dan menyamakan bagian warisan antara wanita dengan laki-laki dalam kasus yang Allah ﷻ sendiri menetapkan bagian wanita setengah bagian laki-laki. Barangsiapa yang memperbolehkan hal tersebut maka ia telah kafir keluar dari agama, karena ia telah menentang Allah ﷻ dan Rasul-Nya. Pelakunya telah memposisikan dirinya sebagai sekutu bagi Allah ﷻ, menentukan syari’at dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah I. Dan barangsiapa taat kepada para pemimpin itu dan menerapkan peraturan tersebut maka ia telah menjadikan mereka sekutu bersama Allah ﷻ. (At-Tahqiqat Al-Mardhiyyah fi Al-Mabahits Al-Fardhiyyah, hal. 276-277).
3 Apabila seseorang wafat dalam keadaan tidak ada kerabat atau pihak yang berhak menerima warisannya maka hartanya dimasukkan ke baitul mal dan dimanfaatkan untuk kemasalahatan kaum muslimin. Sebagaimana dikatakan oleh Imam As-Shon’ani rahimahullah, “Harta peninggalan tidak dimasukkan ke baitul mal kecuali jika tidak ada seluruh orang yang telah disebutkan sebelumnya, baik paman, dan selainnya.” (Subulus Salam 3/215 sebagaimana disebutkan dalam Ad-Dalil ‘ala Manhaj As-Salikin, hal. 238)
Back to top button